Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir al-Munir – Marah Labid (Bagian 5)

TAFSĪR AL-MUNĪR
(MARĀḤ LABĪD)
(Judul Asli: At-Tafsīr-ul-Munīru Lima‘ālim-it-Tanzīl)
Penyusun: Al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (Banten).

(Jilid ke 6 dari Surah al-Aḥqāf s.d. an-Nās)

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C.
Dibantu oleh: H. Anwar Abu Baka, L.C.

Penerbit: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir al-Munir - Marah Labid

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ.

38. Setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya. (al-Muddatstsir: 38).

(كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ.) “Setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya” yakni setiap diri digadaikan di sisi Allah oleh usahanya tanpa ada yang membelanya.

إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ.

39. kecuali golongan kanan. (al-Muddatstsir: 39).

(إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِيْنِ.) “kecuali golongan kanan” sesungguhnya leher mereka dilepaskan oleh ‘amal-‘amal kebaikan mereka, sebagaimana penggadai membebaskan barang gadaiannya dari orang yang memberi pinjaman kepadanya dengan melunasi utangnya.

فِيْ جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُوْنَ.

40. berada di dalam surga, mereka saling menanyakan. (al-Muddatstsir: 40).

عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ.

41. tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa (al-Muddatstsir: 41).

(فِيْ جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُوْنَ. عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ.) “berada di dalam surga, mereka saling menanyakan, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa” yakni golongan kanan yang ada di dalam surga saling menanyakan mengenai keadaan orang-orang kafir yang berada di dalam neraka, lalu mereka mengatakan:

مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ.

42. “Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” (al-Muddatstsir: 42).

(مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ.) ““Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?”” yakni penyebab apakah yang menjerumuskan kamu ke dalam dasar neraka ini?

قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ.

43. Mereka menjawab: “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat. (al-Muddatstsir: 43).

(قَالُوْا) “Mereka menjawab:” kepada ahli surga yang menanyai mereka – (لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ.) ““Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat” yakni shalat yang wajib.

وَ لَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنَ.

44. dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin. (al-Muddatstsir: 44).

(وَ لَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنَ.) “dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin” yakni kami tidak pernah memberi orang miskin apa yang seharusnya kami berikan kepadanya, seperti kifarat, nazar, dan zakat.

وَ كُنَّا نَخُوْضُ مَعَ الْخَائِضِيْنَ.

45. bahkan kami biasa berbincang (untuk tujuan yang batil), bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. (al-Muddatstsir: 45).

(وَ كُنَّا نَخُوْضُ مَعَ الْخَائِضِيْنَ.) “bahkan kami biasa berbincang (untuk tujuan yang batil), bersama dengan orang-orang yang membicarakannya” yakni kami melibatkan diri dalam kebatilan bersama para pelakunya.

وَ كُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.

46. dan kami mendustakan hari pembalasan. (al-Muddatstsir: 46).

(وَ كُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.) “dan kami mendustakan hari pembalasan” yakni hari hisab dan pembalasan.

حَتَّى أَتَانَا الْيَقِيْنُ.

47. sampai datang kepada kami kematian. (al-Muddatstsir: 47).

(حَتَّى أَتَانَا الْيَقِيْنُ.) “sampai datang kepada kami kematian” yakni dimaksud dengan al-yaqin adalah perkara yang menyakinkan kejadiannya atau kematian. Dengan kata lain dapat disebutkan, bahwa sesungguhnya kami tetap mengingkari adanya hari Kiamat dan pembalasan sampai kematian merenggut kami. Lalu, Allah s.w.t. berfirman:

فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ.

48. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat. (al-Muddatstsir: 48).

(فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ.) “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat” dengan kata lain dapat disebutkan bahwa mereka tidak memperoleh syafaat sama sekali baik dari para malaikat, para nabi maupun orang-orang yang saleh.

فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِيْنَ.

49. Namun, mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? (al-Muddatstsir: 49).

(فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِيْنَ.) “Namun, mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?” yakni apakah yang terjadi pada mereka sehingga mereka berpaling dari al-Qur’ān?

كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌ.

50. seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. (al-Muddatstsir: 50).

(كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌ.) “seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut” Nāfi‘ dan Ibnu ‘Āmir membacanya dengan fā’ yang di-fatḥah-kan menjadi mustanfarah yakni terkejut karena dikejutkan oleh para pemburu. Sedangkan ulama yang lain membacanya dengan fā’ yang di-kasrah-kan menjadi mustanfirah yakni yang lari terbirit-birit karena suara manusia atau kegelapan malam.

فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ.

51. lari dari singa (al-Muddatstsir: 51).

(فَرَّتْ) “lari” yakni keledai liar yang lari – (مِنْ قَسْوَرَةٍ.) “dari singa” singa disebut qaswarah karena ia dapat mengalahkan hewan pemangsa lainnya.

بَلْ يُرِيْدُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُّنَشَّرَةً.

52. Bahkan, setiap orang dari mereka ingin agar diberikan kepadanya lembaran-lembaran (kitab) yang terbuka. (al-Muddatstsir: 52).

(بَلْ يُرِيْدُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُّنَشَّرَةً.) “Bahkan, setiap orang dari mereka ingin agar diberikan kepadanya lembaran-lembaran (kitab) yang terbuka” yakni masih segar tanpa dilipat, karena diberikan sewaktu selesai dari penulisannya.

Sesungguhnya Abu Jahal dan segolongan orang-orang Quraisy mengatakan: “Hai Muḥammad! Kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu sebelum kamu mendatangkan kepada setiap orang dari kami sebuah kitab dari langit yang berasal dari Allah, Tuhan semesta alam ditujukan kepada fulan bin fulan, dan di dalamnya tertera perintah dari-Nya agar kami mengikutimu.”

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās yang telah menyebutkan bahwa, dahulu orang-orang kafir mengatakan: “Jika Muḥammad benar, maka hendaklah masing-masing di antara kami pada pagi hari di dekat kepalanya terdapat sebuah lembaran yang di dalamnya tertulis kebebasan dari neraka.”

كَلَّا بَلْ لَا يَخَافُوْنَ الْآخِرَةَ.

53. Tidak! Sebenarnya mereka tidak takut kepada akhirat. (al-Muddatstsir: 53).

(كَلَّا) “Tidak!” yakni sekali-kali tidak diberikan lembaran-lembaran itu kepada mereka, oleh karena itu janganlah mereka meminta yang bukan-bukan.

(بَلْ لَا يَخَافُوْنَ الْآخِرَةَ.) “Sebenarnya mereka tidak takut kepada akhirat” yakni sama sekali mereka tidak pernah takut di suatu waktu pun terhadap negeri akhirat, oleh karena itu, mereka selalu berpaling dari peringatan.

كَلَّا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ.

54. Tidak! Sesungguhnya (al-Qur’ān) itu benar-benar suatu peringatan. (al-Muddatstsir: 54).

(كَلَّا) “Tidak!” yakni benar – (إِنَّهُ) “Sesungguhnya ia” yakni al-Qur’ān itu – (تَذْكِرَةٌ.) “benar-benar suatu peringatan” yakni pelajaran yang besar dari Allah yang harus diikuti.

فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ.

55. Barang siapa menghendaki, tentu dia mengambil pelajaran darinya. (al-Muddatstsir: 55).

(فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ.) “Barang siapa menghendaki, tentu dia mengambil pelajaran darinya” yakni barang siapa yang ingin mendapat pelajaran, niscaya dia mengambil pelajaran darinya dan menjadikannya selalu berada di hadapan kedua matanya.

وَ مَا يَذْكُرُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ، هُوَ أَهْلُ التَّقْوى وَ أَهْلُ الْمَغْفِرَةِ

56. Mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (al-Qur’ān) kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah Tuhan Yang patut (kita) bertaqwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (al-Muddatstsir: 56).

(وَ مَا يَذْكُرُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ،) “Mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (al-Qur’ān) kecuali (jika) Allah menghendakinya” yakni mereka sama sekali tidak akan mengambil pelajaran kecuali bila Allah menghendaki hal tersebut.

Nāfi‘ membacanya dengan memakai Tā’ khithāb menjadi tadzkurūna, sedangkan yang lain membacanya dengan Yā’ dan Tā’ yang di-tasydīd-kan yakni yadzdzakkarūna dan tadzdzakkarūn.

(هُوَ أَهْلُ التَّقْوى وَ أَهْلُ الْمَغْفِرَةِ) “Dialah Tuhan Yang patut (kita) bertaqwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun” yakni Dia berhak untuk ditakuti oleh hamba-hambaNya dan ditaati, serta Dia berhak untuk memberi ampun kepada mereka atas kekafiran mereka yang dahulu apabila mereka beriman dan taat.

Unduh Rujukan:

  • [download id="18120"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *