Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir al-Qurthubi (2/7)

Dari Buku:
Tafsir al-Qurthubi
(Jilid 20 – Juz ‘Amma)
Oleh: Syaikh Imam al-Qurthubi
(Judul Asli: al-Jāmi‘-ul-Aḥkām-ul-Qur’ān)

Penerjemah: Dudi Rosyadi dan Faturrahman
Penerbit PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir al-Qurthubi

Menurut satu pendapat, makna (ذِي الْمَعَارِجِ) dzil-ma‘ārij adalah yang mempunyai keagungan dan ketinggian.

Mujāhid berkata: (الْمَعَارِجِ) adalah tangga-tangga ke langit.”

Menurut satu pendapat: (الْمَعَارِجِ) adalah tangga-tangga para malaikat. Sebab malaikat naik ke langit, lalu Allah menyifati Dzāt-Nya dengan sifat itu.

Menurut pendapat yang lain: (الْمَعَارِجِ) adalah ruangan-ruangan. Maksudnya, Allah adalah yang Maha Memiliki ruangan-ruangan. Maksudnya, Allah menciptakan ruangan-ruangan di dalam surga untuk para kekasih-Nya.

‘Abdullāh membaca firman Allah itu dengan (ذِي الْمَعَارِجِ), yakni dangan huruf yā’. Dikatakan: mi‘rajun dan ma‘rājun, ma‘ārijun dan ma‘ārījun, seperti miftāḥun dan mafātīḥun. (الْمَعَارِجِ) adalah tangga. Contohnya adalah firman Allah ta‘ālā: (وَ مَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُوْنَ) “Dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya.” (Qs. az-Zukhruf [43]: 33).

Firman Allah ta‘ālā: (تَعْرُجُ الْمَلآئِكَةُ وَ الرُّوْحُ) “Malaikat-malaikat dan Jibrīl naik” yakni naik melalui tangga yang telah Allah ciptakan bagi mereka.

Ibnu Mas‘ūd dan para sahabatnya, as-Sulamī dan al-Kisā’ī membaca firman Allah itu dengan: (يَعْرُجُ), yakni dengan menggunakan huruf yā’, karena menghendaki semua orang (para malaikat dan Jibrīl). (1431) Juga karena sabda Rasūlullāh s.a.w.: “Jadikanlah oleh kalian malaikat sebagai laki-laki, dan jangan jadikan mereka sebagai perempuan.” Adapun yang lain, mereka membaca firman Allah itu dengan huruf tā’ (تَعْرُجُ) karena menghendaki semua orang.

(الرُّوْحُ) adalah malaikat Jibrīl a.s. Demikianlah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbās. Dalilnya adalah firman Allah ta‘ālā: (نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ الْأَمِيْنُ) “Dia dibawa turun oleh ar-Rūḥ-ul-Amīn (Jibrīl).” (Qs. asy-Syu‘arā’ [26]: 193).

Menurut satu pendapat (الرُّوْحُ) adalah malaikat yang lain, yang besar fosturnya. Abū Shāliḥ berkata: (الرُّوْحُ) adalah salah satu makhluk Allah yang rupanya seperti manusia, namun dia bukanlah manusia.”

Qabīshah bin Dzu‘aib berkata: (الرُّوْحُ) adalah ruh orang yang meninggal dunia saat dicabut nyawanya.”

Firman Allah ta‘ālā: (إِلَيْهِ), maksudnya ke tempat yang merupakan tempat mereka, dan tempat ini berada di langit. Sebab langit adalah tempat kebaikan dan penghormatan dari Allah.

Menurut satu pendapat, firman Allah (إِلَيْهِ) itu seperti ucapan Ibrāhīm: (إِنِّيْ ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّيْ) “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku.” (Qs. ash-Shāffāt [37]: 99), yakni ke tempat yang telah Allah perintahkan padaku.

Menurut pendapat yang lain, makna (إِلَيْهِ) adalah ke ‘Arsy-Nya.

Firman Allah: (فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.) “Dalam sehari yang kadarnya 50.000 (lima puluh ribu) tahun.

Wahb, al-Kalbī, dan Muḥammad bin Isḥāq mengatakan, yang dimaksud oleh firman Allah itu adalah: naiknya malaikat ke tempat mereka itu – jika selain mereka naik ke tempat itu – berlangsung dalam waktu yang kadarnya 50.000 tahun.”

Wahb juga berkata: “Jarak di antara bumi yang paling bawah ke ‘Arsy adalah perlajanan 50.000 tahun.” Pendapat ini pun merupakan pendapat Mujāhid.

Mujāhid menyatukan ayat ini dan firman Allah: (فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ.) “Dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun,” (Qs. as-Sajdah [32]: 5) yang terdapat dalam surah as-Sajdah. Mujāhid berkata: (Allah berfirman): (فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.) “Dalam sehari yang kadarnya 50.000 (lima puluh ribu) tahun,” yakni dari dasar bumi yang paling bawah ke langit yang paling atas adalah 50.000 tahun. Adapun firman Allah ta‘ālā yang terdapat dalam surah as-Sajdah , yaitu: (فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ.) “Dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun,” (Qs. as-Sajdah [32]: 5), maksudnya adalah turunnya perintah dari langit dunia ke bumi dan dari bumi ke langit lagi (turun-naik) adalah dalam satu hari. Itulah kadar seribu tahun. Sebab jarak dari langit ke bumi adalah perjalanan 500 tahun.

Dari Mujāhid juga, al-Ḥakam dan ‘Ikrimah diriwayatkan: 50.000 tahun itu adalah umur dunia. Maksudnya, umur dunia sejak pertama kali diciptakan sampai umur yang masi tersisa adalah 50.000 tahun. Tak seorang pun tahu berapakah umur dunia yang sudah dilewati dan berapakah yang masih tersisa kecuali hanya Allah ‘azza wa jalla.

Menurut pendapat yang lain, itu adalah hari kiamat. Maksudnya, kadar pemberian putusan pada hari kiamat itu, seandainya ditangani oleh makhluk, adalah selama 50.000 tahun. Demikianlah pendapat yang juga dikatakan oleh ‘Ikrimah, al-Kalbī, dan Muḥammad bin Ka‘ab. Allah ta‘ālā berfirman: “Aku dapat menyeselesaikannya dalam sesaat.”

Al-Ḥasan berkata: “Itu adalah hari kiamat, akan tetapi hari kiamat itu tiada batasnya. Dengan demikian, yang dimaksud adalah penjelasan tentang tempat mereka untuk dihisab. Peristiwa hisab itu berlangsung selama 50.000 tahun umur dunia. Setelah itu, ditetapkanlah penghuni kedua tempat (surga dan neraka) di kedua tempat tersebut.”

Yaman berkata: “Itu adalah hari kiamat. Pada hari kiamat itu terdapat lima puluh tempat, yang masing-masing tempat memakan waktu seribu tahun.”

Ibnu ‘Abbās berkata: “Itu adalah hari kiamat. Allah menjadikannya bagi orang-orang kafir dengan kadar 50.000 tahun. Setelah itu mereka masuk ke dalam neraka untuk menetap selama-lamanya.”

 

Menurut saya (al-Qurthubī), pendapat (Ibnu ‘Abbās) ini in syā’ Allāh merupakan pendapat terbaik yang dikemukakan mengenai ayat ini. Dalil-nya adalah apa yang diriwayatkan oleh Qāsim bin Ashbagh dari Hadits Abū Sa‘īd al-Khudrī, dia berkata: “Rasūlullāh s.a.w. bersabda: (فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.) “Dalam sehari yang kadarnya 50.000 (lima puluh ribu) tahun.” Aku (Abū Sa‘īd al-Khudrī) berkata: “Alangkah lamanya ini?” Nabi s.a.w. bersabda:

وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّهُ لَيُخَفَّفُ عَنِ الْمُؤْمِنِ حَتَّى يَكُوْنَ أَخَفَّ عَلَيْهِ مِنْ صَلَاةِ الْمَكْتُوْبَةِ يُصَلِّيْهَا فِي الدُّنْيَا.

Demi Dzāt yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya kadar itu benar-benar akan diringankan bagi seorang mu’min, hingga ia lebih cepat daripada shalat fardhu yang pernah dilaksanakannya di dunia.” (1442).

An-Naḥḥās berargumentasi atas kebenaran pendapat ini dengan hadits yang diriwayatkan oleh Suhail, dari ayatnya, dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda:

مَا مِنْ رَجُلٍ لَمْ يُؤَدِّ زَكَاةَ مَالٍ إِلَّا جَعَلَ شُجَّاعًا مِنْ نَارٍ تُكْوَى بِهِ جَبْهَتُهُ وَ ظَهْرُهُ وَ جَنِبَاهُ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يَقْضِيَ اللهُ بَيْنَ النَّاسِ.

Tidak ada seorang pun yang tidak menunaikan zakat harta (nya) kecuali Allah akan menciptakan syujja‘ (1453) dari api neraka, yang dengannyalah kening, punggung dan kedua lambungnya disetrika pada hari yang kadarnya 50.000 tahun, hingga Allah memberikan putusan di antara manusia.” (1464) An-Naḥḥās berkata: “Sabda Rasūlullāh s.a.w. ini menunjukkan bahwa 50.000 tahun itu adalah hari kiamat.”

Ibrāhīm at-Taimī berkata: “Tidaklah kadar hari itu bagi seorang mu’min kecuali seperti kadar antara Zhuhur dan ‘Ashar.” Hal ini juga diriwayatkan secara marfū‘ dari hadits Mu‘ādz, dari Nabi s.a.w., bahwa beliau bersabda:

يُحَاسِبُكُمُ اللهُ تَعَالَى بِمِقْدَارِ مَا بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ وَ لِذلِكَ سَمَى نَفْسَهُ سَرِيْعُ الْحِسَابِ، وَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِيْنَ.

Allah ta‘ālā akan menghisab kalian dalam ukuran waktu antara dua shalat, dan oleh karena itulah Allah menamai Dzāt-Nya dengan Yang Sangat Cepat Perhitungannya dan Pembuat perhitungan yang paling cepat.” Demikianlah yang dituturkan oleh al-Māwardī. (1475).

Menurut satu pendapat, yang benar penyelesaian hisab itu terjadi dalam setengah hari. Contohnya adalah firman Allah ta‘ālā: (أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَ أَحْسَنُ مَقِيْلًا.) “Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya.” (Qs. al-Furqān [25]: 24). Ini jika berdasarkan kadar pemahaman makhluk. Jika tidak, sesungguhnya bagi Allah itu tidak ada satu keadaan pun atas keadaan yang lain, yang dapat menyibukannya. Hal ini sebagaimana Allah memberikan rizki kepada mereka dalam satu waktu. Demikian pula, Allah pun dapat melakukan hisab terhadap mereka dalam sesaat. Allah ta‘ālā berfirman: (مَا خَلْقُكُمْ وَ لَا بَعْثُكُمْ إِلَّا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ) “Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.” (Qs. Luqmān [31]: 28).

Diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbās, bahwa dia pernah ditanya tentang ayat ini dan juga tentang firman Allah ta‘ālā: (فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ.) “Dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun,” (Qs. as-Sajdah [32]: 5). Ibnu ‘Abbās kemudian menjawab: “Allah ‘azza wa jalla telah menamai hari-hari itu, (dan) Dialah Yang Maha Mengetahui tentang bagaimana hari-hari itu terjadi. Aku tidak suka mengatakan sesuatu yang tidak aku ketahui.”

Menurut satu pendapat, makna (yang tersembunyi di balik) disebutkannya 50.000 tahun itu adalah sebuah perumpamaan. Itu merupakan sebuah pemberitahuan tentang lamanya hari kiamat pada saat (manusia) berdiri di tempat mereka berdiri, dengan berbagai kesulitan yang menimpa mereka.

Dalam hati ini perlu diketahui bahwa bangsa ‘Arab menyifati hari-hari sulit dengan ath-thūl (panjang) dan hari-hari bahagia dengan al-qashr (pendek).

Menurut pendapat yang lain, pada firman Allah itu terdapat kata yang didahulukan dan diakhirkan. Makna firman Allah itu adalah: Seorang peminta telah meminta (kedatangan) ‘adzab yang pasti terjadi bagi orang-orang kafir, yang tiada seorang pun dapat menolaknya dari Allah, pada hari yang kadarnya 50.000 tahun, di mana para malaikat dan ar-Rūḥ (Jibrīl) naik untuk menghadap-Nya.

Pendapat ini merupakan makna firman Allah yang telah kami pilih, dan yang memberikan taufiq adalah Allah.

Catatan:

  1. 143). Qirā’ah ini merupakan qirā’ah yang mutawātir. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Taqrīb-un-Nasyr, h. 183 dan al-Iqnā’ (2/792).
  2. 144). HR. as-Suyūthī dalam ad-Durr-ul-Mantsūr (6/264 dan 265) dari riwayat Aḥmad, Abū Ya‘lā, Ibnu Jarīr, Ibnu Ḥibbān, dan al-Baihaqī dalam al-Ba‘ts.
  3. 145). Syujjā‘ adalah ular jantan. Menurut satu pendapat, ia adalah ular saja. Lih. an-Nihāyah (2/447).
  4. 146). Hadits tanpa disebutkan lamanya ‘adzab “50.000 tahun” diriwayatkan oleh as-Suyūthī dalam al-Jāmi‘-ul-Kabīr (3/2615) dari riwayat at-Tirmidzī dan yang lainnya.
  5. 147). Lih. Tafsīr-ul-Māwardī (6/91).

Unduh Rujukan:

  • [download id="21613"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *