Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa hari tersebut merupakan hari yang memisahkan antara dunia dan akhirat, tetapi pendapat ini gharīb sekali.
Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aḥmad ibnu Muḥammad ibnu Yaḥyā ibnu Sa‘īd al-Qaththān, telah menceritakan kepada kami Bahlūl ibn-ul-Muwarraq, telah menceritakan kepada kami Mūsā ibnu ‘Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Muḥammad ibnu Ka‘b sehubungan dengan firman-Nya:
فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (al-Ma‘ārij [70]: 4).
Bahwa hari tersebut adalah hari yang memisahkan antara dunia dan akhirat.
Pendapat yang keempat mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah hari kiamat. Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aḥmad ibnu Sinān al-Wāsithī, telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Mahdī, dari Isrā’īl, dari Sammāk, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:
فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (al-Ma‘ārij [70]: 4).
Yaitu hari kiamat. Sanadnya shaḥīḥ. Ats-Tsaurī telah meriwayatkan dari Sammāk ibnu Ḥarb, dari ‘Ikrimah sehubungan dengan firman-Nya:
فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (al-Ma‘ārij [70]: 4).
Maksudnya, hari kiamat. Hal yang sama telah dikatakan oleh adh-Dhaḥḥāk dan Ibnu Zaid. ‘Alī ibnu Abī Thalḥah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:
تَعْرُجُ الْمَلآئِكَةُ وَ الرُّوْحُ إِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“Malaikat-malaikat dan Jibrīl naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (al-Ma‘ārij [70]: 4).
Yakni hari kiamat. Allah s.w.t. telah menjadikannya selama itu bagi orang-orang kafir, yaitu lima puluh ribu tahun. Hal yang semakna telah disebutkan pula oleh hadits-hadits yang menerangkannya. Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami al-Ḥasan ibnu Mūsā, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahī‘ah, telah menceritakan kepada kami Darrāj, dari Abul-Haitsam, dari Abū Sa‘īd yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasūlullāh s.a.w.:
فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (al-Ma‘ārij [70]: 4).
Bahwa alangkah panjangnya hari tersebut. Maka Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّهُ لَيُخَفِّفُ عَلَى الْمَؤْمِنِ حَتَّى يَكُوْنَ أَخَفَّ عَلَيْهِ مِنْ صَلَاةٍ مَكْتُوْبَةٍ يُصَلِّيْهَا فِي الدُّنْيَا.
“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya hari itu benar-benar diringankan bagi orang mu’min, sehingga jaraknya lebih cepat daripada suatu shalat fardhu yang pernah dikerjakannya di dunia.”
Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Yūnus, dari Ibnu Wahb, dari ‘Amr ibn-ul-Ḥārits, dari Darrāj dengan sanad yang sama. Hanya Darrāj dan gurunya (yaitu Abul-Haitsam) kedua-duanya berpredikat dha‘īf, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Ja‘far, telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, dari Qatādah, dari Abū ‘Umar al-‘Adānī yang menceritakan bahwa ketika ia berada bersama Abū Hurairah r.a., tiba-tiba lewatlah seorang lelaki dari kalangan Bani ‘Āmir ibnu Sa‘sa‘ah. Maka dikatakan kepada Abū Hurairah: “Ini adalah seorang ‘Amirī yang paling banyak hartanya.” Maka Abū Hurairah berkata: “Panggillah dia agar menghadap kepadaku!” Lalu Abū Hurairah berkata kepadanya: “Menurut berita yang sampai kepadaku, engkau ini adalah seorang yang banyak memiliki harta.” Lelaki dari Bani ‘Āmir menjawab: “Benar, demi Allah, sesungguhnya aku memiliki seratus ekor unta berbulu merah, dan seratus ekor unta lainnya yang berbulu kelabu,” hingga ia menyebutkan berbagai warna unta lainnya, dan sejumlah banyak budak yang beraneka ragam serta ternak kuda yang banyak.
Maka Abū Hurairah berkata: “Hati-hatilah kamu terhadap teracak unta dan teracak ternak lainnya.” Abū Hurairah mengulang-ulang perkataannya ini sehingga roman muka lelaki Bani ‘Āmir itu berubah. Maka lelaki itu bertanya: “Hai Abū Hurairah, mengapa demikian?” Abū Hurairah menjawab, bahwa ia telah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Barang siapa yang mempunyai ternak unta, lalu ia tidak menunaikan hak yang ada pada ternak untanya itu ketika masa kering dan suburnya.” Kami bertanya: “Wahai Rasūlullāh s.a.w., apakah yang dimaksud dengan masa kering dan masa suburnya?” Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
فِيْ عُسْرِهَا وَ يُسْرِهَا، فَإِنَّهَا تَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَغَذِّ مَا كَانَتْ، وَ أَكْثَرِهِ وَ أَسْمَنِهِ وَ آشَرِهِ، حَتَّى يُبْطَحَ لَهَا بِقَاعِ قَرْقَرٍ، فَتَطَؤُهُ بِأَخْفَافِهَا، فَإِذَا جَاوَزَتُهُ أُخْرَاهَا، أُعِيْدَتْ عَلَيْهِ أُوْلَاهَا، فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفِ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ، فَيُرَى سَبِيْلُهُ، وَ إِذَا كَانَتْ لَهُ بَقَرٌ لَا يُعْطِيْ حَقَّهَا فِيْ نَجْدَتِهَا وَ رِسْلِهَا، فَإِنَّهَا تَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَغَذِّ مَا كَانَتْ، وَ أَكْثَرِهِ وَ أَسْمَنِهِ وَ آشَرِهِ، حَتَّى يُبْطَحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ، فَتَطَؤُهُ كُلُّ ذَاتِ ظِلْفِ بِظِلْفِهَا، وَ تَنْطَحُهُ كُلُّ ذَاتِ قَرْنٍ بِقَرْنِهَا، لَيْسَ فِيْهَا عَقْصَاءَ وَ لَا عَضْبَاءَ، إِذَا جَاوَزَتْهُ أُخْرَاهَا، أُعِيْدَتْ عَلَيْهِ أُوْلَاهَا فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ، فَيُرَى سَبِيْلُهُ، وَ إِذَا كَانَتْ لَهُ غَنَمٌ، لَا يُعْطِيْ حَقَّهَا فِيْ نَجْدَتِهَا وَ رِسْلِهَا، فَإِنَّهَا تَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَغَذِّ مَا كَانَتْ وَ أَكْثَرِهِ وَ أَسْمَنِهِ وَ آشَرِهِ، حَتَّى يُبْطَحَ لَهَا بِقَاعٍ قَرْقَرٍ، فَتَطَؤُهُ كُلُّ ذَاتِ ظِلْفِ بِظِلْفِهَا، وَ تَنْطَحُهُ كُلُّ ذَاتِ قَرْنٍ بِقَرْنِهَا، لَيْسَ فِيْهَا عَقْصَاءَ وَ لَا عَضْبَاءَ، إِذَا جَاوَزَتْهُ أُخْرَاهَا، أُعِيْدَتْ عَلَيْهِ أُوْلَاهَا، فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ، فَيُرَى سَبِيْلُهُ. “
“Dalam keadaan mudah dan sulitnya. Karena sesungguhnya ternak unta itu akan datang di hari kiamat dalam keadaan paling subur lagi paling banyak, dan paling gemuk lagi paling galak, hingga bilangan mereka memenuhi lembah yang luas. Lalu ternak unta itu menginjak-injak dia dengan teracaknya. Apabila gelombang yang terakhir telah melewatinya, maka dimulai lagi dengan gelombang yang pertamanya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun, hingga peradilan di antara manusia telah diselesaikan, lalu diperlihatkan kepadanya jalan yang akan ditempuhnya. Dan apabila ia mempunyai ternak sapi yang tidak ia tunaikan haknya di masa mudah dan masa sulitnya, maka ternak sapinya itu akan datang di hari kiamat dalam keadaan paling subur lagi banyak jumlahnya, dan paling gemuk lagi paling galak, hingga jumlahnya memenuhi lembah yang luas. Lalu ternak sapi itu menginjak-injaknya dengan kaki mereka dan bagi sapi yang bertanduk menandukinya dengan tanduknya, tiada seekor pun darinya yang tanduknya melengkung ke belakang dan tiada pula yang patah tanduknya. Apabila gelombang yang terakhir telah melewatinya, maka dikembalikan lagi kepadanya gelombang pertama dalam suatu hari yang kadarnya lima puluh ribu tahun, hingga peradilan di antara manusia telah diselesaikan, lalu diperlihatkan kepadanya jalan yang akan ditempuhnya. Dan apabila dia mempunyai ternak kambing yang tidak ia tunaikan haknya, maka kelak di hari kiamat ternak kambingnya itu datang dalam keadaan paling subur, paling gemuk dan paling galak, hingga jumlahnya memenuhi lembah yang luas. Lalu masing-masing kambing menginjak-injaknya dengan kaki mereka dan bagi kambing yang bertanduk menandukinya dengan tanduknya, tiada seekor pun darinya yang bertanduk melengkung ke belakang dan tiada pula yang patah tanduknya. Apabila gelombang yang terakhir telah melaluinya, maka dikembalikan lagi kepadanya gelombang yang pertama dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. Hingga peradilan di antara manusia diselesaikan, lalu diperlihatkan kepadanya jalan yang akan ditempuhnya.”
Maka Al-‘Āmirī bertanya: “Wahai Abū Hurairah, apakah hak ternak unta itu?” Abū Hurairah menjawab: “Hendaknya engkau memberikan unta yang baik, dan menyedekahkan unta yang deras air susunya, dan yang punggungnya tidak dikendarai, dan hendaknya engkau memberi minum ternak unta serta memacekkan pejantannya.”
Imām Abū Dāūd meriwayatkan hadits ini melalui Syu‘bah dan Imām Nasā’ī melalui Sa‘īd ibnu Abī ‘Arūbah, keduanya dari Qatādah dengan sanad yang sama.
Jalur lain. Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Kāmil, telah mencerita kepada kami Ḥammād, dari Sahl ibnu Abī Shāliḥ, dari ayahnya, dari Abū Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:
مَا مِنْ صَاحِبٍ كَنْزٍ لَا يُؤَدِّيْ حَقَّهُ إِلَّا جُعِلَ صَفَائِحَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَ جَنْبُهُ وَ ظَهْرُهُ حَتَّى يَحْكُمَ اللهُ بَيْنَ عِبَادِهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّوْنَ ثُمَّ يُرَى سَبِيْلُهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَ إِمَّا إِلَى النَّارِ.
“Tidaklah seseorang memiliki harta simpanan yang tidak ia tunaikan hak (zakat)-nya, melainkan hartanya itu akan dijadikan lempengan-lempengan yang dipanggang di neraka Jahannam, lalu disetrikakan pada kening, lambung, dan punggungnya, hingga Allah menyelesaikan keputusan (peradilan)-Nya di antara hamba-hambaNya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun menurut perhitungan kalian. Kemudian ia melihat jalan yang akan ditempuhnya, adakalanya ke surga dan adakalanya ke neraka.”
Hadits selanjutnya menyebutkan perihal ternak kambing dan ternak unta, seperti hadits yang di atas. Dan dalam riwayat ini disebutkan:
الْخَيْلُ لِثَلَاثَةٍ لِرَجُلٍ أَجْرٌ وَ لِرَجُلٍ سَتْرٌ وَ عَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ.
“Kuda itu mempunyai tiga akibat, adakalanya bagi seseorang membawa pahala, adakalanya bagi seseorang menjadi penutup, dan adakalanya bagi seseorang mengakibatkan dosa.”
hingga akhir hadits. Imām Muslim meriwayatkannya secara munfarid tanpa Imām Bukhārī di dalam kitab shaḥīḥnya dengan lengkap melalui hadits Suhail, dari ayahnya, dari Abū Hurairah. Dan untuk perincian jalur-jalur dan lafazh-lafazh hadits ini terdapat di dalam kitab zakat dari ilmu fiqih. Tujuan utama pengemukaan hadits ini dalam tafsir ini ialah karena di dalam hadits terdapat kalimat yang mengatakan:
حَتَّى يَحْكُمَ اللهُ بَيْنَ عِبَادِهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“Hingga Allah menyelesaikan keputusan (peradilan)-Nya di antara hamba-hambaNya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Ibnu Jarīr telah meriwayatkan dari Ya‘qūb, dari Ibnu ‘Aliyyah dan ‘Abd-ul-Wahhāb, dari Ayyūb, dari Ibnu Abī Mulaikah yang mengatakan bahwa pernah seseorang bertanya kepada Ibnu ‘Abbās tentang makna firman Allah s.w.t.:
فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
“dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (al-Ma‘ārij [70]: 4).
Maka Ibnu ‘Abbās menjawab: “Tiada suatu hari yang kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun.” Lelaki itu merasa direndahkan, lalu ia berkata: “Sesungguhnya aku bertanya kepadamu tiada lain agar engkau menceritakan hadits yang menerangkannya.” Maka Ibnu ‘Abbās menjawab: “Keduanya (hari dunia dan hari akhirat) adalah kedua jenis hari yang disebutkan oleh Allah s.w.t. Allah lebih mengetahui tentang keduanya, dan aku tidak suka bila mengatakan tentang Kitābullāh dengan hal yang tidak kuketahui.”
Firman Allah s.w.t.:
فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيْلًا.
“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” (al-Ma‘ārij [70]: 5).
Yakni sabarlah engkau, hai Muḥammad, dalam menghadapi kaummu yang mendustakanmu dan permintaan mereka yang mendesak agar diturunkan ‘adzab yang engkau ancamkan terhadap mereka, sebagai ungkapan rasa tidak percaya mereka dengan adanya ‘adzab itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِهَا وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مُشْفِقُوْنَ مِنْهَا وَ يَعْلَمُوْنَ
“Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi).” (Asy-Syūrā [42]: 18).
Karena itulah dalam firman berikutnya dari surat ini disebutkan:
إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيْدًا.
“Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil).” (al-Ma‘ārij [70]: 6).
Yaitu kejadian ‘adzab itu mustahil, orang-orang kafir menganggap bahwa hari kiamat itu mustahil terjadinya.
وَ نَرَاهُ قَرِيْبًا.
“Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).” (al-Ma‘ārij [70]: 7).
Orang-orang yang beriman meyakini bahwa hari kiamat itu sudah dekat, sekalipun mereka tidak mengetahui kapan kejadiannya, karena hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Akan tetapi, sesuatu yang pasti terjadi dapat diungkapkan dengan kata sudah dekat, mengingat kejadiannya merupakan suatu kepastian yang tidak dapat dielakkan lagi.