بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
SŪRAT-UL-MUDDATSTSIR
MAKKIYYAH, LIMA PULUH ENAM AYAT
Penamaan Surah
Surah ini dinamakan dengan al-Muddatstsir karena dimulai dengan sifat yang disematkan kepada Nabi Muḥammad s.a.w. Asal kata al-Muddatstsir adalah al-Mutadatstsir, yakni orang yang berselimut dengan pakaiannya untuk tidur atau untuk kehangatan. Ad-Ditsār adalah nama untuk barang yang digunakan untuk berselimut.
Persesuaian Surah Ini dengan Surah Sebelumnya
Terdapat tiga hal yang berhubungan dari surah ini dengan surah sebelumnya.
Kandungan Surah
Surah ini mengandung petunjuk-petunjuk kepada Nabi Muḥammad s.a.w. dalam permulaan dakwahnya, ancaman-ancaman kepada salah seorang pembesar syirik dan sifat-sifat neraka Jahannam.
Surah ini dimulai dengan perintah kepada Nabi agar melaksanakan dakwah kepada Tuhannya, mengingatkan orang-orang kafir, sabar atas gangguan orang-orang yang jahat.
“Wahai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji, dan janganlah engkau (Muḥammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan karena Tuhanmu, bersabarlah.” (al-Muddatstsir: 1-7).
Kemudian surah ini menyifati hari Kiamat yang sangat menakutkan karena di dalamnya ada kegentingan-kegentingan.
“Maka apabila sangkakala ditiup, maka itulah hari yang serba sulit, bagi orang-orang kafir tidak mudah.” (al-Muddatstsir: 8-10)
Kemudian, surah ini berangkat untuk mengancam salah seorang manusia dengan bentuk ancaman yang paling kuat dan paling keras, yaitu al-Walīd bin al-Mughīrah yang mengakui bahwa al-Qur’ān adalah kalāmullāh, kemudian karena demi kepemimpinan, maka dia menuduh bahwa al-Qur’ān adalah sihir. Oleh karena itu, dia berhak memperoleh neraka.
“Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya. Dan Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah, dan anak-anak yang selalu bersamanya, dan Aku berikan baginya kelapangan (hidup) seluas-luasnya. Kemudian dia ingin sekali agar Aku menambahnya. Tidak bisa! Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān). Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagimana dia menetapkan? Sekali lagi, celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian dia merenungkan (memikirkan), berwajah masam dan cemberut, kemudian berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini hanyalah perkataan manusia”. Kelak, Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.” (al-Muddatstsir: 11-26)
Hal itu sesuai dengan jumlah sifat-sifat neraka, jumlah para penjaganya, hikmahnya, dan penampakannya pada manusia.
“Dan tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? (Saqar itu) tidak meninggalkan dan tidak membiarkan, yang menghanguskan kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Dan yang Kami jadikan penjaga neraka itu hanya dari malaikat; dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi kitab menjadi yakin, agar orang yang beriman bertambah imannya, agar orang-orang yang diberi kitab dan orang-orang mu’min itu tidak ragu-ragu; dan agar orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafi (berkata): “Apakah yang dikehendaki Allah dengan (bilangan) ini sebagai suatu perumpamaan? Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan Saqar itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (al-Muddatstsir: 27-31)
Maksudnya bertambah genting, Allah bersumpah dengan bulan, malam, dan Shubuh bahwa Jahannam adalah salah satu kedahsyatan hari Kiamat yang paling besar.
“Tidak! Demi bulan, dan demi malam ketika telah berlalu, dan demi Shubuh apabila mulai terang, sesungguhnya (Saqar itu) adalah salah satu (bencana) yang sangat besar, sebagai peringatan bagi manusia (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang ingin maju atau mundur.” (al-Muddatstsir: 32-37)
Surah ini menjelaskan tanggungjawab setiap diri terhadap apa yang dikerjakan dan hubungannya dengan dosa-dosanya, kabar gembira untuk orang-orang Mu’min dengan keselamatan, orang-orang kafir dengan adzab, dan penggambaran dialog yang terjadi antara dua kelompok.
“Setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka saling menanyakan, tentang (keadaan) orang-orang yang berdoa: “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” Mereka menjawab: “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin, bahkan kami biasa berbincang (untuk tujuan yang batil), bersama orang-orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan, sampai datang kepada kami kematian.” Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (al-Muddatstsir: 38-48)
Surah ini diakhiri dengan penjelasan sebab berpalingnya orang-orang musyrik dari nasihat, peringatan, dan iman.
“Lalu mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. Bahkan setiap orang dari mereka ingin agar diberikan kepadanya lembaran-lembaran (kitab) yang terbuka. Tidak! Sebenarnya mereka tidak takut kepada akhirat. Tidak! Sesungguhnya (al-Qur’ān) itu benar-benar suatu peringatan. Maka barang siapa menghendaki, tentu dia mengambil pelajaran darinya. Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (al-Qur’ān) kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah Tuhan yang patut (kita) bertakwa keapda-Nya dan yang berhak memberi ampun.” (al-Muddatstsir: 49-56)
Keutamaan Surah
Dalam hadits Bukhārī dari Jābir, bahwasanya dia berkata: “yang pertama kali turun dari al-Qur’ān adalah (يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ).” Ini berbeda dengan mayoritas ulama. Mereka berpendapat bahwa yang pertama kali turun dari al-Qur’ān adalah firman Allah s.w.t.: (اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ) “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (al-‘Alaq: 1)