Surah al-Lail 92 ~ Tafsir Ibni Katsir (2/2)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Lail 92 ~ Tafsir Ibni Katsir

Riwayat Abū Dardā’

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hāsyim ibnu Khārijah, telah menceritakan kepada kami Abur-Rabī‘ Sulaimān ibnu ‘Utbat-us-Sulamī, dari Yūnus ibnu Maisarah ibnu Ḥalbas, dari Abū Idrīs, dari Abud-Dardā’ yang mengatakan bahwa para sahabat pernah bertanya: “Wahai Rasūlullāh, bagaimanakah pendapatmu tentang amal yang kita kerjakan, apakah itu merupakan suatu urusan yang telah ditakdirkan ataukah suatu urusan yang baru kita memulainya?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Tidak, sebenarnya berdasarkan urusan yang telah ditetapkan oleh takdir.” Mereka bertanya: “Lalu apakah gunanya kita beramal, wahai Rasūlullāh s.a.w.?” Maka beliau menjawab:

كُلُّ امْرِئٍ مُهَيَّأٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ

Tiap orang dimudahkan untuk mengerjakan apa yang dia diciptakan untuknya.

Imām Aḥmad meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini.

Hadis lain.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepadaku al-Ḥasan ibnu Salamah ibnu Abū Kabsyah, telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ul-Malik ibnu ‘Amr dan telah menceritakan kepada kami ‘Abbād ibnu Rāsyid, dari Qatādah, telah menceritakan kepadaku Khulaid al-Atsrī, dari Abū Dardā’ yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ غَرَبَتْ فِيْهِ شَمْسُهُ إِلاَّ وَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يَسْمَعُهُمَا خَلْقُ اللهِ كُلُّهُمْ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ: اللهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلْفًا وَ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.

Tiada suatu hari pun yang mentari terbenam padanya melainkan pada sisinya terdapat dua malaikat yang berseru yang suaranya terdengar oleh semua makhluk Allah kecuali jin dan manusia: “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak dan timpakanlah kerusakan kepada orang kikir.”

Dan berkenaan dengan hal ini Allah s.w.t. menurunkan firman-Nya:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَ اتَّقَى، وَ صَدَّقَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى، وَ أَمَّا مَنْ بَخِلَ وَ اسْتَغْنَى، وَ كَذَّبَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى.

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (al-Lail: 5-10).

Ibnu Abī Ḥātim telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibnu Abī Kabsyah berikut sanad-nya dengan lafaz yang semisal.

Hadis lain.

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, bahwa telah menceritakan kepada Abū ‘Abdullāh azh-Zhaharānī, telah menceritakan kepada kami Ḥafsh ibnu ‘Umar al-‘Adanī, telah menceritakan kepada kami al-Ḥakam ibnu Abān, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbās, bahwa pernah ada seorang lelaki yang memiliki banyak pohon kurma, yang salah satunya bercabang keluar pagar masuk ke rumah seorang lelaki yang saleh, miskin, dan beranak banyak.

Maka apabila lelaki itu datang dan hendak memetik buah pohon kurma yang satu itu, ia memasuki pekarangan rumah orang yang saleh itu, lalu baru memetiknya. Maka berjatuhanlah buahnya, dan anak-anak lelaki yang miskin itu memungutnya. Kemudian lelaki pemilik kurma itu turun dari pohonnya dan merampas buah kurma yang ada di tangan mereka. Jika seseorang dari mereka telah memasukkan buah kurma itu ke dalam mulutnya, maka lelaki itu memasukkan jari tangannya ke mulut anak tersebut dan mencabut buah kurma yang hampir ditelannya dari kerongkongannya.

Maka lelaki yang miskin itu mengadu kepada Nabi s.a.w. dan menceritakan kepada beliau sikap dari pemilik buah kurma tersebut. Nabi s.a.w. bersabda kepadanya: “Sekarang mari kita berangkat.” Lalu Nabi s.a.w. menjumpai lelaki pemilik pohon kurma itu dan bersabda kepadanya:

أَعْطِنِيْ نَخْلَتَكَ فَرْعُهَا فِيْ دَارِ فُلَانٍ وَ لَكَ بِهَا نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ

Berikanlah kepadaku pohon kurmamu yang cabangnya berada di pekarangan rumah si Fulan, maka engkau akan mendapatkan gantinya sebuah pohon kurma di surga nanti.

Lelaki pemilik kurma itu menjawab: “Bisa saja aku memberikannya, tapi sesungguhnya aku banyak memiliki pohon kurma, ternyata tiada suatu pun darinya yang buahnya lebih aku sukai daripada buah pohon kurma yang ini.”

Nabi s.a.w. pergi, dan beliau diikuti oleh seseorang yang mendengar pembicaraan Nabi s.a.w. kepada lelaki pemilik kurma itu, lalu ia berkata: “Wahai Rasūlullāh, jika pohon kurma itu aku ambil dan telah menjadi milikku, dan aku berikan kurma itu kepada engkau, apakah engkau akan memberiku sebagai gantinya sebuah pohon kurma di surga?” Rasūlullāh menjawab: “Ya”.

Kemudian lelaki itu menjumpai lelaki pemilik kurma tersebut; keduanya adalah pemilik pohon kurma yang banyak jumlahnya. Lalu ia berkata kepadanya: “Aku akan menceritakan kepadamu, bahwa Muḥammad bersedia memberiku sebuah pohon kurma di dalam surga sebagai ganti dari pohon kurmaku yang condong ke pekarangan rumah si Fulan. Maka kukatakan kepadanya bahwa aku bisa saja memberikannya, tetapi buah pohon kurma itu benar-benar sangat kusukai.” Lelaki itu diam tidak menanggapi, lalu ia berkata kepada pemilik kurma itu: “Bagaimanakah pendapatmu jika kamu jual saja pohon kurma itu.” Pemilik kurma menjawab: “Tidak akan, kecuali jika gantinya adalah sesuatu yang berarti. Tetapi menurut dugaanku, tiada seorang pun mau menukarkannya.”

Lelaki itu bertanya (kepada pemilik kurma itu): “Lalu berapakah jumlah yang engkau inginkan sebagai gantinya?” Lelaki pemilik kurma itu menjawab: “Empat puluh pohon kurma.” Lelaki itu berkata: “Sesungguhnya engkau terlalu membesar-besarkan masalah, satu pohon kurmamu minta ditukar dengan empat puluh pohon kurma lainnya.” Keduanya terdiam, dan keduanya memulai pembicaraan lagi. Pada akhirnya lelaki itu menyerah dan berkata: “Baiklah, aku ganti satu pohon kurmamu itu dengan empat puluh pohon kurmaku.” Pemilik kurma berkata: “Adakah persaksian jika engkau adalah seorang yang benar.”

Maka lelaki itu menyuruh orangnya untuk memanggil orang banyak, lalu ia berkata: “Saksikanlah oleh kalian, bahwa sesungguhnya aku memberi sebagian dari pohon kurma milikku sebanyak empat puluh pohon sebagai penukaran dari sebuah pohon kurmanya yang cabangnya condong ke dalam pekarangan rumah si Fulan ibnu Fulan.” Kemudian lelaki itu bertanya: “Bagaimanakah pendapatmu dengan persaksian ini?” Pemilik kurma menjawab: “Aku rela.”

Kemudian pemilik kurma itu berkata: “Tiada jual beli antara aku dan kamu selama kita belum berpisah.” Lelaki itu berkata: “Sesungguhnya Allah telah memecatmu, dan aku bukanlah orang yang pandir saat memberimu empat puluh pohon kurma sebagai ganti dari sebuah pohon kurmamu yang condong itu.” Pemilik kurma berkata: “Sesungguhnya aku rela, dengan syarat engkau memberiku empat puluh pohon kurma menurut apa yang kukehendaki.” Dan pemilik kurma itu berkata lagi: “Engkau memberiku berikut dengan pohonnya.”

Lelaki itu diam sejenak, lalu berkata: “Ya, empat puluh pohon kurma berikut semua batangnya adalah untukmu,” lalu ia mengajak saksi-saksi saat menghitung empat puluh batang pohon kurma tersebut, setelah itu keduanya bubar.

Kemudian lelaki itu pergi menghadap Rasūlullāh s.a.w. dan berkata: “Wahai Rasūlullāh, sesungguhnya pohon kurma yang condong ke dalam pekarangan rumah si Fulan itu telah menjadi milikku, maka aku berikan ia kepadamu.” Maka Rasūlullāh s.a.w. pergi menjumpai lelaki yang miskin lagi banyak anaknya itu, lalu bersabda kepadanya:

النَّخْلَةُ لَكَ وَ لِعِيَالِكَ

Sekarang pohon kurma itu adalah menjadi milikmu dan anak-anakmu.

‘Ikrimah mengatakan, Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa lalu Allah s.w.t. menurunkan firman-Nya:

وَ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى

Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), (al-Lail: 1)

sampai dengan firman-Nya:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَ اتَّقَى، وَ صَدَّقَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى، وَ أَمَّا مَنْ بَخِلَ وَ اسْتَغْنَى، وَ كَذَّبَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (al-Lail: 5-10), hingga akhir surat.

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abī Ḥātim, hadis ini sangat gharīb.

Ibnu Jarīr mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abū Bakar ash-Shiddīq. Ibnu Jarīr mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hārūn ibnu Idrīs al-Asham, telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Muḥammad al-Muḥāribī, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Isḥāq, dari Muḥammad ibnu ‘Abdullāh ibnu Muḥammad ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Abū Bakar ash-Shiddīq r.a., dari ‘Āmir ibnu ‘Abdullāh ibn-uz-Zubair yang mengatakan bahwa dahulu Abū Bakar r.a. sering memerdekakan budak karena masuk Islam di masa periode Makkah. Dia memerdekakan budak-budak yang telah lanjut usia dan budak-budak wanita jika mereka masuk Islam.

Maka kedua orang tuanya bertanya kepadanya: “Hai anakku, kulihat engkau memerdekakan orang-orang yang lemah, maka sekiranya saja engkau memerdekakan laki-laki yang kuat, kelak mereka akan membantumu dan menjaga serta mempertahankan dirimu dari gangguan orang lain.” Maka Abū Bakar menjawab: “Wahai ayahku, sesungguhnya kulakukan ini hanya semata-mata karena mengharap pahala yang ada di sisi Allah.” Amir ibnu ‘Abdullāh ibn-uz-Zubair melanjutkan kisahnya, bahwa sebagian dari ahli baitnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ayat-ayat berikut diturunkan berkenaan dengan sahabat Abū Bakar r.a., yaitu firman Allah s.w.t.:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَ اتَّقَى، وَ صَدَّقَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (al-Lail: 5-7).

Adapun firman Allah s.w.t.:

وَ مَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى

092:11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.. (al-Lail: 11).

Mujāhid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila yang bersangkutan mati. Abū Shāliḥ dan Mālik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa makna yang dimaksud ialah bila orang yang bersangkutan telah dilemparkan ke dalam neraka.

 

Al-Lail, ayat: 12-21

إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَى، وَ إِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَ الْأُولَى، فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى، لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى، الَّذِيْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى، وَ سَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى، الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهُ يَتَزَكَّى، وَ مَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزَى، إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى، وَ لَسَوْفَ يَرْضَى

092:12. Sesungguhnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk,
092:13. dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia.
092:14. Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
092:15. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
092:16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
092:17. Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,
092:18. yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
092:19. padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya,
092:20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
092:21. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.

 

Qatādah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَى

Sesungguhnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk (al-Lail: 12).

Yakni menerangkan yang halal dan yang haram. Selain Qatādah mengatakan bahwa barang siapa yang menempuh jalan petunjuk, akan sampailah ia kepada Allah. Dan berpendapat demikian menjadikan ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَ عَلَى اللهِ قَصْدُ السَّبِيْلِ

Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (an-Nahl: 9)

Artinya, jalan yang lurus itu akan menghantarkan kepada Allah. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr.

Firman Allah s.w.t.:

وَ إِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَ الْأُولَى

dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia (al-Lail: 13).

Yaitu semuanya adalah milik Kami, dan Akulah yang mengatur pada keduanya.

Firman Allah s.w.t.:

فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى

Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. (al-Lail: 14).

Mujāhid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang apinya bergejolak. Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Ja‘far, telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, dari Sammāk ibnu Ḥarb, bahwa ia pernah mendengar an-Nu‘mān ibnu Basyīr mengatakan dalam khuthbahnya, bahwa aku pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda dalam khuthbahnya:

أَنْذَرْتُكُمُ النَّارَ

Aku memperingatkan kalian dengan neraka!

Yakni dengan suara yang lantang; sehingga andaikata seseorang berada di pasar, tentulah dia mendengar suara itu dari tempat dudukku sekarang ini. An-Nu‘mān melanjutkan, bahwa sehingga selendang yang beliau kenakan di pundaknya terjatuh ke kakinya.

Imām Aḥmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Ja‘far, telah menceritakan kepadaku Syu‘bah alias Abū Isḥāq; ia pernah mendengar an-Nu‘mān ibnu Basyīr berkata dalam khotbahnya, bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ تُوْضَعُ فِيْ أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتًانِ يَغْلَى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ.

Sesungguhnya ahli neraka yang paling ringan siksaannya di hari kiamat ialah seorang lelaki yang diletakkan dua buah bara api neraka di kedua telapak kakinya, yang karenanya otaknya mendidih.

Imām Bukhārī telah meriwayatkan hadis ini. Imām Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Bakar ibnu Abū Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abū Usāmah, dari al-A‘masy, dari Abū Isḥāq, dari an-Nu‘mān ibnu Basyīr yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ لَهُ نَعْلَانِ وَ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغْلَى مِنْهُمَا دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلَى الْمِرْجَلُ، مَا يُرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ مِنْهُ عَذَابًا وَ إِنَّهُ لَأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا

Sesungguhnya ahli neraka yang paling ringan siksanya ialah seseorang yang mengenakan dua terompah dan dua talinya dari api, yang karenanya ia mendidih sebagaimana panci berisi air mendidih. Seakan-akan bila dilihat tiada seorang pun yang lebih berat siksanya daripada dia, padahal sesungguhnya dia adalah ahli neraka yang paling ringan siksanya.

Firman Allah s.w.t.:

لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى

Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka (al-Lail: 15).

Yaitu tiada yang dijerumuskan ke dalamnya sehingga diliputi oleh api neraka dari segala penjurunya kecuali hanya orang yang paling celaka. Kemudian dijelaskan oleh firman berikutnya:

الَّذِيْ كَذَّبَ

yang mendustakan (al-Lail: 16)

Maksudnya, hatinya mendustakan hal tersebut.

وَ تَوَلَّى

dan berpaling (al-Lail: 16)

Yakni semua anggota tubuhnya tidak mau mengamalkannya. Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ḥasan Ibnu Mūsā, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahī‘ah, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibnu Sa‘īd al-Maqbarī, dari Abū Hurairah yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah bersabda:

لَا يَدْخُلُ النَّارَ إِلَّا شَقِيٌّ

Tiada yang masuk neraka selain orang yang celaka.

Ketika ditanyakan kepada beliau s.a.w.: “Siapakah orang yang celaka itu?” Maka beliau s.a.w. menjawab:

الَّذِيْ لَا يَعْمَلُ بِطَاعَةٍ وَ لَا يَتْرُكُ للهِ مَعْصِيَةً

Orang yang tidak mau mengamalkan ketaatan kepada Allah dan tidak mau meninggalkan perbuatan durhaka kepada-Nya.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yūnus dan Syuraih, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Falīḥ, dari Hilāl ibnu ‘Alī, dari ‘Athā’ ibnu Yasār, dari Abū Hurairah yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

كُلُّ أُمَّتِيْ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ أَبَى

Semua umatku akan masuk surga di hari kiamat nanti, terkecuali orang yang membangkang.

Ketika mereka bertanya: “Siapakah orang yang membangkang itu, wahai Rasūlullāh s.a.w.?” Maka beliau s.a.w. menjawab:

مَنْ أَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَ مَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى

Barang siapa yang taat kepadaku, niscaya masuk surga; dan barang siapa durhaka kepadaku, berarti dia membangkang.

Imām Bukhārī meriwayatkan hadis ini dari Muḥammad ibnu Sinān, dari Falīḥ dengan sanad yang sama.

Firman Allah s.w.t.:

وَ سَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى

Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu (al-Lail: 17).

Yakni kelak akan dijauhkan dari neraka orang yang bertakwa dan orang yang paling bertakwa, kemudian dijelaskan oleh firman berikutnya siapa yang dimaksud dengan orang yang bertakwa itu:

الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهُ يَتَزَكَّى

(yaitu) yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya (al-Lail: 18)

Yaitu membelanjakan hartanya untuk jalan ketaatan kepada Tuhannya, untuk mensucikan dirinya, hartanya dan segala apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya berupa agama dan dunia.

وَ مَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزَى

padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya (al-Lail: 19)

Maksudnya, pembelanjaan yang dikeluarkannya itu bukanlah untuk membalas jasa kebaikan yang pernah diberikan oleh orang lain kepadanya, melainkan dia mengeluarkannya hanya semata-mata.

إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى

tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhan Yang Maha Tinggi. (al-Lail: 20)

Yakni hanyalah semata-mata karena mengharapkan untuk dapat melihat Allah di negeri akhirat di dalam taman-taman surga. Lalu disebutkan dalam firman berikutnya:

وَ لَسَوْفَ يَرْضَى

Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan (al-Lail: 21)

Artinya, orang yang menyandang sifat-sifat ini niscaya akan mendapat kepuasan. Banyak kalangan ulama tafsir menyebutkan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abū Bakar ash-Shiddīq r.a. sehingga sebagian dari mereka ada yang meriwayatkannya sebagai suatu kesepakatan di kalangan ulama tafsir.

Dan memang tidak diragukan lagi dia termasuk ke dalamnya, sebagaimana termasuk pula ke dalam pengertiannya seluruh umat ini bila ditinjau dari pengertian umumnya, mengingat lafaznya memakai lafaz yang mengandung pengertian umum, yaitu firman Allah s.w.t.:

وَ سَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى، الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهُ يَتَزَكَّى، وَ مَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزَى

Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya (al-Lail: 17-19).

Akan tetapi, Abū Bakar r.a. merupakan orang yang diprioritaskan dari kalangan umat ini, dan dia adalah pendahulu mereka dalam menyandang sifat-sifat ini dan sifat-sifat terpuji lainnya. Dia adalah seorang yang berpredikat shiddiq, bertakwa, mulia, lagi dermawan, banyak membelanjakan hartanya di jalan ketaatan kepada Allah s.w.t. dan menolong Rasul-Nya.

Berapa banyak uang dinar dan dirham yang telah dibelanjakan Abū Bakar demi mengharapkan rida Tuhannya Yang Maha Mulia, padahal tiada seorang pun yang berjasa baginya hingga perlu untuk ia balas jasanya itu dengan imbalan pemberian. Bahkan kemurahan dan kebaikannya juga menyentuh para pemimpin, dan orang-orang yang terhormat dari kalangan berbagai kabilah.

Karena itulah ‘Urwah ibnu Mas‘ūd pemimpin Bani Tsaqīf ketika terjadi Perjanjian Ḥudaibiyyah mengatakan kepada Abū Bakar: “Ingatlah, demi Allah, seandainya saja aku tidak teringat akan jasamu padaku yang masih belum terbalaskan, tentulah aku akan meladenimu,” tersebutlah bahwa Abū Bakar r.a. bersikap kasar terhadapnya dalam menyambutnya. Untuk itu apabila keadaan Abū Bakar sangat disegani di kalangan para penghulu orang ‘Arab dan para pemimpinnya, maka terlebih lagi orang-orang yang selain mereka, lebih segan kepadanya karena kebaikan dan kedermawanannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

وَ مَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزَى، إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى، وَ لَسَوْفَ يَرْضَى

Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhan Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan. (al-Lail: 19-21)

Di dalam hadis shaḥīḥain disebutkan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ دَعَتْهُ خَزَنَةُ الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللهِ هذَا خَيْرٌ

Barang siapa yang membelanjakan sepasang barang di jalan Allah, maka para malaikat penjaga surga memanggilnya: “Hai hamba Allah, inilah yang baik.”

Maka Abū Bakar bertanya: “Wahai Rasūlullāh, apakah merupakan suatu keharusan bagi seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari pintunya, dan apakah ada seseorang yang dipanggil dari semua pintu surga (untuk memasukinya)?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab:

نَعَمْ، وَ أَرْجُوْ أَنْ تَكُوْنَ مِنْهُمْ

Ya ada, dan aku berharap semoga engkau termasuk seseorang dari mereka (yang dipanggil masuk surga dari semua pintunya).

Demikianlah akhir tafsir sūrat-ul-Lail, segala puji bagi Allah atas semua karunia-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *