Kemudian Allah menegaskan penolakan penerimaan tebusan ini, dan ketidakmungkinannya sembari berfirman:
“Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala. Yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama), dan mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya” (al-Ma‘ārij [70]: 15-18).
Dia tidak menerima tebusan dari pelaku dosa, kalau saja pelaku dosa menebus siksa dengan penduduk bumi dan harta dunia, sungguh neraka Jahannam yang sangat panas adalah tempat kembalinya. Sebagaimana firman-Nya:
“Maka, Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.” (al-Lail [92]: 14).
yang melepas daging dari tulang sehingga tidak menyisakan sedikit pun, melepas kulit kepala, kulit ujung-ujung tangan, kaki dan daging kedua paha, kemudian kembali seperti sedia kala. Neraka Jahannam memanggil semua orang yang berpaling dari kebenaran dan keimanan di dunia, mengumpulkan harta lalu menjadikannya di suatu wadah, tidak menafkahkan sama sekali untuk kebaikan, menghalangi hak Allah pada harta itu yang merupakan kewajiban atasnya, yakni nafkah dan mengeluarkan zakat. Al-Ḥasan al-Bashrī berkata: “Wahai Ibnu Ādam, kamu mendengar ancaman Allah, kemudian kamu mengumpulkan dunia.”
Kata (كَلَّا) adalah sanggahan keras kepada pendosa atas angan-angannya itu, juga penjelasan tertolaknya tebusan darinya. Dhamīr (إِنَّهَا) kembali ke neraka, sementara kata tersebut (neraka) belum disebutkan sebelumnya. Hal itu karena siksa sudah menunjukkan hal itu. Boleh juga sebagai dhamīr mubham yang dijelaskan oleh khabar-nya atau dhamīr qishshah artinya (إن القصة) “sesungguhnya kisah itu”. Panggilan (panggilan neraka) di sini adalah sesuai dengan makna hakikatnya, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, atau majas di mana kesiapan neraka Jahannam dan penampakannya pada para pendusta diserupakan dengan panggilan dan permintaan mereka. Ia adalah majas dari mendatangkan mereka. Seakan-akan neraka memanggil mereka lalu mendatangkan mereka.
Al-Qurthubī mengatakan dari Ibnu ‘Abbās pendapat ini adalah pendapat paling bagus mengenai ayat ini, in syā’ Allāh, dengan dalil hadits Abū Sa‘īd al-Khudrī di atas dan hadits Abū Hurairah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imām Bukhārī, Muslim, (Imām Mālik dalam) al-Muwaththa’, Abū Dāwūd dan an-Nasā’ī dari Nabi Muḥammad s.a.w., bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ لَمْ يُؤَدِّ زَكَاةَ مَالِهِ إِلَّا جُعِلَ شُجَاعًا مِنْ نَارٍ تُكْوَى بِهِ جَبْهَتُهُ وَ ظَهْرُهُ وَ جَنْبَاهُ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يَقْضِيَ اللهُ بَيْنَ النَّاسِ.
“Tak seorang pun yang tidak membayarkan zakat hartanya kecuali hartanya itu dijadikan ular jantan dari neraka yang digunakan untuk menyeterika dahi, punggung dan lambungnya pada hari yang mana kadarnya adalah lima puluh ribu tahun sampai Allah memutuskan nasib manusia. Ini menunjukkan bahwa itu adalah hari Kiamat.” (481).
Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan adalah berkaitan dengan orang kafir. Adapun kaitannya dengan orang Mu’min, hari perhitungan pada hari Kiamat adalah sekadar antara dua shalat. Sebagaimana tersebut dalam hadits shaḥīḥ.
5. Kata (كَلَّا) sebagaimana firman Allah s.w.t. adalah untuk ancaman dan menakut-nakuti. Tebusan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah. Dia mempunyai neraka Jahannam yang apinya berkobar-kobar, melepas kulit kepala, daging dari tulang di ujung-ujung tubuh dan tubuh itu sendiri. Neraka Jahannam meminta supaya datang kepadanya semua orang yang di dunia berpaling dari ketaatan kepada Allah dan iman, mengumpulkan harta di tempat penyimpanannya, mencegah hak Allah, maka dia adalah orang yang suka mengumpulkan harta dan enggan untuk membayarkannya. Dia tidak membayarkan zakat dan hak-hak yang wajib pada harta. Dia sibuk dengan hartanya itu dengan mengabaikan agamanya, merasa megah dan sombong dengan memilikinya.