Surah al-Ma’arij 70 – Tafsir Khuluqun ‘Azhim (6/6)

Tafsir Khuluqun ‘Azhim
Budi Pekerti Agung

Oleh: Prof. M. Dr. Yunan Yusuf
 
Diterbitkan oleh: Penerbit Lentera Hati.
 
Tafsir JUZ TABARAK
Khuluqun ‘Azhīm

(BUDI PEKERTI AGUNG)

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir Khuluqun 'Azhim

7. Kesudahan Cerita Orang-orang Kafir.

فَمَالِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا قِبَلَكَ مُهْطِعِيْنَ. عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِيْنَ. أَيَطْمَعُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُدْخَلَ جَنَّةَ نَعِيْمٍ. كَلَّا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِّمَّا يَعْلَمُوْنَ. فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَ الْمَغَارِبِ إِنَّا لَقَادِرُوْنَ. عَلَى أَنْ نُّبَدِّلَ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَ مَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَ. فَذَرْهُمْ يَخُوْضُوْا وَ يَلْعَبُوْا حَتَّى يُلَاقُوْا يَوْمَهُمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ. يَوْمَ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْأَجْدَاثِ سِرَاعًا كَأَنَّهُمْ إِلَى نُصُبٍ يُوْفِضُوْنَ. خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذلِكَ الْيَوْمُ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ.

70: 36. Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu,
70: 37. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?
70: 38. Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh keni‘matan?
70: 39. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).
70: 40. Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat, sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.
70: 41. Untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.
70: 42. Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka,
70: 43. (yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).
70: 44. Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.

 

AYAT 36

فَمَالِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا قِبَلَكَ مُهْطِعِيْنَ.

70: 36. Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu.

Setelah menggambarkan ciri-ciri dan perilaku orang-orang yang tenang dan tidak berkeluh-kesah serta akhir perjalanan mereka berada di surga dengan penuh kemuliaan, maka untaian ayat-ayat berikut menggambarkan ciri-ciri orang-orang yang berbeda dengan itu. Yakni perilaku orang-orang yang resah dan gelisah serta penuh dengan keluh-kesah serta akhir perjalanan mereka keluar dari kubur cepat-cepat dengan pandangan tertunduk yang diliputi kehinaan.

Untuk itu ayat ini dimulai dengan gambaran perilaku orang-orang kafir yang meremehkan da‘wah risalah Nabi Muḥammad s.a.w. Mereka mendatangi da‘wah Nabi s.a.w. dengan cepat-cepat “Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu.” Datang dengan cepat-cepat kepada Nabi untuk apa? Apakah benar untuk mendengarkan da‘wah Nabi. Mendengarkan ajaran-ajaran al-Qur’ān yang disampaikan oleh Nabi? Atau sebaliknya?

Mereka mendatangi da‘wah Nabi dengan cepat-cepat, tetapi menampakkan wajah yang melecehkan dan mencemooh. Mereka datang bukan untuk mendengarkan, tetapi untuk mendustakan da‘wah itu. Orang-orang kafir memang tidak akan pernah menerima da‘wah Nabi. Yang mereka inginkan agar Nabi Muḥammad berhenti menda‘wahkan agama yang dibawanya itu. Karena mereka sudah mempunyai agama yang sudah ada berabad-abad yang lalu.

 

AYAT 37

عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ عِزِيْنَ.

70: 37. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?

Begitu inginnya mereka mendengarkan da‘wah risalah Nabi tersebut sehingga mereka berdatangan dari arah kiri, kanan, dan kemudian bergerombol di sekeliling Nabi. “Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?” Ini adalah orang-orang yang mencari-cari kesalahan dan kekeliruan yang melalui kesalahan dan kekeliruan itu si pembicara diejek dan dihinakan. Mereka merancang sebuah rencana tipu daya dan sanggahan atas apa yang telah mereka dengar dari Nabi. Mereka akan membuat penyampaian tandingan untuk menolak da‘wah Nabi tersebut.

Kehadiran mereka mendekati Nabi dari sebelah kiri, sebelah kanan, dan datang secara bergerombol-gerombol itu, hendak menggambarkan betapa upaya yang dilakukan oleh orang-orang kafir sangat sungguh-sungguh. Mereka ingin menghentikan da‘wah Nabi dengan segala cara. Menghasut, memfitnah, memboikot, bahkan berencana untuk membunuh Rasūlullāh s.a.w. Sejarah mencatat kaum musyrik Quraisy telah menunjuk beberapa orang yang mewakili kabilah-kabilah Makkah, untuk melakukan pembunuhan tersebut.

Namun, apa yang mereka rencanakan itu seluruhnya terpatahkan dengan telak. Sebab apa yang disampaikan oleh Nabi tidak pernah mengandung kesalahan dan kekeliruan yang merupakan celah kelemahan untuk dapat dibantah ataupun disanggah. Walaupun dalam hati kecil mereka terdapat pengakuan tentang keindahan dan ketinggian al-Qur’ān, namun gengsi di tengah masyarakat membuat mereka enggan mengakuinya, karena takut kehilangan kedudukan sosial, politik, dan keagamaan.

 

AYAT 38

أَيَطْمَعُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ أَنْ يُدْخَلَ جَنَّةَ نَعِيْمٍ.

70: 38. Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh keni‘matan?

Biasanya orang yang merancang tipu daya untuk membantah dan menyanggah, merasa lebih tahu dari orang yang akan dibantah dan disanggah itu. Bahkan lebih jauh dari itu merasa paling benar dari orang yang disanggah. Sehingga mereka dengan lantang mengatakan bahwa mereka lebih layak masuk surga. “Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh keni‘matan?” Merekalah yang patut masuk ke dalam surga.

Bagaimana mereka bisa berpendapat seperti itu? Bukankah mereka selama ini sudah memeluk keyakinan dan kepercayaan yang bertentangan secara diametral dengan akidah Islam? Islam mengajarkan keesaan Allah, sedangkan mereka mengajarkan kemusyrikan. Mereka sudah mempercayai agama yang sudah berkembang berabad-abad yang lalu. Kepercayaan itu diwariskan oleh nenek-moyang kepada mereka secara turun-temurun. Mereka menciptakan berhala sebagai perantara bagi Allah.

Berhala-berhala Lāta, ‘Uzzā, dan Manāt merupakan simbol manusia-manusia suci yang akan mengantarkan mereka untuk sampai kepada Allah yang Maha Kuasa. Keyakinan seperti itu telah memberi mereka kehidupan terhormat di kalangan suku-suku ‘Arab, sehingga kaum musyrik Quraisy dipercaya sebagai penjaga dan pemelihara rumah suci Ka‘bah yang ada di Makkah. Mereka menempati posisi sebagai tuan rumah bagi rumah suci tersebut dan bertugas untuk menjamu tamu-tamu yang berdatangan dari segala penjuru. Oleh sebab itu, mereka merasa lebih layak masuk surga daripada kaum beriman.

 

AYAT 39

كَلَّا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِّمَّا يَعْلَمُوْنَ.

70: 39. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).

Kalla, tidak, sungguh sekali-kali tidak! Tidak akan diberi dispensasi kepada mereka, orang-orang kafir itu, untuk mencium sedikit pun bau surga. Tidak ada keistimewaan bagi orang-orang kafir itu untuk mendapatkan ni‘mat surga. “Sekali-kali tidak!” Sekali lagi tidak ada keistimewaan apa pun yang dimiliki oleh orang-orang kafir itu. Sekalipun mereka merasa bahwa diri mereka dihargai oleh Allah dengan kedudukan mereka yang tinggi di antara suku-suku ‘Arab lainnya.

Benar, mereka adalah suku bangsa yang terhormat di kalangan bangsa ‘Arab, sehingga mereka diberi kuasa untuk menjaga dan memelihara rumah suci Ka‘bah. Suku Quraisylah yang dipandang sebagai tuan rumah dari tempat suci Ka‘bah. Sebab itu tidak mengherankan mereka memang kabilah yang dihormati oleh kabilah-kabilah lain. Namun, kejadian dan penciptaan mereka sama saja dengan kabilah-kabilah lain, tidak ada keistimewaannya. Darah mereka juga merah, sama dengan darah orang lain.

Allah menciptakan mereka dari yang sudah mereka ketahui, yakni dari air mani yang tertumpah. “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).” Dari sesuatu yang biasa-biasa saja, sebagaimana kebanyakan orang lain diciptakan oleh Allah. Bukan saja posisi dan kedudukan mereka yang terhormat itu amat rendah bagi Allah, tetapi juga asal penciptaan mereka pun yang sudah lumrah diketahui itu, tidaklah lalu mereka diberi keistimewaan oleh Allah untuk memasuki surga yang penuh dengan keni‘matan.

 

AYAT 40

فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَ الْمَغَارِبِ إِنَّا لَقَادِرُوْنَ.

70: 40. Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat, sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.

Tidak ada kekhususan mereka, tidak ada keistimewaan mereka, dan tidak ada dispensasi buat mereka. “Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat.” Bahkan untuk itu Allah bersumpah dengan menyebut al-masyāriq (timur-timur) dan al-maghārib (barat-barat). Padahal untuk menegaskan hal yang kecil-kecil seperti itu sumpah tidak diperlukan. Akan tetapi, demikian komentar Sayyid Quthb, isyarat dengan menyebut arah timur dan arah barat dalam bentuk jama‘ memberikan pengertian akan besarnya Sang Pencipta.

Allah memang Pencipta yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana. “Sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.” Maha Kuasa dalam berhendak dan berbuat. Maha Kuasa dalam menentukan, menetapkan, menciptakan, meniadakan, ataupun mengganti sesuatu dengan yang lain. Kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu peristiwa yang terjadi di tengah alam semesta. Allah-lah yang mempunyai sifat qudrah, yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Semua yang ada, ada dalam kewenangan Allah. Kehendak dan kekuasaan Allah itu adalah mutlak. Namun, kekuasaan Allah itu berjalan di atas Kemahatahuan dan Kemahabijaksaan-Nya. Kekuasaan Allah itu berjalan di atas ilmu dan kebijaksanaan-Nya. Ilmu-Nya yang mengatur perjalanan alam semesta dan kebijaksanaan-Nya yang meletakkan perjalanan kehidupan manusia. Sebagai dzāt Yang Wājib-ul-Wujūd Dialah yang menciptakan alam semesta menurut kehendak ilmu dan iradat-Nya.

 

AYAT 41

عَلَى أَنْ نُّبَدِّلَ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَ مَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَ.

70: 41. Untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.

Ayat ini mengisyaratkan sebuah ancaman terhadap kaum musyrik Quraisy. Mereka diancam karena telah meminta agar Allah menurunkan ‘adzab karena pendustaan mereka terhdap al-Qur’ān. Allah Maha Kuasa “untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka.” Mengganti dalam arti membuat mereka punah dari sejarah sampai tiada bekas. Kemudian Allah akan memunculkan bangsa yang lebih baik dari mereka sebagai pengganti bangsa yang punah tersebut.

Sudah berlalu fakta-fakta dalam sejarah kemanusiaan tentang kepunahan dan lenyapnya bangsa-bangsa yang mendurhaka itu. Al-Qur’ān menceritakan kisah berbagai bangsa tersebut telah punah, seperti bangsa Armenia yang ditimpa ‘adzab banjir, penduduk Sodom dan Gomorah yang dihapuskan dengan ‘adzab hujan batu yang mematikan, kaum ‘Ād dimusnahkan dengan badai pasir, dan kaum Tsamūd dimusnahkan dengan petir halilintar dan gempa yang sangat besar.

Apa sulitnya bagi Allah, yang Dia adalah Tuhan pemilik al-masyāriq dan al-maghārib, menciptakan sebuah generasi baru manusia? Kalau Allah sudah berkehendak tentang sesuatu Dia cukup berfirman kun, lalu sesuatu itu pun pasti terjadi, “dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.” Tidak ada satu eksistensi dan kekuatan mana pun di dalam alam semesta ini yang mampu mencegah, membatasi, ataupun menghentikan kehendak dan perbuatan Allah tersebut.

 

AYAT 42

فَذَرْهُمْ يَخُوْضُوْا وَ يَلْعَبُوْا حَتَّى يُلَاقُوْا يَوْمَهُمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ.

70: 42. Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka.

Kalau mereka tidak mau juga bertaubat dari kedurhakaan, biarkanlah. Atau mereka tidak mau menerima kebenaran wahyu yang disampaikan oleh Nabi Muḥammad, biarkanlah mereka dalam kelalaian dan terbenam dalam keterlenaan dalam kemewahan duniawi. “Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main.” Mereka tenggelam dalam kesesatan, bahkan memandang bahwa kesesatan itu sebagai jalan kebenaran.

Mereka mencapai suasana lalai dan bermain-main dalam kesombongan dan tidak menyadari sama sekali bahwa mereka sebenarnya sedang menuju kepada apa yang diancamkan oleh Allah. Berkali-kali Allah memperingatkan bahwa kelak akan datang hari pembalasan itu. Tanpa mereka sadari hari itu bertambah lama bertambah dekat, padahal hari tersebut sebenarnya sebuah ancaman. Karena pada hari itu sanksi dan ‘adzab Allah akan dijatuhkan sebagai balasan atas kedurhakaan mereka.

Mereka lalai dan terlena sehingga terperosok ke dalam permainan hidup dunia, “sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka.” Kehidupan dunia adalah permainan yang berlangsung hanya sebentar. Reguklah dan ni‘matilah kemegahan dan kemewahan dunia itu, perbuatlah apa yang kalian senangi dan sukai. Kalian akan dibiarkan sepuas-puasnya, sampai menjumpai hari yang sejak lama sudah diinformasikan pasti akan datang, yakni Hari Pembalasan.

 

AYAT 43

يَوْمَ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْأَجْدَاثِ سِرَاعًا كَأَنَّهُمْ إِلَى نُصُبٍ يُوْفِضُوْنَ.

70: 43. (yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).

Inilah Hari Kiamat yang semua manusia akan dibangkitkan dari kuburnya, “pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat.” Mereka bangkit dari kubur dan berjalan dengan cepat menuju Padang Maḥsyar, karena dihalau oleh para malaikat. Mereka akan mengalami perhitungan apa yang sudah diperbuat di dunia dan kelakuan mereka meminta ‘adzab diturunkan oleh Allah. Permintaan yang semata-mata karena ketidakpercayaan mereka terhadap al-Qur’ān sebagai wahyu dari Allah.

Bercepat-cepatnya mereka keluar dari kubur menuju padang Maḥsyar, “seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).” Orang-orang musyrik Makkah penyembah berhala bila hendak melakukan persembahan dan memohonkan permohonan, selalu berusaha bersegera dan pergi ke tempat penyembahan berhala dengan cepat. Tentu saja dengan harapan apa yang mereka minta dan mereka mohonkan itu segera dikabulkan.

Ketika di dunia, pergi menghadap berhala untuk melakukan persembahan dengan harapan dan keinginan yang besar. Untuk itu mereka berjalan dengan cepat membawa harapan dan keinginan yang besar itu. Tetapi sekarang mereka berjalan dengan cepat menuju ke tempat saat dilaksanakannya perhitungan, bukan dengan harapan dan keinginan yang besar, tetapi dengan perasaan kecut dan takut. Sebab, kepergian mereka adalah untuk menerima ‘adzab yang dahulu ketika di dunia mereka minta untuk diturunkan.

 

AYAT 44

خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذلِكَ الْيَوْمُ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ.

70: 44. Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.

Jika pada perjalanan cepat-cepat menuju berhala-berhala dengan muka yang tegak dan ceria karena mempunyai harapan dan keinginan, tetapi saat ini berjalan cepat-cepat menuju Padang Maḥsyar dengan muka tertunduk serta diliputi perasaan terhina. “Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan.” Bagaimana mampu mengangkat muka, bila seluruh perbuatan jahat sudah terlihat dengan jelas. Bagaimana bisa punya kebanggaan lagi, bila yang akan dijumpai adalah ‘adzab yang pedih sebagai balasan atas kedurhakaan mereka di dunia.

Dulu ketika hidup di dunia mereka sudah diperingatkan akan Hari Pembalasan ini. Berbagai berita tandzīr (berita peringatan) telah disampaikan kepada mereka. “Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.” Bahwa hari itu pasti datang. Tidak ada seorang pun yang bisa mengelak untuk bertemu dan berada pada hari itu. Mereka pasti akan sampai pada hari itu. Hari itu adalah sebuah kepastian yang tidak akan pernah berubah di saat orang-orang kafir memperoleh kehinaan mereka.

Dahulu mereka tenggelam dalam kesesatan dan bermain-main dengang dosa dan kemaksiatan, sekarang mereka berada dalam kesengsaraan dan kondisi terhina. Serasilah antara awal surah dengan akhirnya. Kedurhakaan orang-orang kafir meminta diturunkan ‘adzab di awal surah bertemu dengan akhir kesudahan perjalanan orang-orang kafir menemui Hari Pembalasan dengan sengsara dan terhina. Yakni sengsara dan terhina pada hari di mana ‘adzab akan dijatuhkan.

8. Natijah.

  1. Orang-orang kafir dengan penuh kesombongan dan kecongkakan meminta agar Allah menurunkan ‘adzab, kalau benar al-Qur’ān itu wahyu dari Allah. Mereka menantang kebenaran al-Qur’ān yang mereka katakan hanyalah karangan dan bikinan Muḥammad semata. Sebab, menurut logika yang mereka susun, bila Allah bisa menurunkan wahyu, tentulah bisa pula menurunkan ‘adzab seketika.
  2. ‘Adzab itu sebenarnya sudah diturunkan dengan apa yang mereka jumpai pada perang Badar. Orang-orang yang meminta agar ‘adzab diturunkan secepatnya itu, menemui ajal dalam peperangan tersebut. Namun, ‘adzab yang sesungguhnya adalah kelak di Hari Pembalasan. Yakni neraka Lazhā, yang ‘adzabnya bukan hanya sekadar membakar, tetapi yang membuat kulit kepala menjadi terkelupas.
  3. Manusia diciptakan mempunyai naluri selalu gelisah, tidak mengenal batas kepuasan dan punya keinginan yang meluap-luap. Naluri yang membuat manusia tidak mempunyai batas pemilikan. Ia selalu merasa kekurangan dan tidak pernah merasa cukup dalam hidup. Bila ditimpa kesusahan dia mengeluh, seakan dia saja yang merasakan hal itu. Sebaliknya, bila dia mendapat rezeki, maka dia menjadi kikir.
  4. Hanya orang-orang yang tetap mengerjakan shalat, meyakini bahwa dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), mempercayai Hari Pembalasan, takut terhadap sanksi dan ‘adzab dari Allah, memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, memelihara amanat dan janji, dan memberikan kesaksian secara jujur dan memelihara shalatnya.
  5. Kesudahan cerita orang-orang kafir adalah dibangkitkan dari kubur, lalu berjalan dengan cepat menuju Padang Maḥsyar untuk menerima perhitungan dari Hakim Yang Maha ‘Adil. Yakni perhitungan tentang apa yang sudah mereka perbuat di dunia, terutama perlakuan mereka meminta ‘adzab agar diturunkan secepatnya oleh Allah.

Allāhumma ya Allah, Engkau Tuhan Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kami tahu bahwa ‘adzab-Mu sangatlah pedih. Dengan ampunan dan kasih-sayangMu, jauhkanlah kami dari ‘adzab tersebut dan anugerahilah kami rahmat dan kasih-sayangMu. Kami sangat sadar bahwa tanpa rahmat dan kasih-sayangMu mustahil kami terampuni dari dosa dan kesalahan yang kami perbuat, mustahil kami terhindar dari sanksi dan ‘adzab-Mu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *