Firman Allah:
فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَ الْمَغَارِبِ إِنَّا لَقَادِرُوْنَ. عَلَى أَنْ نُّبَدِّلَ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَ مَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَ.
70: 40. Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki Timur dan Barat, sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa,
70: 41. untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.
(Qs. al-Ma‘ārij [70]: 40-41).
Firman Allah ta‘ālā: (فَلَا أُقْسِمُ) “Maka Aku bersumpah,” yakni Aku bersumpah. Lafazh (لَا) (yang terdapat pada firman Allah: فَلَا) adalah shillah.
(بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَ الْمَغَارِبِ) “Dengan Tuhan yang memiliki Timur dan Barat,” yakni tempat terbit dan tenggelamnya matahari. Pembahasan mengenai hal ini telah dijelaskan pada pembahasan terdahulu.
Abū Ḥaiwah, Ibnu Muḥaishin dan Ḥumaid membaca firman Allah itu dengan: (بِرَبِّ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ) yakni dengan menggunakan kata yang berbentuk tunggal.
Firman Allah ta‘ālā: (إِنَّا لَقَادِرُوْنَ. عَلَى أَنْ نُّبَدِّلَ خَيْرًا مِّنْهُمْ) “sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa, untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka.” Allah berfirman: “Kami kuasa untuk membinasakan dan menghilangkan mereka serta menggantikan mereka dengan yang lebih baik dari mereka dalam keutamaannya, ketaatan, dan hartanya.
(وَ مَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَ.) “dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.” Maksudnya, tidak ada sesuatu pun yang tidak Kami mampu dan tidak ada suatu perkara pun yang Kami kehendaki yang tidak dapat Kami lakukan.
Firman Allah:
فَذَرْهُمْ يَخُوْضُوْا وَ يَلْعَبُوْا حَتَّى يُلَاقُوْا يَوْمَهُمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ.
70: 42. Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka.
(Qs. al-Ma‘ārij [70]: 42).
Maksudnya, biarkanlah mereka tenggelam dalam kebatilan mereka dan bermain-main di dunia mereka, sebagai sebuah ancaman, dan sibukkanlah dirimu dengan apa yang diperintahkan kepadamu, serta janganlah kemusyrikan mereka memberatkanmu. Sebab bagi mereka ada suatu hari di mana mereka akan menemui apa yang diancamkan kepada mereka.
Ibnu Muḥaishin, Mujāhid dan Ḥumaid membaca firman Allah itu dengan: (حَتَّى يَلْقُوْا يَوْمَهُمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ.).
Ayat ini telah dinasakh oleh ayat pedang (ayat yang menganjurkan untuk memerangi orang-orang kafir yang terdapat dalam surah at-Taubah).
Firman Allah:
يَوْمَ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْأَجْدَاثِ سِرَاعًا كَأَنَّهُمْ إِلَى نُصُبٍ يُوْفِضُوْنَ.
70: 43. (Yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).
(Qs. al-Ma‘ārij [70]: 43).
Lafazh (يَوْمَ) adalah badal dari lafazh (يَوْمَهُمُ) yang terdapat pada ayat sebelumnya.
Qirā’ah mayoritas ‘ulamā’ adalah (يَخْرُجُوْنَ), dengan fatḥah huruf yā’ dan dhammah huruf rā’, yakni dengan bentuk fi‘il yang disebutkan fā‘il-nya.
Sementara as-Sulamī, al-Mughīrah dan al-A‘syā dari ‘Āshim membaca firman Allah itu dengan (يُخْرَجُوْنَ), dengan dhammah huruf yā’ dan fatḥah huruf rā’, yakni dengan bentuk fi‘il yang tidak disebutkan fā‘il-nya. (1621).
(الْأَجْدَاثِ) adalah kuburan. Bentuk tunggalnya adalah (جَدَثٌ). Hal ini sudah dijelaskan pada tafsir surah Yāsīn. (1632).
(سِرَاعًا) “dengan cepat”, ketika mereka mendengar tiupan sangkakala yang terakhir untuk menjawab sang penyeru. Lafazh (سِرَاعًا) di-nashab-kan karena menjadi ḥāl (menunjukkan kondisi).
Firman Allah ta‘ālā: (كَأَنَّهُمْ إِلَى نُصُبٍ يُوْفِضُوْنَ.) “Seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia)” Qirā’ah mayoritas ‘ulamā’ adalah fatḥah huruf nūn dan jazm huruf shād (نَصْبٍ). (1643) Sementara Ibnu ‘Āmir dan Ḥafsh membaca firman Allah itu dengan dhammah huruf nūn dan shād (نُصُبٍ).
Di lain pihak, ‘Amru bin Maimūn, Abū Rajā’ dan yang lainnya, membaca firman Allah itu dengan dhammah huruf nūn dan sukūn huruf shād (نُصْبٍ) (1654). An-Nashb dan an-nushb adalah dua dialek, seperti adh-dha‘f dan adh-dhu‘f.
Al-Jauharī berkata: “An-nashb adalah sesuatu (berhala) yang ditegakkan kemudian disembah selain dari Allah. Demikian pula dengan an-nushb. Terkadang huruf shād pada lafazh an-nushb itu diberikan harakat (sehingga dibaca an-nushub).
Al-A‘syā berkata:
وَ ذَا النُّصُبِ الْمَنْصُوْبَ لَا تَنْسُكَنَّهُ | لِعَافِيَةَ وَ اللهَ رَبَّكَ فَاعْبُدَا. |
“Dan kepada berhala yang ditegakkan ini, janganlah sekali-kali engkau menyembahnya,
karena perlindungan(nya). Dan kepada Allah Tuhanmu, sembahlah (Dia) sebenar-benarnya.”
Maksudnya (فَاعْبُدَنَّ) “sembahlah dengan sebenar-benarnya”, kemudian dia me-waqaf-kan syair dengan huruf alif, sebagaimana engkau berkata: Ra’aitu Zaidan (aku melihat Zaid). Bentuk jama‘ an-nushub adalah (الْأَنْصَابُ). Makna ucapan al-A‘syā: (وَ ذَا النُّصُبِ) adalah janganlah (engkau menyembah) berhala ini. An-nushub juga berarti keburukan dan bencana. Contohnya adalah firman Allah ta‘ālā: (أَنِّيْ مَسَّنِيَ الشَّيْطَانِ بِنُصْبٍ وَ عَذَابٍ) “Sesungguhnya aku diganggu syaithan dengan kepayahan dan siksaan.” (Qs. Shād [38]: 41).
Al-Akhfasy dan al-Farrā’ mengatakan, an-nushub adalah jama‘ dari an-nashb, seperti rahnun menjadi ruhunun, dan al-anshāb adalah jama‘ dari an-nushub. Dengan demikian, al-anshāb adalah jama‘ dari jama‘. Menurut satu pendapat, an-nushub dan al-anshāb itu sama.
Menurut pendapat yang lain, an-nushub adalah jama‘ dari nishāb, yaitu batu atau berhala yang untuknya dilakukan penyembelihan. Contohnya adalah firman Allah ta‘ālā: (وَ مَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ) “Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (Qs. al-Mā’idah [5]: 3).
Menurut pendapat yang lain, an-nashb, an-nushb dan an-nushub itu mengandung makna yang sama, sebagaimana dikatakan: ‘Amr, ‘Umr, dan ‘Umur. Demikianlah yang dikatakan an-Naḥḥās.
Ibnu ‘Abbās berkata: Ilā nashbi, yakni ke puncak, yaitu sesuatu yang kepadanyalah engkau menetapkan pandanganmu.”
Al-Kalbī berkata: “Kepada sesuatu yang ditegakkan, baik tanda atau pun bendera.”
Al-Ḥasan berkata: “Apabila matahari telah terbit, maka mereka berpagi-pagi menuju berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah, di mana yang duluan tidak memalingkan wajahnya kepada yang belakangan.”
Firman Allah ta‘ālā: (يُوْفِضُوْنَ.) yakni bersegera/cepat-cepat. Sebab al-īfādh adalah menyegerakan.
Laits berkata: “(Dikatakan): wafadht-ul-ibila tafīdhu wafdhan “aku mempercepat unta maka ia pun menjadi cepat”, dan aufadhahā shāḥibuhā “pemiliknya mempercepatnya”. Dengan demikian, kata al-īfādh itu muta‘ad (transitif), sedangkan “kata al-īfādh/يُوْفِضُوْنَ) dalam ayat ini lāzim (intransitif). Dikatakan: wafadha auafadha istaufadha, yakni bersegera/mempercepat.”
Firman Allah:
خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذلِكَ الْيَوْمُ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ.
70: 44. Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.
(Qs. al-Ma‘ārij [70]: 44).
Firman Allah ta‘ālā: (خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ) “Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya,” yakni merendahkan lagi menundukkannya. Mereka tidak berani mengangkat pandangannya karena mereka telah menduga bahwa mereka akan mendapatkan ‘adzab dari Allah.
(تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ) yakni diliputi kehinaan. Qatādah berkata: “Yaitu hitamnya wajah.” Ar-rahaq adalah al-ghasyyān (tutupan/liputan). Contohnya adalah: ghulāmun murāhiqun “anak yang ditutupi/diliputi: anak yang baru puber”, jika dia sudah mengalami mimpi. Dikatakan: Rahiqahū yarhaquhū rahqan, yakni meliputinya. Contohnya adalah firman Allah ta‘ālā: (وَ لَا يَرْهَقُ وُجُوْهُهُمْ قَتَرٌ وَ لَا ذِلَّةٌ) “Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan.” (Qs. Yūnus [10]: 26).
Firman Allah ta‘ālā: (ذلِكَ الْيَوْمُ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ.) “Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.” Yakni, dijanjikan kepada mereka di dunia, bahwa mereka akan mendapatkan ‘adzab pada hari itu. Allah mengemukakan berita dengan kalimat yang menunjukkan kepada masa lampau atau telah terjadi (padahal peristiwa itu belum terjadi), karena apa yang Allah janjikan itu pasti dan akan terjadi.