SURAH AL-LAHAB
“NYALA API”
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang.
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
Tabba berarti ‘hilang, rugi’, dan ‘binasa, atau rusak’. Abū Lahab adalah paman Nabi. Ia orang yang energik, berapi-api, ganteng dan berbahaya, laksana seekor singa. Ia menjunjung tinggi tradisi-tradisi lama, dan membelanya dengan cara yang dogmatis dan fanatis. Tapi apa pun yang diusahakan ‘tangannya’, bagaimana pun perbuatannya, ia tetap merugi.
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Apa pun yang ia peroleh, apa pun kekuasaan yang ia miliki, tidak ada manfaatnya.
سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Ia ditakdirkan untuk api abadi, sebagaimana dalam kehidupan ini ia membakar dirinya dengan agitasinya, kebenciannya yang berkobar-kobar dan segala ketidak-puasan serta rasa frustrasinya.
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Istri Abū Lahab adalah adiknya Abū Sufyān. Ḥathab berarti ‘kayu bakar’, pengertiannya adalah, menurut ungkapan ‘pembawa kayu bakar’, bahwa ia mengadu domba orang-orang satu sama lain dengan kesana-kemari ngerumpi menceritakan kebohongan dan menghembuskan gosip serta menghasut. Ia selalu melemparkan semak-semak berduri kecil sepanjang jalan yang biasa dilewati Nabi untuk sampai ke Ka‘bah, agar dalam kegelapan waktu subuh beliau menginjaknya. Kejadian ini menunjukkan bahwa ketidaksenangan batinnya memperlihatkan diri dalam apa saja yang dilakukannya secara lahiriah, dan duri-duri batinnya dibawa secara lahiriah di atas punggungnya.
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ
Jīd menggambarkan bagian leher tempat kalung biasa bertengger. Masad biasanya berarti daun palem yang dipintal. Ini berarti bahwa apa yang diseretnya—yang melingkari lehernya—adalah rantai yang dipintal kuat buatannya sendiri.
Meskipun surah ini secara historis berkenaan dengan seorang paman Nabi dan mitranya dalam penyiksaan, yakni istrinya, tapi di mana pun dan kapan pun kebenaran muncul, penolakan dan perlawanan dari seorang Abū Lahab selalu dekat menyertai.