Diturunkan di Makkah
Jumlah Ayat: 21.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
وَ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى. وَ النَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى. وَ مَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَ الْأُنْثَى. إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى. فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَ اتَّقَى. وَ صَدَّقَ بِالْحُسْنَى. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى. وَ أَمَّا مَنْ بَخِلَ وَ اسْتَغْنَى. وَ كَذَّبَ بِالْحُسْنَى. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى. وَ مَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى. إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَى. وَ إِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَ الْأُولَى. فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى. لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى. الَّذِيْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى. وَ سَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى. الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهُ يَتَزَكَّى. وَ مَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزَى. إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى. وَ لَسَوْفَ يَرْضَى.
092:1. Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
092:2. dan siang apabila terang benderang,
092:3. serta penciptaan laki-laki dan wanita,
092:4. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
092:5. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwā.
092:6. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
092:7. maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
092:8. Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
092:9. serta mendustakan pahala yang terbaik,
092:10. maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
092:11. Hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
092:12. Sesungguhnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk,
092:13. dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia.
092:14. Maka, Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
092:15. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
092:16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
092:17. Kelak akan dijauhkan dari neraka itu orang yang paling taqwā,
092:18. yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
092:19. padahal, tidak ada seorang pun memberikan suatu ni‘mat kepadanya yang harus dibalasnya,
092:20. Tetapi, (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhāan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
092:21. Kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.
Dalam bingkai pemandangan-pemandangan alam dan tabiat manusia, surah ini menetapkan hakikat ‘amal dan pembalasan. Karena hakikat ini bermacam-macam wujud lahiriyyah sebagaimana disebutkan: “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwā, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar….”
Akibatnya, di akhirat juga berbeda-beda sesuai dengan ‘amal dan arah kehidupannya. “Maka, Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Kelak akan dijauhkan dari neraka itu orang yang paling taqwā, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya…..”
Karena simbol-simbol hakikat ini memiliki dua warna dan dua arah, maka bingkai yang dipilih dalam permulaan surah ini juga memiliki dua macam warna baik pada alam semesta maupun pada diri jiwa manusia: “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, serta penciptaan laki-laki dan wanita.”
Ini termasuk salah satu bentuk keindahan susunan pengungkapan al-Qur’ān (11).
وَ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى. وَ النَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى. وَ مَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَ الْأُنْثَى.
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, serta penciptaan laki-laki dan wanita.” (al-Lail: 1-3).
Allah s.w.t. bersumpah dengan kedua ayat atau tanda kekuasaan ini: malam dan siang. Juga dengan sifat masing-masing sebagaimana dilukiskan dalam pemandangan itu. “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang.”
Malam, apabila menutupi rentang cahaya, siang, menggenangi dan menyembunyikannya. Siang ketika terang-benderang, terang-cemerlang, sehingga karena kebenderangannya ini maka segala sesuatu menjadi jelas dan terang. Ini adalah dua hal yang berlawanan dalam peredaran planet, berlawanan dalam bentuknya, kekhususan-kekhususannya, serta bekas dan pengaruhnya. Demikian pula Dia bersumpah dengan penciptaan aneka macam makhlūq-Nya dengan dua jenisnya berlawanan: “serta penciptaan laki-laki dan wanita….”, untuk melengkapi fenomena keberlawanan dalam nuansa surah ini dan seluruh hakikatnya.
Malam dan siang adalah dua buah fenomena yang kompleks, yang masing-masing mengandung petunjuk untuk mengesankan hati manusia. Juga memiliki petunjuk lain bagi orang yang mau merenungkan dan memikirkan apa yang ada di belakangnya.
Jiwa manusia akan sangat terkesan kalau mau memperhatikan pergantian malam dan siang. Yaitu, malam ketika menutupi cahaya siang dan mengembangkan gelapnya secara merata, dan siang apabila terang-benderang. Pergantian ini seakan berbicara dan menunjukkan isyārat. Berbicara tentang alam semesta dengan keghaiban dan rahasianya, dan tentang fenomena-fenomena yang manusia tidak memiliki wewenang sedikit pun terhadapnya. Juga mengisyāratkan apa yang ada di belakang pergantian malam dan siang. Yaitu, adanya kekuasaan yang memutar waktu di alam semesta sebagaimana berputarnya roda kendaraan. Juga adanya perubahan dan pergantian yang tak pernah berhenti sama sekali.
Petunjuk yang dikandungnya ketika orang memikirkan dan merenungkannya, memastikan bahwa di sana ada tangan lain yang mengatur tata surya ini dan mempergantikan malam dan siang, dengan keteraturan dan kecermatannya. Juga memastikan bahwa yang mengatur tata surya ini mengatur pula kehidupan manusia dan tidak akan membiarkan mereka tersia-sia (tanpa tugas dan tanggungjawab). Hal ini sebagaimana Dia juga tidak menciptakan mereka dengan tiada guna.
Bagaimanapun para pengingkar dan orang-orang penyesat itu berusaha mengabaikan hakikat ini dan memalingkan pandangan darinya, maka sesungguhnya hati manusia akan tetap berhubungan dengan alam semesta. Hati manusia akan menerima kesan-kesannya, melihat bolak-baliknya, dan mengetahuinya setelah memikirkan dan merenungkannya bahwa di sana ada Yang Maha Pengatur yang tidak lepas dari perasaannya. Hatinya juga mengakui kederadaan-Nya dari balik pengabaian dan igauannya, dan dari balik penolakan dan pengingkarannya.
Demikian pula dengan penciptaan laki-laki dan wanita. Sesungguhnya pada manusia dan binatang-binatang menyusui terdapat nuthfah yang menetap pada rahim dan sel sperma yang menyatu dengan sel telur. Bagaimana terjadi perbedaan jenis kelamin setelah kelahirannya nanti? Siapakah gerangan yang mengatakan kepada yang ini: “Jadilah engkau laki-laki”, dan mengatakan kepada yang itu: “Jadilah wanita”? Sesungguhnya penyingkapan unsur-unsur yang menjadi nuthfah ini sebagai anak laki-laki atau anak wanita, tidaklah mengubah realitas perkara ini sedikit pun. Karena, bagaimana unsur-unsur ini bisa terpenuhi di sini dan unsur-unsur di sana juga terpenuhi? Bagaimana terjadinya laki-laki dan wanita kok begitu sesuai dengan garis jalan kehidupan seluruhnya, dan dapat menjamin kelestarian dan perkembangannya dengan jalan berketurunan?
Kebetulan? Kalau terjadi secara kebetulan, niscaya tidak akan terjadi kesesuaian dan keteraturan seperti ini. Maka, tidak ada lain kecuali di sana pasti ada Yang Maha Pengatur yang menciptakan laki-laki dan wanita karena suatu hikmah yang telah digariskan dan tujuan yang telah dimaklumi. Dengan demikian, tidak ada jalan bagi kebetulan dalam pengaturan alam semesta ini sama sekali.
Laki-laki dan wanita (jantan dan betina) sesudah itu juga meliputi seluruh jenis makhlūq yang tidak menyusui. Ketentuan ini berlaku pada semua makhluq hidup termasuk tumbuh-tumbuhan. Semuanya menurut kaidah penciptaan yang sama, yang tidak bersilang selisih. Tidak ada yang sendirian dan yang esa kecuali al-Khāliq Yang Maha Suci, yang tidak ada sesuatu pun yang sama dengan-Nya.
Inilah sebagian isyarat yang diberikan oleh pemandangan-pemandangan alam itu. Inilah hakikat manusia yang dijadikan sumpah oleh Allah, karena agungnya petunjuk yang dikandungnya dan dalamnya kesan yang ditimbulkannya. Lalu, dijadikan oleh al-Qur’ān sebagai bingkai bagi hakikat ‘amal dan pembalasannya di dalam kehidupan dunia dan akhirat nanti.