إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًا.
70: 19. Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh lagi kikir. (al-Ma‘ārij [70]: 19)
(إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًا.) “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh lagi kikir” yakni manusia itu diciptakan dengan dibekali watak tidak sabar dan sangat tamak atau kikir.
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا.
70: 20. Apabila dia ditimpa kesusahan, maka dia berkeluh kesah. (al-Ma‘ārij [70]: 20)
وَ إِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا.
70: 21. dan apabila mendapat kebaikan, maka dia sangat kikir. (al-Ma‘ārij [70]: 21)
(إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا. وَ إِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا.) “Apabila dia ditimpa kesusahan, maka dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan, maka dia sangat kikir” yakni apabila dia tertimpa kemiskinan, sakit dan sebagainya, maka dia menjadi orang yang sangat berkeluh-kesah dan mengaduh. Apabila memperoleh keluasan rezeki dan kesehatan, maka dia menjadi orang yang mencegah kema‘rufan dan kikir terhadap hartanya tanpa memperdulikan orang lain.
Sesungguhnya Allah mencela manusia atas hal itu tidak lain karena manusia membatasi pandangannya hanya sampai pada kondisi jasmani yang bersifat segera. Padahal, seharusnya dia menyibukkan diri dengan membuat bekal untuk hari akhiratnya. Apabila dia mengalami sakit atau jatuh miskin, maka dia tetap rela dengan nasib yang dialaminya karena dia mereka yakin bahwa hal itu terjadi atas kehendak Allah s.w.t. Apabila dia mendapatkan keluasan rezeki dan kesehatan, maka dia menggunakan keduanya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan di negeri akhirat.
إِلَّا الْمُصَلِّيْنَ.
70: 22. kecuali orang-orang yang melaksanakan shalatnya. (al-Ma‘ārij [70]: 22)
الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ.
70: 23. mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya. (al-Ma‘ārij [70]: 23)
(إِلَّا الْمُصَلِّيْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ.) “kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat, mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya” yakni tidak pernah meninggalkannya dan dia tidak pernah melupakannya karena kesibukan urusan lain.
وَ الَّذِيْنَ فِيْ أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْمٌ.
70: 24. dan orang-orang yang mempersiapkan bagian tertentu dalam hartanya. (al-Ma‘ārij [70]: 24)
(وَ الَّذِيْنَ فِيْ أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْمٌ.) “dan orang-orang yang mempersiapkan bagian tertentu dalam hartanya” yakni bagian tertentu yang mereka wajibkan atas diri mereka sebagai pendekatan diri mereka kepada Allah dan karena belas kasihan kepada orang lain.
لِّلسَّائِلِ وَ الْمَحْرُوْمِ.
70: 25. bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta. (al-Ma‘ārij [70]: 25)
(لِّلسَّائِلِ) “bagi orang yang meminta” yakni bagi orang miskin yang meminta-minta – (وَ الْمَحْرُوْمِ.) “dan yang tidak meminta” yakni orang miskin yang memelihara kehormatannya dari meminta-minta, sehingga dia dianggap berkecukupan, padahal dia tidak mempunyai apa-apa.
وَ الَّذِيْنَ يُصَدِّقُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.
70: 26. dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. (al-Ma‘ārij [70]: 26)
(وَ الَّذِيْنَ يُصَدِّقُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.) “dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan” karena mereka memayahkan dirinya dalam mengerjakan ketaatan badaniyyah dan māliyyah karena mengharapkan pahala akhirat. Oleh karena itu, disimpulkanlah mengenai sikap mereka, bahwa mereka adalah orang-orang yang percaya dengan adanya hari pembalasan.
وَ الَّذِيْنَ هُمْ مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُوْنَ.
70: 27. dan orang-orang yang takut terhadap ‘adzab Tuhannya. (al-Ma‘ārij [70]: 27)
(وَ الَّذِيْنَ هُمْ مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُوْنَ.) “dan orang-orang yang takut terhadap ‘adzab Tuhannya” yakni sekalipun mereka banyak melakukan amal-amal yang utama mereka merasa takut akan keselamatan diri mereka, karena sangat mengagungkan Allah s.w.t. dan merasakan bahwa amal kebaikan mereka masih belum memenuhi syarat dan takut tidak diterima.
إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُوْنٍ.
70: 28. sesungguhnya terhadap ‘adzab Tuhan mereka, tidak ada seseorang yang merasa aman (dari kedatangannya). (al-Ma‘ārij [70]: 28)
(إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُوْنٍ.) “sesungguhnya terhadap ‘adzab Tuhan mereka, tidak ada seseorang yang merasa aman (dari kedatangannya) sehingga tidak selayaknya bila seseorang merasa aman dari ‘adzab Tuhannya, sekalipun dia sangat keras dalam melakukan ketaatan.
وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ.
70: 29. dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (al-Ma‘ārij [70]: 29)
إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ.
70: 30. kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. (al-Ma‘ārij [70]: 30)
(وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ) “dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka” sampai batas empat orang istri. (أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ) “atau hamba sahaya yang mereka miliki,” budak perempuan tanpa bilangan – (فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ.) “maka sesungguhnya mereka tidak tercela” bila bersenang-senang dengan mereka.
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذلِكَ فَأُوْلئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ.
70: 31. Barang siapa mencari di luar itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (al-Ma‘ārij [70]: 31)
(فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذلِكَ) “Barang siapa mencari di luar itu” yakni barang siapa yang mencari istri-istri dan budak-budak perempuan bagi dirinya selain dari apa yang telah disebutkan.
(فَأُوْلئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ.) “maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” yakni melampaui batas hukum-hukum Allah, maka termasuk ke dalam pengharaman ini homoseks (menyetubuhi laki-laki), hewan dan berbuat zina.
وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ.
70: 32. Selain itu, orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. (al-Ma‘ārij [70]: 32)
(وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ) “Selain itu, orang-orang yang terhadap amanat mereka” yakni amanat yang dipercayakan kepada mereka baik yang berkaitan dengan agama maupun duniawi – (وَ عَهْدِهِمْ) “dan janji mereka” yakni janji di antara mereka dan janji antara mereka dan Tuhan mereka – (رَاعُوْنَ) “mereka memeliharanya” yakni menunaikannya.
Ibnu Katsīr membacanya dengan amanatihim dalam bentuk tunggal.
وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُوْنَ.
70: 33. dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya. (al-Ma‘ārij [70]: 33)
(وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُوْنَ.) “dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya”. Ḥafsh membacanya dengan memakai Alif sesudah Dāl dalam bentuk jama‘ menjadi Syahādātihim, sedangkan ‘ulamā’ yang lain membacanya dalam bentuk tunggal. Yakni, mereka menunaikan kesaksiannya dengan benar di hadapan para hakim, dan tidak menyembunyikannya.
Syahadat atau kesaksian ini termasuk ke dalam pengertian amanat, hanya saja Allah s.w.t. mengkhususkan amanat daripada kesaksian untuk menampakkan keutamaannya, karena sesungguhnya dalam menegakkannya menghidupkan hak-hak, dan ketika meninggalkannya berarti menyia-nyiakannya. ‘Athā’ telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās yang telah mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan syahadah atau kesaksian adalah kesaksian yang bersangkutan bahwa Allah adalah Esa tiada sekutu bagi-Nya.
وَ الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ.
70: 34. dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (al-Ma‘ārij [70]: 34)
(وَ الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ.) “dan orang-orang yang memelihara shalatnya” yakni sangat memperhatikannya sehingga mereka menunaikannya dengan sangat sempurna.
أُولئِكَ فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ.
70: 35. Mereka itu dimuliakan (kekal) di dalam surga. (al-Ma‘ārij [70]: 35)
(أُولئِكَ) “Mereka itu” orang-orang yang menyandang kedelapan sifat itu – (فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ.) “kekal di dalam surga dimuliakan” dengan diberi pahala dan hadiah-hadiah.