Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir al-Aisar (2/3)

TAFSĪR AL-AISAR
(Judul Asli: أَيْسَرُ التَّفَاسِيْرِ لِكَلَامِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ)
Edisi Indonesia:
Tafsir al-Qur’an al-Aisar (Jilid 7)

Penulis: Syaikh Abū Bakar Jābir al-Jazā’irī

(Jilid ke 7 dari Surah Qāf s.d. an-Nās)
 
Penerbit: Darus Sunnah

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir al-Aisar

Sūrat-ul-Ma‘ārij: Ayat 19-35

 

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًا. إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا. وَ إِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا. إِلَّا الْمُصَلِّيْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ فِيْ أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْمٌ. لِّلسَّائِلِ وَ الْمَحْرُوْمِ. وَ الَّذِيْنَ يُصَدِّقُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُوْنَ. إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُوْنٍ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذلِكَ فَأُوْلئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُوْنَ. وَ الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ. أُولئِكَ فِيْ جَنَّاتٍ مُّكْرَمُوْنَ.

70: 19. Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.
70: 20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah,
70: 21. dan apabila ia mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir,
70: 22. kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat,
70: 23. mereka yang tetap melaksanakan shalatnya,
70: 24. dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu,
70: 25. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak meminta,
70: 26. dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
70: 27. dan orang-orang yang takut terhadap ‘adzab Tuhannya,
70: 28. sesungguhnya terhadap ‘adzab Tuhan mereka, tidak ada seseorang yang merasa aman (dari kedatangannya),
70: 29. dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
70: 30. kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela.
70: 31. Maka barang siapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks, dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
70: 32. Dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya,
70: 33. dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya.
70: 34. dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
70: 35. Mereka itu dimuliakan di dalam surga.

PENJELASAN KATA

(إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًا.) Inn-al-Insāna Khuliqa Halū‘an: Manusia diciptakan berkeluh-kesah. Apabila ditimpa sebuah musibah, maka ia akan berkeluh-kesah. Sedangkan apabila mendapatkan kebaikan, maka ia akan kikir.

(عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُوْنَ.) ‘Alā Shalātihim Dā’imūna: Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah meninggalkan shalat selamanya, selama masih hidup dan berakal sehat.

(حَقٌّ مَّعْلُوْمٌ) Ḥaqqun Ma‘lūmun: Bagian tertentu yang telah ditentukan oleh Allah, Sang Pembuat syariat, misalnya zakat.

(لِّلسَّائِلِ وَ الْمَحْرُوْمِ) Lis-Sā’ili wal-Maḥrūmi: Orang yang meminta-minta sedekah dan orang yang tidak meminta-minta karena memiliki rasa malu dan menjaga harga diri.

(يُصَدِّقُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ.) Yushaddiqūna bi Yaum-id-Dīni: Mereka beriman terhadap hari Kiamat, hari kebangkitan, dan hari pembalasan.

(مُّشْفِقُوْنَ) Musyfiqūna: Mereka merasa takut terjerumus ke dalam ‘adzab jika mereka berbuat maksiat.

(لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ) Li-furūjihim Ḥāfizhūna: Mereka menjaga kemaluannya, tidak melihat sembarangan dan menjauhi perbuatan keji (zina).

(أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ) Aw Mā Malakat Aimānuhum: Seperti selir, budak-budak perempuan yang mereka miliki.

(فَأُوْلئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ) Fa-ulā’ika Hum-ul-‘Ādūna: Merekalah yang melampaui batas dan zhalim. Mereka berlebih-lebihan di dalam perkara yang halal dan yang haram.

(لِأَمَانَاتِهِمْ) Li-Amānātihim: Mereka dipercaya (mengurusi) masalah agama dan keduniaan.

(رَاعُوْنَ) Rā‘ūna: Mereka selalu menjaganya, tidak mengkhianatinya.

(قَائِمُوْنَ) Qā’imūna: Mereka memberikan kesaksian, tidak menyembunyikannya, dan tidak mau menyelewengkannya.

(يُحَافِظُوْنَ) Yuḥāfizhūna: Mereka menunaikannya tepat waktu, berjama‘ah, serta menyempurnakan syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban shalat, dan sunnah-sunnahnya.

MAKNA AYAT 19-35 SECARA UMUM

Firman-Nya: “Sesungguhnya manusia,” yang dimaksud adalah anak cucu Nabi Ādam yang berjalan tegak dan berperawakan tinggi yang bisa tertawa dan dinamai manusia, insan. Disebut insan karena ia merasa senang terhadap dirinya, hanya melihat kebaikan-kebaikannya, dan karena sifat pelupanya terhadap kewajiban bersyukur kepada Rabbnya. Manusia telah diciptakan bersifat senantiasa berkeluh-kesah dan kikir ketika dirinya menginjak usia dewasa. Sifat keluh-kesah ini merupakan penyakit jiwa yang ditandai atau yang dapat diketahui ketika dirinya ditimpa musibah dan juga bersifat sangat kikir terhadap harta yang telah diperolehnya.

Sesungguhnya Allah ta‘ālā telah menafsirkan sifat keluh-kesah ini dengan firman-Nya: “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir” Kemudian Allah ta‘ālā menyebutkan hal-hal yang dapat menyembuhkan penyakit ini, yaitu dengan memberikan pengecaulian. Ada beberapa jenis manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut dan diungkapkan dengan berbagai macam ibadah yang telah disyariatkan. Sebagaimana harus dilaksanakan dan sebagian lain harus ditinggalkan.

Di antara ibadah tersebut ada yang menjadi obat untuk penyakit berbahaya (keluh-kesah) yang tidak dapat disembuhkan, kecuali dengan obat yang diresepkan oleh Allah seperti yang tercantum di dalam firman-Nya:

  1. Selalu mengerjakan shalat, siang dan malam. Karena Allah ta‘ālā berfirman: “kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat” (7271) yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” (7282) Dengan syarat, shalat tersebut dikerjakan dengan penuh keimanan, mengharapkan pahala (dari Allah) serta mengerjakannya dengan benar (sesuai contoh Rasūlullāh s.a.w.) dan memperhatikan syarat-syarat, rukun-rukun, serta sunnah-sunnahnya.

2). Mengakui kewajiban dari Allah yang menyangkut masalah harta dan menunaikan kewajiban tersebut dengan lapang dada, seperti memberikannya kepada orang yang meminta-minta dan orang yang tidak meminta-minta, tetapi memang berhak (layak) untuk menerimanya, sesuai dengan firman-Nya: “dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta.

3). Mempercayai sepenuh hati terhadap hari Kiamat yang merupakan hari kebangkitan dan hari pembalasan. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan.

4). Merasa takut dan cemas akan ‘adzab Allah ketika dijelaskan bahaya yang ditimbulkan dari kemaksiatan, misalnya meninggalkan kewajiban atau dengan melakukan sesuatu yang dilarang. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “dan orang-orang yang takut terhadap ‘adzab Tuhannya,” yaitu yang selalu merasa takut karena ‘adzab Allah sangat pedih.

5). Memelihara kemaluan agar tidak terlihat oleh orang lain, kecuali oleh istri atau suami dan menjaganya dari perbuatan zina, homoseks, dan onani (masturbasi). Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki,” seperti selir-selir, “maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.” Maksudnya tidak tercela apabila seorang suami menyetubuhi istri atau budak perempuan yang mereka miliki setelah berjihad (ghanīmah/rampasan perang) atau membelinya sesuai dengan syariat Islam. Allah ta‘ālā berfirman: “Barang siapa mencari,” yaitu mencari media lain selain istri dan selir (budak perempuan), “mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” Mereka dicap sebagai orang-orang zhalim yang melampaui yang halal sehingga terjerumus kepada yang diharamkan. Mereka dicap sebagai orang-orang yang melampaui batas dan zhalim.

6). Bertanggung-jawab terhadap amanah dan janji. Di antara amanah yang paling jelas dan janji yang paling kuat adalah amanah kewajiban untuk beribadah kepada Allah dengan menaati-Nya dan menaati Rasūl-Nya dan memenuhi janji tersebut sampai mati. Sebagai tambahannya yaitu amanah manusia dan janji di antara sesama mereka yang secara keseluruhan wajib untuk ditepati. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (7293) (yang dipikulnya) dan janjinya,” maksudnya mereka selalu menjaganya.

7). Memberikan kesaksian dengan jujur, melaksanakannya, dan tidak menyembunyikannya. Menunaikannya dengan penuh keadilan, tidak ada penyelewengan dalam kesaksian tersebut. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “Dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya” (7304).

8). Memelihara shalat lima waktu dengan menyempurnakan syarat dan rukun-rukunnya, seperti khusyu‘ dan thuma’ninah ketika ruku‘, sujud dan i‘tidalnya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” Selalu melaksanakan dan tidak pernah meninggalkannya.

Inilah sifat-sifat rabbani. Apabila dilaksanakan oleh seorang manusia yang mu’min di bawah bimbingan Allah yang Maha Tahu jika memungkinkan. Kalaupun tidak, maka ia mempraktekkannya tanpa bimbingan (Allah) dan hal itu akan bermanfaat dengan idzin Allah kapan saja seorang mu’min berusaha untuk melaksanakannya sebagus-bagusnya, maka ia akan terbebas dari penyakit berbahaya ini. Maka ia akan menjadi orang yang layak mendapatkan penghormatan dari Allah di akhirat kelak. Allah ta‘ālā berfirman di akhir penjelasan ini: “Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan,” (7315) mereka akan dimuliakan oleh Allah. Wahai Allah, Dzāt Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang, jadikanlah kami dari golongan mereka.

PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI AYAT 19-35.

  1. Di antara sifat buruk manusia adalah keluh-kesah.
  2. Penjelasan tentang obat penyakit keluh-kesah yang tidak ada manfaatnya.
  3. Penjelasan tentang delapan cara untuk menyembuhkan penyakit kelus-kesah.
  4. Kewajiban untuk mengamalkan hal-hal yang wajib diamalkan dari kedelapan cara tersebut.

5. Larangan mengamalkan hal-hal yang diharamkan dari kedelapan cara tersebut.

Catatan:

  1. 727). Pengecualian di dalam ayat ini terputus (tidak bersambung dengan sifat-sifat yang tertera di dalam ayat ini). Maksudnya tidak akan bersikap seperti ini, kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat yang memiliki delapan ciri yang merupakan ciri orang-orang mu’min sejati.
  2. 728). Selalu mendawamkan shalat (terus-menerus melakukan shalat dan tidak pernah meninggalkannya).
  3. 729). Nāfi‘ membaca ayat ini dalam bentuk tunggal, yaitu: “syahādatihim” sedangkan Ḥafsh membacanya dalam bentuk jama‘, yaitu “syahādātihim”. Walaupun dibaca dalam bentuk tunggal, tetapi maknanya dalam bentuk jama‘. Karena kata “syahādatun” adalah kata tunggal yang bisa bermakna jama‘.
  4. 730). Memberikan kesaksian maksudnya memperhatikan dan memeliharanya sampai selesai ditunaikan.
  5. 731). Kalimat “dihormati” artinya diangungkan dan disambut baik. Maksudnya ketika mereka akan memasuki surga, maka mereka semua akan dihormati dan disambut dengan baik.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *