Surah al-Ma’un 107 ~ Tafsir al-Aisar

TAFSĪR AL-AISAR
(Judul Asli: أَيْسَرُ التَّفَاسِيْرِ لِكَلَامِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ)
Edisi Indonesia:
Tafsir al-Qur’an al-Aisar (Jilid 7)

Penulis: Syaikh Abū Bakar Jābir al-Jazā’irī

(Jilid ke 7 dari Surah Qāf s.d. an-Nās)
 
Penerbit: Darus Sunnah

SURAT AL-MĀ‘ŪN

MAKKIYYAH (11801).
JUMLAH AYAT: 9 AYAT

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

Surat al-Mā‘ūn: Ayat 1-7

أَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ. فَذلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ. وَ لَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ. فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاؤُوْنَ. وَ يَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ

107:1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
107:2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,
107:3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
107:4. Maka celakalah orang yang shalat,
107:5. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya,
107:6. yang berbuat riyā’,
107:7. dan enggan (memberikan) bantuan.

PENJELASAN KATA

(أَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ.) Ara’it-al-Ladzī Yukadzdzibu bid-Dīn: Apakah kamu mengetahui siapa yang mendustakan agama, yaitu orang-orang yang mendustakan pahala dan ancamannya di hari Kiamat.

(فَذلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ) Fa Dzālika-lladzi Yadu‘‘-ul-Yatīm: Yang menahan hak anak yatim, seperti dengan menghardiknya.

(وَ لَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ.) Wa Lā Yaḥudhdhu ‘Alā Tha‘ām-il-Miskīn: Tidak menganjurkan dirinya dan orang lain untuk memberi makan kepada orang miskin.

(فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ.) Fa Wail-ul-Lil-Mushallīna: ‘Adzab yang keras bagi orang, tetapi lalai.

(عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ) ‘An Shalātihim Sāhūna: Mengundur-undur waktu shalat.

(يُرَاؤُوْنَ) Yurā’ūna: Menampakkan shalat dan amalannya di hadapan manusia dan tidak mengikhlaskannya untuk Allah.

(وَ يَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ) Wa Yamna‘ūn-al-Mā‘ūna: Tidak memberi barang yang bermanfaat kepada orang yang meminta-minta, seperti jarum, panci, dan lain sebagainya.

MAKNA AYAT 1-7 SECARA UMUM

Firman-Nya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (11812) Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang-orang miskin” (11823). Ketiga ayat ini diturunkan di kota Makkah untuk al-‘Āsh bin Wā’il, al-Walīd bin al-Mughīrah, dan orang-orang seperti mereka dari para pembangkang Quraisy dan orang-orang kafir. Ayat-ayat ini menantang dan mencela kelakuan mereka serta mengancamnya. “Tahukah kamu,” wahai Rasūl Kami, sesungguhnya orang yang mendustakan agama yaitu yang mendustakan balasan kebaikan dan kejelekan di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak memberi haknya. Mereka melecehkan dan menyombongkan diri di hadapannya. Serta tidak menganjurkan dirinya dan orang lain untuk memberi makan kepada orang-orang fakir miskin.

Ini semua adalah akibat dari tidak adanya keimanan terhadap agama Islām yaitu terhadap hari perhitungan dan hari pembalasan di akhirat. Inilah sifat orang-orang yang berlaku zhālim. Yaitu orang yang suka menahan hak orang lain, tidak mengasihi, dan tidak menyayanginya. Karena jika beriman dengan balasan yang ada di akhirat, maka mereka akan bersegera mengamalkan kebaikan dan meninggalkan kejelekan. Barang siapa yang ingin melihat orang yang mendustakan agama, maka lihatlah mereka yang melampaui batas, berhati keras, tidak pernah menyayangi, tidak memberi dan berbuat baik kepada fakir miskin. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat ria. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna”, empat ayat ini diturunkan untuk orang-orang munāfiq di Madīnah. Sehingga setengah surat ini turun di Makkah dan setengahnya turun di Madīnah.

Firman-Nya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (11834) Inilah ancaman keras bagi mereka. Karena kata “al-wail” adalah lembah di neraka Jahannam yang penuh dengan nanah dan borok penduduk neraka. Inilah siksaan yang paling keras karena mereka tenggelam di dalamnya serta makan dan minum dari nanah dan borok-borok tersebut. Mereka melalaikan shalat. Artinya mereka lupakan shalat dan tidak mengingatnya sehingga sering ketinggalan dan mengerjakan shalat di luar waktunya. Sehingga shalat lebih sering dikerjakan ketika waktunya hampir habis.

Sifat lain dari mereka adalah “berbuat riyā’” dengan shalat dan seluruh amalannya. Yaitu mereka menunaikan shalat dan berinfāq agar disangka bahwa mereka adalah orang-orang yang berīmān. Selain itu, agar mereka tidak dibunuh dan ditawan oleh kaum muslimin (karena mereka menampakkan kekufuran – pent.)

Sifat yang ketiga: “Dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. Apabila orang mu’min membutuhkan makanan karena memang membutuhkannya, maka mereka tidak mau meminjamkannya dengan alasan yang bāthil. Mereka tidak mau meminjamkan palu, parang, bahan makanan, panci, dan lain sebagainya karena mereka merasa marah dengan kaum muslimin dan tidak ingin mereka mendapatkan manfaat darinya sehingga tidak mau meminjamkannya.

PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI AYAT 1-7.

  1. Penetapan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan.
  2. Setiap hati yang tidak beriman terhadap hari kebangkitan dan hari pembalasan, maka pemiliknya adalah makhlūq yang paling jelek dan tidak ada kebaikannya sedikit pun.
  3. Ancaman bagi orang-orang yang memakan harta anak yatim dan tidak mau memenuhi hak-haknya. Sebaliknya mereka menyepelekan dan menyia-nyiakannya.
  4. Ancaman bagi orang yang meremehkan masalah shalat dan tidak melaksanakannya tepat waktu. Itulah sifat dan tanda-tanda orang munāfiq. Kita berlindung kepada Allah dari semua sifat ini.
  5. Tidak mau meminjamkan barang-barang yang bermanfaat termasuk dari sifat orang-orang munāfiq. Barang siapa yang tidak meminjamkan barangnya kepada orang-orang yang berīmān, maka tidak termasuk orang yang berīmān, sebagaimana yang bercantum di dalam sebuah hadits:

مَنْ لَمْ يَهْتَمَّ بِأُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ.

Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia bukan dari golongannya (kaum muslimin).

Bagaimana dengan orang yang memiliki banyak (kelebihan) harta, tetapi ia tidak mau memberikannya kepada orang-orang fakir miskin, padahal orang-orang fakir miskin tersebut membutuhkannya?

Catatan:

  1. 1180). Bagian akhir surat ini diturunkan di Madīnah.
  2. 1181). Pertanyaan di dalam ayat ini untuk mengungkapkan rasa keheranan terhadap sikap orang-orang yang mendustakan adanya hari pembalasan dan akibat dari pendustaan mereka yaitu buruknya sikap mereka. Nāfi‘ membacanya dengan “araita”, sedangkan Ḥafsh dan jumhur membacanya dengan “ara’aita.”
  3. 1182). Di dalam ayat ini ada sesuatu yang dihilangkan. Diperkirakan berbunyai: ara’ait-al-ladzī yukadzdzibu bid-dīni” “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?” Apakah ia benar atau salah? Maka jawabannya jelas, ia telah salah. Kesalahannya adalah kekufuran, kesyirikan dan permusuhannya terhadap Islām, Rasūlullāh, dan keluarganya. Balasannya adalah neraka Jaḥīm dan ‘adzab yang pedih. Apabila ‘adzab ini disebabkan karena kekufuran dan gangguan mereka terhadap kaum mu’minīn, maka sungguh sangat celakalah orang-orang munāfiq yang menunaikan shalat, tetapi mereka melalaikannya dan justru berbuat riyā’ dan tidak mau menolong (orang lain) dengan barang yang berguna dikarenakan hati mereka gelap akibat kekufuran dan kesyirikan yang mereka sembunyikan.
  4. 1183). Huruf “fā’” di dalam ayat ini untuk menunjukkan pencabangan dan urutan. Pertanyaannya: “Bagaimana bisa dikatakan ayat ini merupakan bagian dari ayat sebelumnya?” Ayat-ayat ini turun di Madīnah ditujukan kepada orang-orang munāfiq sedangkan ayat-ayat sebelumnya diturunkan di kota Makkah dan ditujukan kepada orang-orang musyrik?

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *