Surah al-Lail 92 ~ Tafsir Sayyid Quthb (2/2)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Lail 92 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Usaha Manusia Berbeda-beda.

Allah bersumpah dengan fenomena-fenomena alam dan hakikat-hakikat yang berlawanan pada alam semesta dan manusia, bahwa usaha-usaha manusia itu berbeda-beda. Jalan hidup yang ditempuhnya bermacam-macam sehingga balasan mereka juga berbeda-beda. Maka, kebaikan itu tidak sama dengan keburukan, petunjuk tidak sama dengan kerusakan. Orang yang memberikan hartanya dan bertaqwā, tidak sama dengan orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, dan orang yang membenarkan Rasūl dan beriman, tidak sama dengan orang yang mendustakan dan berpaling dari iman. Masing-masing memiliki jalan sendiri, akan mendapatkan tempat kembali sendiri, dan akan mendapatkan balasan yang sesuai.

إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى. فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَ اتَّقَى. وَ صَدَّقَ بِالْحُسْنَى. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى. وَ أَمَّا مَنْ بَخِلَ وَ اسْتَغْنَى. وَ كَذَّبَ بِالْحُسْنَى. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى. وَ مَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى.

sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwā, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” (al-Lail: 4-11).

Sesungguhnya usahamu berbeda-beda hakikat, motivasi, arah, serta hasil dan akibatnya. Manusia di bumi ini berbeda-beda tabiat, keinginan, pandangan, dan cita-citanya. Sehingga, seakan-akan setiap orang merupakan alam khusus yang hidup dalam planet tertentu.

Ini adalah sebuah hakikat, tetapi di sana ada hakikat lain. Ya‘ni, hakikat global yang meliputi beraneka macam manusia, dan mencakup alam-alam yang berbeda-beda itu. Semuanya dihimpun dan dibagi ke dalam dua kelompok, dua barisan saja, di bawah dua panji-panji umum. Yaitu, kelompok “orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan pahala yang terbaik (surga)” dan kelompok “orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik.”

Pertama, orang yang memberikan dirinya dan hartanya, dan menjaga diri dari kemurkaan dan ‘adzāb Allah, serta membenarkan ‘aqīdah Islāmiyyah ini, yang apabila dikatakan “terbaik” maka terbaik itu merupakan sebutan baginya dan identitasnya. Kedua, orang yang bakhil dengan dirinya dan hartanya, merasa dirinya cukup dan tidak membutuhkan Allah dan petunjuk-Nya, serta mendustakan ‘aqīdah terbaik ini.

Inilah dua sifat yang terdapat pada berbagai manusia, usaha, manhaj, dan tujuan. Masing-masing memiliki jalannya di dalam menempuhnya.

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwā, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah” (al-Lail: 5-7).

Orang yang memberikan diri dan hartanya, bertaqwā, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik itu berarti telah mencurahkan semaksimal usahanya untuk menyucikan dirinya dan mengarahkannya. Pada waktu itu, dia berhak mendapatkan pertolongan Allah dan taufiq-Nya yang telah diwajibkan oleh Allah atas diri-Nya dengan irādah dan kehendak-Nya untuk memberikannya. Tanpanya, segala sesuatu tidak ada harganya dan manusia tidak dapat memperoleh sesuatu pun.

Barang siapa yang disiapkan jalan yang mudah oleh Allah untuknya, maka dia pasti sampai ke tujuan dalam kemudahan, kasih-sayang, dan kelemah-lembutan. Ia telah sampai, padahal ia masih di bumi ini. Ia hidup dalam kemudahan. Karena, kemudahan melimpah dari dirinya kepada segala sesuatu yang ada di sekitarnya dan semua orang yang ada di sekelilingnya. Kemudahan dalam melangkah, kemudahan di jalannya, dan kemudahan dalam mencapai semua urusan. Juga kemudahan dalam mendapatkan kecocokan yang menyenangkan dan menenteramkan dalam urusan-urusan global dan parsialnya.

Ini adalah suatu derajat yang mengandung segala sesuatu di dalam lipatannya. Pelakunya menempuh jalan bersama Rasūlullāh s.a.w. di bawah naungan janji Ilahi dalam surah al-A‘lā ayat 8: “Kami akan memberi kamu taufiq kepada jalan yang mudah” (121)

Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” (al-Lail: 8-11).

Orang yang bakhil (enggan/tidak) mengorbankan dirinya dan hartanya, merasa dirinya cukup dan tidak membutuhkan Tuhan dan petunjuk-Nya, serta mendustakan seruan dan agama-Nya. Orang ini merusak dirinya secara maksimal dan layak mendapatkan kesulitan dari Allah di dalam menghadapi segala sesuatu. Allah akan menyiapkan baginya jalan yang sukar, membawanya kepada semua kesulitan, dan menghalanginya dari semua kemudahan. Juga menjadikan setiap langkah yang ditempuhnya sebagai kesulitan dan penderitaan, memalingkannya dari jalan yang lurus, dan mendaki jalan kesengsaraan. Meskipun dia mengira bahwa dirinya menempuh jalan kebahagiaan, sesungguhnya dia terpeleset lalu menjaga diri dari keterpelesetan itu kepada keterpelesetan lain yang menjauhkannya dari jalan Allah dan keridhāan-Nya.

Apabila dia sudah binasa dan jatuh ke dalam keterpelesetan dan keberpalingan yang sejauh-jauhnya, maka tidak berguna lagi hartanya yang ia bakhilkan itu. Tiada manfaatnya harta yang ia cukupkan dirinya dengannya sehingga merasa tidak butuh kepada Allah dan petunjuk-Nya: “Hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa” Memudahkannya kepada keburukan dan kemaksiatan itu termasuk menyiapkan jalan yang sukar baginya, meskipun yang bersangkutan berbahagia dan selamat di dunia ini. Adakah kesukaran yang melebihi neraka Jahannam? Sesungguhnya ini adalah kesukaran yang amat sangat!

Demikianlah segmen pertama surah ini. Dalam segmen ini tampak jelas dua macam jalan dan tatanan kehidupan bagi semua manusia pada setiap masa dan tempat. Tampak pula bahwa ini adalah dua golongan manusia dan dua panji-panji meskipun beraneka bentuk dan warnanya. Setiap orang memberlakukan dirinya sesuai dengan pilihannya, dan Allah akan memudahkan jalannya, mungkin kepada kemudahan atau kesukaran.

Tempat Kembali Masing-Masing.

Adapun segmen kedua membicarakan tempat kembali masing-masing golongan. Juga menyingkapkan akhir perjalanan orang yang dimudahkan kepada kemudahan dan orang yang dimudahkan kepada kesukaran. Sebelum segala sesuatunya, al-Qur’ān menetapkan bahwa akibat dan balasan yang diperoleh masing-masing golongan itu adalah benar dan adil, sebagaimana sudah ditetapkan dan dipastikan. Allah sudah menjelaskan petunjuk-Nya kepada manusia dan memperingatkan mereka terhadap neraka yang menyala-nyala:

إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَى. وَ إِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَ الْأُولَى. فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى. لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى. الَّذِيْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى. وَ سَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى. الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهُ يَتَزَكَّى. وَ مَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزَى. إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى. وَ لَسَوْفَ يَرْضَى.

Sesungguhnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk, dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia. Maka, Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Kelak akan dijauhkan dari neraka itu orang yang paling taqwā, yang menafqahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal, tidak ada seorang pun memberikan suatu ni‘mat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi, (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhāan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (al-Lail: 12-21).

Allah telah menetapkan atas diri-Nya, sebagai karunia dan rahmat-Nya kepada hamba-hambaNya, untuk menjelaskan petunjuk kepada fitrah manusia dan alam pikirannya. Juga menjelaskan kepada mereka tentang rasūl-rasūl, risālah-risālah, dan ayat-ayatNya. Sehingga, tidak ada alasan lagi bagi seseorang untuk membantah, dan tidak ada lagi kezhāliman terhadap seorang pun kalau dia mendapatkan ‘adzāb dari Allah: “Sesungguhnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk” (al-Lail: 12).

Sentuhan kedua ialah ketetapan yang pasti tentang hakikat kekuasaan yang meliputi manusia, sehingga mereka tidak dapat melepaskan diri darinya: “dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia.” (al-Lail: 13).

Maka, akan pergi ke manakah orang yang hendak pergi menjauh dari Allah?

Di samping menetapkan bahwa Allah mewajibkan diri-Nya menjelaskan petunjuk kepada hamba-hambaNya, dan bahwa akhirat dan dunia yang merupakan negeri tempat mendapat balasan dan tempat ber‘amal itu kepunyaan-Nya, maka Dia juga memperingatkan, menakut-nakuti, serta memberi penjelasan kepada mereka:

Maka, Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala” (al-Lail: 14).

Menyala-nyala, dan api neraka yang menyala-nyala ini:

Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka.” (al-Lail: 15).

Ya, semua orang yang masuk neraka adalah paling celaka. Karena, adakah kesengsaraan dan kecelakaan yang melebihi masuk ke dalam neraka?

Kemudian Allah menjelaskan siapa orang yang paling celaka itu, bahwa dia adalah:

Orang yang mendustakan dan berpaling.” (al-Lail: 16).

Orang yang mendustakan dakwah dan berpaling darinya, berpaling dari petunjuk dan seruan Tuhannya kepadanya untuk diberi petunjuk. Hal ini sebagaimana yang dijanjikan-Nya kepada setiap orang yang datang kepada-Nya dengan menadahkan harapan. “Kelak akan dijauhkan dari neraka itu orang yang paling taqwā.” (al-Lail: 17).

Yaitu, orang yang paling berbahagia, sebagai kebalikan dari orang yang paling celaka. Kemudian dijelaskan siapa orang yang paling bertaqwā itu, yaitu:

Orang yang menafqahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya” (al-Lail: 18).

Orang yang menafkahkan hartanya untuk membersihkannya dengan menginfaqkannya itu, bukan untuk mencari popularitas dan pujian orang lain. Ia menafqahkah hartanya hanya karena tunduk dan patuh kepada Allah, bukan dalam rangka balas budi kepada orang lain. Juga bukan untuk mendapatkan ucapan terima kasih dari seseorang melainkan hanya mencari keridhāan Tuhannya Yang Maha Tinggi dengan tulus ikhlas.

Padahal, tidak ada seorang pun memberikan suatu ni‘mat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi, (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhāan Tuhannya Yang Maha Tinggi.” (al-Lail: 19-20).

Kemudian, bagaimana selanjutnya? Apa yang dinantikan oleh orang yang paling bertaqwa, yang memberikan hartanya untuk membersihkannya dan mencari keridhāan Tuhannya Yang Maha Tinggi? Balasan yang ditampakkan oleh al-Qur’ān kepada ruh-ruh yang beriman di sini sangat menakjubkan, mengejutkan, dan luar biasa.

Kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (al-Lail: 21).

Puas terhadap agamanya, Tuhannya, kedudukannya, bagiannya, dan semua kesenangan dan penderitaan yang dialaminya sewaktu di dunia. Juga puas terhadap kekayaan dan kemiskinannya, kemudahan dan kesulitannya, serta kelapangan dan kemelaratannya. Karena itu, hatinya tidak pernah bergoncang, merasa sempit, tergesa-gesa, merasa keberatan memikul beban perjuangan dan keridhaan ini adalah balasan-balasan yang lebih besar dari segala bentuk balasan yang lain. Ya‘ni, balasan yang berhak diperoleh orang yang mengorbankan dirinya dan hartanya, yang menginfaqkan harta untuk membersihkannya, dan yang berkorban untuk mendapatkan keridhāan Tuhannya Yang Maha Tinggi.

Ini adalah balasan yang tidak ada yang dapat memberikannya kecuali Allah. Dia yang memasukkannya ke dalam hati yang tulus ikhlas kepada-Nya, sehingga tidak memandang kepada siapa pun selain Dia.

Kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (al-Lail: 21).

Ia merasa puas setelah mengorbankan segala yang berharga, dan memberikan apa yang diberikan.

Sungguh kepuasan dan kebahagiaan ini mengejutkan. Tetapi, ini sesuatu yang mengejutkan yang senantiasa dinantikan oleh orang yang mencapai derajat sangat bertaqwa. Ya‘ni, orang yang memberikan hartanya di jalan Allah untuk membersihkannya, bukan dalam rangka membalas budi orang yang menanamkan jasa kepadanya. Ia lakukan itu hanya untuk mencari keridhāan Tuhannya Yang Maha Tinggi.

Kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (al-Lail: 21).

Catatan:

  1. 12). Silakan baca kembali penafsiran surah al-A‘lā.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *