(TEMPAT-TEMPAT NAIK)
(SURAH NO. 70; MAKKIYYAH; 44 AYAT)
Surah ini memiliki 44 ayat dan dianggap sebagai salah satu surah yang turun di Makkah. Akan tetapi, beberapa ayatnya turun di Madīnah. Penamaan surah ini berasal dari ayat ketiga yang bermakna tempat naiknya para malaikat. Serupa dengan surah Makkiyyah lainnya, surah ini membahas Hari Kiamat serta peringatan bagi kaum musyrik dan para penentang. Surah ini juga membahas kondisi kaum kafir pada Hari Kiamat serta karekteristik para penghuni surga dan neraka. Ayat-ayat pembuka berkenaan dengan turunnya siksaan (Allah) di dunia ini. Salah satunya adalah bencana yang menimpa si pengingkar wilayah Imām ‘Alī a.s. (di Ghadīr Khum). Dia mati meregang nyawa. Cerita detailnya akan disebutkan pada pembahasan ayat pertama.
Diriwayatkan dari Nabi s.a.w. bahwa siapa pun yang membaca Surah Sa’ala Sā’il [maksudnya, surah al-Ma‘ārij], Allah s.w.t. akan menganugerahinya ganjaran orang-orang yang memenuhi janji mereka dan orang yang khusyu‘ mendirikan shalat wajib mereka. (1871) Diriwayatkan dari Imām Bāqir a.s. bahwa siapa pun yang selalu membaca surah al-Ma‘ārij, dia tidak akan dihisab pada Hari Kiamat. Dia akan menempati surga di samping Muḥammad s.a.w. (1882) Penganugerahan ganjaran bergantung pada bagaimana seseorang memenuhi kewajiban agamanya.
AYAT 1-3
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ. لِّلْكَافِريْنَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ. مِّنَ اللهِ ذِي الْمَعَارِجِ.
70: 1. Seseorang meminta agar ditimpakan ‘adzab.
70: 2. Tidak ada seorang pun dari orang-orang kafir yang dapat menolaknya,
70: 3. Yang datang dari Allah, Yang Mempunyai tempat-tempat naik [ke langit].
TAFSIR
Almarḥūm ‘Allāmah Amīnī dalam karyanya yang berjudul al-Ghadīr mengungkapkan ada tiga puluh mufassir al-Qur’ān dan ahli hadits terkemuka yang berjaya pada abad ke-3 H/ke-9 M dan 4 H/ke-10 M. Mereka berpendapat bahwa sebab turunnya ayat pertama surah al-Ma‘ārij berkenaan dengan seseorang yang menegur Nabi s.a.w. dengan menyatakan: “Engkau memerintahkan kami untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kami mengenai berhaji ke Makkah (ḥajj), berpuasa (shaum) dan membayar zakat (zakāt) pada Hari Ghadir. Kami menyetujui semua itu, tetapi engkau tidak merasa puas. Engkau justru mengangkat sepupumu untuk memerintah kami.”
Kemudian, dia menambahkan: “Ya Allah! Jika pengangkatan itu benar, kirimkanlah batu-batu dari langit [sehingga kami dihancurkan dan tidak menyaksikan hari seperti itu].”
Sebuah batu dikirimkan dan batu itu membunuhnya. Turunlah ayat, Seseorang meminta agar dia diturunkan ‘adzab. (1893).
Penting menyebutkan beberapa peristiwa terpisah yang terlihat tidak penting agar orang-orang dapat mengambil pelajaran. Itulah pembangkangan satu orang yang mengakibatkan kemurkaan Allah. Turunlah bencana dan dia pun binasa. Ayat al-Qur’ān menjelaskan peristiwa tersebut agar umat manusia dapat mengambil pelajaran dan menyadari bahwa permintaan yang dilakukan secara perorangan, namun bersifat membangkang, dan tidak pantas, bisa mengakibatkan bencana. Orang yang meminta itu menjadi bahan pembahasan sebagian mufassir al-Qur’ān. Orang tersebut adalah Nu‘mān bin Ḥārits atau Nadhr bin Ḥārits.
Ayat ke-2 menyatakan bahwa siksaan itu disediakan bagi orang-orang kafir. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindarinya. Ayat ke-3 menjelaskan sumber siksaan yang menyatakan bahwa siksaan tersebut ditimpakan oleh Allah, Tuhan seluruh langit tempat para malaikat naik. Frase ‘Arab ma‘ārij adalah bentuk jama‘ dari ma‘raj yang bermakna “tempat naik” yang bermakna langti tempat para malaikat naik atau turun menuju ke sisi Allah s.w.t. Langit ini mengikuti hierarki tertentu. Para malaikat yang ditugaskan untuk menimpakan siksaan atas orang kafir dan para pendosa adalah para malaikat yang sama dengan malaikat yang turun kepada Ibrāhīm a.s. Para malaikat inilah yang memberitahukan perihal kedatangan mereka kepada Nabi Ibrāhīm a.s., yaitu untuk menimpakan bencana atas kaum Lūth a.s. Mereka menghancurkan kota orang-orang yang terjerumus ke dalam dosa dan perbuatan nista. Mereka juga ditugaskan untuk menimpakan siksaan atas para pendosa lainnya. Namun, harus diperhatikan bahwa sebagian mufassir berpendapat bahwa kata ma‘ārij bermakna nikmat Allah. Sementara itu, sebagian mufassir lainnya berpendapat bahwa kata tersebut bermakna para malaikat. Pendapat pertama lebih cocok dengan makna kata tersebut.
AYAT 4
تَعْرُجُ الْمَلآئِكَةُ وَ الرُّوْحُ إِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
70: 4. Para malaikat dan roh [seorang malaikat utama] naik kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya adalah lima puluh ribu tahun.
TAFSIR
Setelah kisah tentang orang yang meminta agar ‘adzab Allah diturunkan kepadanya, ayat ini membahas tentang Hari Kiamat dan siksaan yang disiapkan bagi para pendosa pada Hari itu. Dinyatakan bahwa para malaikat dan roh naik menuju Allah s.w.t., yang seharinya setara dengan 50 ribu tahun di dunia. Naiknya para malaikat bermakna kenaikan spiritual, bukan kenaikan fisik. Dengan kata lain, mereka menuju sisi Allah s.w.t. pada Hari Kiamat, mereka dipersiapkan untuk menerima perintah Allah dan melaksanakannya. Hal ini disebutkan dalam surah al-Ḥāqqah [69]: 17): “Dan para malaikat akan berada di penjuru-penjuru langit.” Ayat ini mengandung makna bahwa mereka akan mengitari langit. Mereka akan dipersiapkan pada Hari itu untuk melaksanakan perintah Allah.
Dalam ayat ini, roh (rūḥ) berarti malaikat utama, yaitu roh yang dipercayai (rūḥ-ul-amīn), atau Jibrīl a.s. Tentang Jibrīl a.s. ditunjukkan pada ayat lain dalam al-Qur’ān (97: 4): “Pada malam itu turun malaikat dan roh dengan idzin Allah untuk mengatur segala urusan.”
Para malaikat dan “roh” turun dengan idzin Allah pada Malam Penentuan (lailat-ul-qadar) untuk melaksanakan ketentuan dan keputusan Allah. Namun, kata roh mengandung pengertian berbeda, sesuai dengan konteksnya. Misalnya, roh manusia, al-Qur’ān, roh suci (Rūḥ-ul-Qudus), malaikat pembawa wahyu, sebagaimana dibuktikan dalam berbagai ayat al-Qur’ān.
Ungkapan “lima puluh ribu tahun” menjelaskan bahwa Hari Kiamat akan berlangsung selama 50 ribu tahun. Yang diperhitungkan adalah berlalunya waktu di dunia. Perhitungan ini tidak sama dengan “seribu tahun” yang disebutkan pada surah (as-Sajdah [32]: 5). Menurut hadits-hadits, akan ada 50 pemberhentian pada Hari Kiamat. Masing-masing pemberhentian akan berlangsung selama 1000 tahun. (1904). Sebagian mufassir juga mengemukakan bahwa bilangan 50 ribu mengandung makna sangat lama. Bilangan ini tidak menunjukkan kuantitas, namun menunjukkan bahwa Hari Kiamat akan berlangsung sangat lama. Penjelasan itu berkenaan dengan para pendosa, para pelaku kezhaliman dan orang-orang yang kafir.
Diriwayatkan dari Abū Sa‘īd al-Khudrī bahwa setelah turunnya ayat ini, seseorang bertanya: “Ya Rasūlullāh! Berapa lama Hari Kiamat akan berlangsung?”
Beliau menjawab: “Demi Dia Yang jiwa Muḥammad berada dalam genggaman-Nya! Hari itu akan menyenangkan bagi kaum mu’min, bahkan lebih menyenangkan dibandingkan dengan satu shalat wajib yang didirikan di dunia ini.” (1915).
AYAT 5-7
فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيْلًا. إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيْدًا. وَ نَرَاهُ قَرِيْبًا.
70: 5. Maka bersabarlah engkau dengan kesabaran yang baik.
70: 6. Sesungguhnya, mereka memandang Hari Kiamat itu jauh.
70: 7. Sedangkan Kami melihatnya dekat.
TAFSIR
Ditujukan kepada Nabi s.a.w., ayat ke-5 meminta beliau untuk bersabar dengan kesabaran yang baik untuk menghadapi pengingkaran dan gangguan mereka. Frase ‘Arab shabran jamīlan secara harfiah bermakna kesabaran indah yang menghendaki perhatian akan kesabaran itu. Kesabaran seperti itu memerlukan keistiqamahan dalam ketabahan dan kesabaran, tidak bercampur dengan keputusasaan, kesedihan, kegelisahan dan keluh-kesah.
Ayat ke-6 menyatakan bahwa mereka menganggap Hari Kiamat itu sangat jauh. Namun, menurut ayat berikutnya, Allah s.w.t. menganggapnya dekat. Sesungguhnya, mereka tidak percaya pada adanya Hari Kiamat. Mereka tidak percaya bahwa pada Hari itu catatan tentang perbuatan seluruh manusia dan sekecil apa pun perkataan dan perbuatan mereka akan diperhitungkan. Hari Kiamat akan berlangsung 50 ribu tahun berdasarkan ukuran waktu dunia. Namun, mereka tidak beriman kepada Allah s.w.t. Mereka ragu tentang kemahakuasaan-Nya. Mereka menyatakan bahwa tidak akan mungkin tulang-belulang yang telah membusuk dan tanah yang telah berserakan kembali utuh. Keraguan yang tidak berdasar itu dikemukakan dalam al-Qur’ān di ayat yang lain.
Mereka juga mempertanyakan lamanya 50 ribu tahun dibandingkan dengan satu hari di dunia. Berdasarkan ilmu pengetahuan modern, ukuran waktu berbeda untuk setiap benda langit. Benda langit mengikuti waktu rotasi mereka pada porosnya. Oleh karena itu, satu hari di bulan sama dengan dua minggu di bumi. Bahkan, kecepatan rotasi bumi pada porosnya bisa berkurang. Ini merupakan konsekuensi logis. Satu hari bisa menjadi satu bulan, satu tahun, atau ratusan tahun.
Dikatakan bahwa Hari Kiamat akan terjadi pada waktu itu. Namun, satu hari yang sama dengan 50 ribu tahun bukan tidak masuk akal menurut ukuran dan analogi dunia. Tatanan bumi dan langit akan mengalami berbagai perubahan sebelum Hari Kiamat. Orang-orang yang kafir menganggap kemungkinan terjadinya Hari Kiamat sangatlah kecil. Kiamat bahkan dianggap tidak dapat masuk akal. Akan tetapi, Hari Kiamat pasti terjadi dalam waktu dekat menurut ayat al-Qur’ān tersebut.