Surah al-Ma’arij 70 – Tafsir Khuluqun ‘Azhim (3/6)

Tafsir Khuluqun ‘Azhim
Budi Pekerti Agung

Oleh: Prof. M. Dr. Yunan Yusuf
 
Diterbitkan oleh: Penerbit Lentera Hati.
 
Tafsir JUZ TABARAK
Khuluqun ‘Azhīm

(BUDI PEKERTI AGUNG)

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir Khuluqun 'Azhim

4. Gambaran Lebih Lanjut tentang ‘Adzab.

كَلَّا إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِّلشَّوَى. تَدْعُوْا مَنْ أَدْبَرَ وَ تَوَلَّى. وَ جَمَعَ فَأَوْعَى.

70: 15. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak,
70: 16. Yang mengelupaskan kulit kepala,
70: 17. Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama).
70: 18. Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.

 

AYAT 15

كَلَّا إِنَّهَا لَظَى.

70: 15. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak.

Untaian ayat-ayat yang lalu menggambarkan ‘adzab yang akan diterima oleh orang-orang kafir serta upaya yang dilakukan oleh orang-orang kafir tersebut untuk melepaskan diri dari ‘adzab tersebut. Mereka mempersiapkan segala sesuatu yang mereka punyai, terutama teman karib, anak-anak, istri, saudara, sanak famili, dan bahkan seluruh mansuia di muka bumi sebagai tebusan, agar ‘adzab tersebut tidak diberlakukan. “Sekali-kali tidak dapat.” Tebusan di dunia tidak berlaku di akhirat. Balasan kedurhakaan tidak bisa diganti dengan apa pun.

Sudah jatuh ketetapan Allah, tempat yang layak bagi orang-orang yang durhaka itu adalah neraka Lazhā yang apinya bernyala-nyala, “sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak.” Manusia-manusia yang masuk ke dalam neraka Lazhā ini adalah mereka yang congkak dan sombong serta melecehkan informasi yang dibawa oleh nabi dan rasūl. Mereka dimasukkan ke dalam lautan api yang sangat dahsyat dan tingkat panas yang berlipat-lipat dari panas api yang ada di dunia.

Neraka itu disediakan bagi orang-orang yang mendurhaka kepada Allah. Bentuk kedurhakaan mereka itu adalah menentang dan menantang Allah agar sesegera mungkin menurunkan ‘adzab jika al-Qur’ān itu adalah sesuatu yang benar. Seakan-akan mereka hendak mengatakan, kenapa menurunkan al-Qur’ān bisa, sedangkan menurunkan ‘adzab tidak bisa. Padahal kedua-duanya berasal dari Allah. Ini memang bentuk kesombongan dan kecongkakan dari orang-orang pendurhaka.

 

AYAT 16

نَزَّاعَةً لِّلشَّوَى.

70: 16. Yang mengelupaskan kulit kepala.

Api neraka Lazhā itu bukan hanya sekadar membakar, tetapi “yang mengelupaskan kulit kepala.” Neraka Lazhā digambarkan seolah makhluk hidup yang dengan ganasnya membakar dan menguliti kulit kepala para pendurhaka tersebut. Seolah-olah neraka itu melakukan penyiksaan atas kemauan sendiri dengan cara yang sangat ganas dan menyeramkan. Tidak ada seorangpun yang bisa lepas dan selamat dari penyiksaan itu. Juga tidak ada tebusan yang dapat menggantikan ‘adzab tersebut.

Betapa tidak, manusia yang masuk ke dalam neraka Lazhā ini adalah manusia-manusia yang bukan saja kafir kepada Allah dan rasūl, tetapi juga sombong dan congkak. Orang-orang yang merasa lebih terhormat dari Nabi Muḥammad yang membawa berita wahyu dari Allah s.w.t. Mereka merasa lebih tinggi, pintar, dan pandai dari Nabi Muḥammad s.a.w. yang diakui sebagai seorang rasūl yang ummi. Seorang rasūl yang tidak tahu membaca dan menulis, sehingga apa yang dia sampaikan bukanlah hasil dari rekayasa diri beliau sendiri.

Bayangkan ada orang yang menantang Allah agar segera menurunkan ‘adzab hujan batu. Logika dari tantangan ini adalah bahwa apa yang diinformasikan oleh al-Qur’ān itu hanyalah omong-kosong dan kebohongan belaka. Informasi yang disajikan oleh al-Qur’ān itu bukanlah hal yang sebenarnya. Informasi al-Qur’ān itu hanya sekadar pelipur lara saja untuk meninabobokan orang-orang miskin dan tertindas agar jangan berontak. Pokoknya, mereka mendustakan ayat-ayat al-Qur’ān.

 

AYAT 17

تَدْعُوْا مَنْ أَدْبَرَ وَ تَوَلَّى.

70: 17. Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama).

Neraka Lazhā itu adalah neraka, “yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling.” Lagi-lagi ini adalah ungkapan simbolis yang sangat indah. Sebuah ungkapan semacam personifikasi dari neraka yang secara bahasa adalah kata benda yang menunjukkan tempat. Al-Qur’ān mempergunakan kata tad‘u yang secara harfiah berarti memanggil atau mengundang, seolah-olah neraka adalah person/seseorang. Person ini memanggil atau mengundang orang-orang untuk datang kepadanya memenuhi panggilannya.

Bisa jadi yang memanggil itu secara hakiki adalah para penjaga neraka, yakni malaikat-malaikat para penjaga neraka Lazhā tersebut. Panggilan dalam konteks ini bukan lagi panggilan lemah-lembut, tetapi hardikan dan sergahan untuk masuk ke dalam neraka. Seseorang yang telah divonis bersalah, tidak dipanggil dan tidak diundang lagi, tetapi dipaksa dan diseret untuk masuk penjara. Demikian pula para pendurhaka dan pendusta wahyu Allah dipaksa dan diseret masuk ke dalam neraka Lazhā.

Atau secara majazi neraka yang mengundang untuk menghadiri jamuan yang disediakannya untuk dicicipi. Ini jelas merupakan ejekan dan pelecehan terhadap orang-orang kafir yang menolak kebenaran al-Qur’ān. Mencicipi hidangan yang disuguhkan di neraka adalah siksa dari ‘adzab itu sendiri. Para pendurhaka itu disuruh mencicipi siksaan neraka yang ‘adzabnya sangat pedih. Artinya mereka dipaksa menerima dan merasakan siksaan neraka yang apinya menyala-nyala.

 

AYAT 18

وَ جَمَعَ فَأَوْعَى.

70: 18. Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.

Undangan neraka Lazhā itu bukan hanya ditujukan kepada orang-orang yang berpaling dari ajaran kebenaran dan yang membelakanginya, tetapi juga orang-orang yang tidak mau membelanjakan harta yang dimilikinya di jalan Allah. “Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.” Yakni orang-orang yang telah dikarunia oleh Allah harta yang berlimpah, tetapi tidak mau sedikit pun menafkahkannya untuk keperluan orang-orang miskin dan anak yatim.

Kemiskinan adalah musuh agama yang menciptakan kerusakan di tengah masyarakat. Kemiskinan merupakan penyebab dari berbagai kejahatan yang timbul di masyarakat. Disebabkan kemiskinan seseorang bisa mencuri. Disebabkan kemiskinan seseorang bisa melakukan kebohongan-kebohongan dalam jual-beli, apakah jual-beli itu dalam sekali ataupun dalam skala yang lebih besar.

Agama Islam, sesuai dengan namanya, hendak menciptakan kedamaian dan kesejahteraan. Maka hal-hal yang membawa kepada terganggunya kedamaian dan kesejahteraan itu haruslah dilawan dan dibasmi. Maka salah satu jalan melawan dan membasmi kemiskinan itu adalah dengan menginfaqkan sebagian dari harta yang dimiliki. Oleh sebab itu, orang yang menahan harta sehingga tidak menafkahkannya merupakan musuh Islam dan dipandang sebagai pendurhaka.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *