Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir al-Aisar (1/3)

TAFSĪR AL-AISAR
(Judul Asli: أَيْسَرُ التَّفَاسِيْرِ لِكَلَامِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ)
Edisi Indonesia:
Tafsir al-Qur’an al-Aisar (Jilid 7)

Penulis: Syaikh Abū Bakar Jābir al-Jazā’irī

(Jilid ke 7 dari Surah Qāf s.d. an-Nās)
 
Penerbit: Darus Sunnah

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir al-Aisar

SŪRAT-UL-MA‘ĀRIJ

MAKKIYYAH

JUMLAH AYAT: 44 AYAT

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Sūrat-ul-Ma‘ārij: Ayat 1-16

سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ. لِّلْكَافِريْنَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ. مِّنَ اللهِ ذِي الْمَعَارِجِ. تَعْرُجُ الْمَلآئِكَةُ وَ الرُّوْحُ إِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ. فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيْلًا. إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيْدًا. وَ نَرَاهُ قَرِيْبًا. يَوْمَ تَكُوْنُ السَّمَاءُ كَالْمُهْلِ. وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ. وَ لَا يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا. يُبَصَّرُوْنَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِيْ مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيْهِ. وَ صَاحِبَتِهِ وَ أَخِيْهِ. وَ فَصِيْلَتِهِ الَّتِيْ تُؤْوِيْهِ. وَ مَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ يُنْجِيْهِ. كَلَّا إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِّلشَّوَى. تَدْعُوْ مَنْ أَدْبَرَ وَ تَوَلَّى. وَ جَمَعَ فَأَوْعَى.

70: 1. Seseorang bertanya tentang ‘adzab yang pasti terjadi,
70: 2. bagi orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya,
70: 3. (‘adzab) dari Allah, yang memiliki tempat-tempat naik.
70: 4. Para malaikat dan Jibrīl naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.
70: 5. Maka bersabarlah engkau (Muhammad) dengan kesabaran yang baik.
70: 6. Mereka memandang (‘adzab) itu jauh (mustahil).
70: 7. Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).
70: 8. (Ingatlah) pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan tembaga,
70: 9. dan gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan),
70: 10. dan tidak ada seorang teman karib pun menanyakan temannya,
70: 11. sedang mereka saling melihat. Pada hari itu, orang yang ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari ‘adzab dengan anak-anaknya,
70: 12. dan istrinya dan saudaranya,
70: 13. dan keluarga yang melindunginya (di dunia).
70: 14. dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya.
70: 15. Sama sekali tidak! Sungguh neraka itu api yang bergejolak,
70: 16. yang mengelupaskan kulit kepala.
70: 17. Yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama),
70: 18. dan orang yang mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.

PENJELASAN KATA

(سَأَلَ سَائِلٌ) Sa’ala Sā’ilun: Seseorang menantang ‘adzab yang pasti akan terjadi.

(لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ. مِّنَ اللهِ) Laysa Lahū Dāfi‘un minallāhi: Akan terjadi, tidak ada yang mustahil.

(ذِي الْمَعَارِجِ) Dzil-Ma‘ārij: Yang tinggi dan tempat pada malaikat naik, yaitu langit.

(تَعْرُجُ الْمَلآئِكَةُ وَ الرُّوْحُ إِلَيْهِ) Ta‘ruj-ul-Malā’ikatu war-Rūḥu ilaihi: Para malaikat dan malaikat Jibrīl naik (menghadap) Allah.

(فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.) Fī Yaumin Miqdāruhū Khamsīna Alfa Sanatin: Para malaikat dan malaikat Jibrīl dari lapisan bumi paling bawah (lapisan ketujuh) naik menuju langit ketujuh hanya membutuhkan waktu sehari yang ukurannya sekitar lima puluh ribu tahun apabila ditempuh oleh makhluk selain malaikat.

(إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيْدًا.) Innahum Yaraunahu Ba‘īdan: ‘Adzab yang mereka minta dan dustakan akibat dari kekafiran mereka terhadap hari kebangkitan.

(يَوْمَ تَكُوْنُ السَّمَاءُ كَالْمُهْلِ.) Yauma Takūn-us-Samā’u kal-Muhli: Langit seperti lelehan tembaga.

(وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ.) Wa Takūn-ul-Jibālu kal-‘Ihni: Gunung seperti wol yang dicelupkan dengan banyak warna, ringan sehingga terbang terbawa angin.

(وَ لَا يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا.) Wa lā Yas’alu Ḥamīmun Ḥamīman: Tidak bisa bertanya kepada teman, karena semua sibuk dengan urusannya masing-masing.

(يُبَصَّرُوْنَهُمْ) Yubashsharūnahum: Mereka saling memandang dan saling mengenal, akan tetapi mereka tidak bertegur sapa.

(وَ صَاحِبَتِهِ) Wa shāḥibatihī: Yaitu istrinya.

(وَ فَصِيْلَتِهِ الَّتِيْ تُؤْوِيْهِ.) Wa Fashīlatih-il-latī Tu’wīhi: Keluarga senasab yang dahulu menyayangi dan melindunginya dari segala macam gangguan.

(إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِّلشَّوَى.) Innahā Lazhā Nazzā‘atan (7181) Lisy-syawā. Neraka Jahannam yang penuh dengan apa yang menyala-nyala yang bisa mengelupaskan kulit kepala.

(أَدْبَرَ وَ تَوَلَّى.) Adbara wa Tawallā: Tidak mau taat kepada Allah dan Rasūl-Nya serta tidak mau beriman, mengingkari, dan bersikap masa bodoh.

(وَ جَمَعَ فَأَوْعَى.) Wa Jama‘a Fa Au‘ā: Mengumpulkan harta di sebuah tempat, tidak mau menginfaqkannya di jalan Allah (menahan hak Allah).

MAKNA AYAT 1-4 SECARA UMUM

Firman Allah ta‘ālā: “Seseorang bertanya” (7192) tentang ‘adzāb yang pasti terjadi,” ayat ini diturunkan sebagai jawaban terhadap permintaan an-Nadhr bin al-Ḥārits dan temannya: “Wahai Allah, jika ini adalah kebenaran yang datang dari-Mu, maka hujanilah kami dengan batu dari langit!” atau “Datangkanlah kepada kami siksa-Mu yang pedih!” Maka Allah ta‘ālā memberitahukan hal ini dengan firman-Nya: “Seseorang bertanya tentang ‘adzab (7203) yang akan menimpa. Orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya”, yaitu sesungguhnya hal itu tidak diragukan lagi benar-benar akan terjadi dan tidak ada yang bisa mencegahnya.

Yang mempunyai tempat-tempat naik.” Maksudnya yang mempunyai tempat tinggi, bertingkat-tingkat, dan tempat para malaikat naik, yaitu langit-Nya. Allah ta‘ālā berfirman: “Malaikat-malaikat dan Jibrīl naik” (7214) para malaikat dan juga malaikat Jibrīl naik untuk menemuni-Nya. “dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun,” para malaikat menaikinya dari lapisan bumi paling bawah (lapisan ketujuh) menuju langit yang paling tinggi, yaitu langit ketujuh selama sehari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun apabila ditempuh oleh makhluk lain selain para malaikat.

Maka bersabarlah (7225) engkau dengan sabar yang baik.” (7236) dan firman-Nya: “Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). Sedangkan Kami memandangnya dekat (mungkin terjadi)”, maksudnya orang-orang musyrik yang mendustakannya. Mereka melihat ‘adzab sangat jauh (mustahil terjadi), karena mereka mendustakan hari kebangkitan. Sedangkan Kami (Allah) melihatnya sangat dekat. Allah ta‘ālā telah menjelaskan waktu tibanya hari Kiamat dengan firman-Nya: “Pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan perak”, yaitu meleleh sehingga menjadi seperti lelehan tembaga.

Dan gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan)”, yaitu seperti wol yang dicelupkan, ringan sehingga bisa diterbangkan oleh angin. Inilah kehancuran alam semesta yang membinasakan segala sesuatu. Kemudian Allah ta‘ālā mengembalikan ciptaan-Nya. Maka ketika itu, semua manusia berada di hari Kiamat. Berdiri tanpa alas kaki dan dalam keadaan telanjang bulat. “dan tidak ada seorang teman akrab pun menanyakan temannya”, karena masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta‘ālā: “Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (7247) Tidak mau menjawab pertanyaan dari orang lain atau yang lainnya.

Firman-Nya: “sedang mereka saling melihat,” maksudnya mereka hanya saling pandang, tidak bertegur sapa antara satu dengan yang lainnya. Bukan karena tidak kenal, karena pada saat itu Allah sedang mempertemukan mereka satu sama lain, sehingga setiap kerabat mengetahui kerabatnya. Akan tetapi, kesibukan masing-masing yang menyebabkan mereka tidak bertegur sapa. Makna ini telah dijelaskan di dalam firman-Nya: “Orang kafir ingin”, yaitu orang-orang yang berdosa terhadap dirinya sendiri dengan melakukan kemusyrikan dan maksiat-maksiat, “kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari ‘adzab hari it dengan anak-anaknya,” baik anak laki-laki maupun anak perempuan, “dan istrinya”, yaitu istrinya di dunia, “dan saudaranya dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia).”dan “al-fashīlah” (famili) maksudnya keluarganya yang dipisahkannya oleh suatu kaum atau suku. “Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.” Dapat kita bayangkan, karena sangat takutnya terhadap ‘adzab Allah, orang-orang yang berdosa itu menginginkan agar dirinya bisa ditebus dengan sesuatu apa pun yang ada di dunia. Bagaimana bisa? Pada saat itu, seorang kerabat mengenali kerabatnya, tetapi tidak bertegur sapa karena dirinya sedang sangat sibuk.

Firman-Nya: “Sekali-kali tidak dapat, ” (7258) maksudnya pada saat itu, tidak ada kerabat yang akan menolongnya dan tidak ada tebusan untuk dirinya. “Sesungguhnya neraka itu,” yaitu neraka Jahannam, “adalah api yang bergolak yang mengelupas kulit kepala,” yaitu kulit kepala dan setiap anggota tubuh yang tidak akan mematikan apabila terkelupas. Pada saat itu, mereka dipanggil oleh neraka Jahannam yang disebut Lazhāyang memanggil”, yang memanggil-manggil: “Kemarilah….kemarilah wahai orang yang durhaka kepada Allah dan Rasūl-Nya!” Mereka takut, mereka pergi dan tidak mau menoleh ke arah neraka. Ketika di dunia, mereka dahulu berpaling, tidak mau beriman, dan tidak meminta agar imannya disempurnakan sehingga imannya menjadi keimanan yang membawanya kepada ketaatan. Mereka justru menumpuk-numpuk harta dan menyimpannya di sebuah tempat (gudang). (7269) Mereka tidak mau menunaikan kewajibannya, seperti membayar zakat dan lain sebagainya.

Semua orang yang dipanggil oleh neraka Jahannam, maka ia akan dilempar ke dalamnya dengan sekali lemparan sebagaimana yang difirmankan Allah ta‘ālā: “pada hari mereka didorong ke neraka Jahannam dengan sekuat-kuatnya.” Kita berlindung kepada Allah dari neraka Jahannam dan seluruh penyebab masuk ke dalamnya, seperti perbuatan syirik dan dosa-dosa.

PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI AYAT 1-18.

  1. Larangan meminta diturunkannya ‘adzab. Karena ‘adzab Allah sangat pedih. Mintalah rahmat dan keselamatan dari Allah.
  2. Kewajiban bersabar menjalani ketaatan dan ketika menerima cobaan. Jangan mencela dan bersikap lemah menghadapinya.
  3. Penetapan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan.
  4. Penjelasan tentang huru-hara di hari Kiamat.

5. Penjelasan tentang orang-orang yang durhaka, tidak mau taat kepada Allah dan Rasūl-Nya, serta orang-orang yang sibuk menumpuk-numpuk harta sehingga imannya tergadaikan, wal-iyādzu billāh. Akhirnya mereka menjadi ragu terhadap Allah, ayat-ayatNya dan perjumpaan dengan-Nya.

Catatan:

  1. 718). Nāfi‘ dan jumhur para ‘ulamā’ membacanya dengan me-rafa‘-kan (memberi harakat dhammah) menjadi “nazzā‘atun.” Sedangkan Ḥafsh membacanya dengan me-nashab-kan (memberi harakat fatḥah) menjadi “nazzā‘atan.”
  2. 719). Nāfi‘ membaca kata “sa’ala” tanpa huruf hamzah (di atas alif) sebagai bentuk peringatan. Sedangkan Ḥafsh membaca kata “sa’ala” dengan memakai hamzah, sesuai dengan asal katanya.
  3. 720). Jika huruf “bā’” di dalam ayat yang berbunyi: “bi-‘adzābin” (dengan ‘adzab) bermakna ‘an (tentang ‘adzab), maka orang yang bertanya menanyakan tentang ‘adzab. Untuk siapa ‘adzab tersebut dan kapan terjadinya. Seperti firman Allah ta‘ālā: “tanyakanlah (tentang Allah) kepada orang yang lebih mengetahui (Muḥammad).” (QS. al-Furqān: 59). Di antara ciri gaya bahasa al-Qur’ān yang tinggi yaitu mencantumkan huruf “bā’” setelah kata “sa’ala”. Agar maknanya bisa berfungsi untuk menanyakan, permintaan serta minta disegerakan.
  4. 721). Naiknya ini terjadi pada hari kiamat dan itu adalah hari di mana satu hari ukurannya lima puluh ribu tahun.
  5. 722). Huruf “fā’” di dalam ayat ini berfungsi untuk mengelompokkan. Karena (kita tahu) bahwa orang yang bertanya tentang ‘adzab hanya berniat untuk mengejek dan meremehkan. Oleh sebab itu, Allah ta‘ālā menyuruh Rasūl-Nya agar bersabar dengan sebaik-baiknya kesabaran menghadapi perkataan orang-orang musyrik.
  6. 723). Ayat ini merupakan ayat sebab akibat. Dimulai dari ayat pertanyaan seseorang tentang ‘adzab dan perintah Allah ta‘ālā kepada Rasūlullāh s.a.w. untuk bersabar menghadapinya.
  7. 724). Nāfi‘ membacanya dengan “yauma’idzin” dengan men-fatḥah-kan (huruf “ma”) sedangkan jumhur para ‘ulamā’ membacanya dengan meng-kasrah-kan “yaumi’idzin” karena disandarkan kepada kata. “adzābun”.
  8. 725). Kata “kallā” adalah kata untuk membantah perkataan sebelumnya.
  9. 726). Seperti tercantum di dalam sebuah hadits: “Janganlah kamu tidak mau berinfaq, maka Allah pun tidak mau memberimu harta.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *