Surah al-Lahab 111 ~ Tafsir Nur-ul-Qur’an

TAFSIR NUR-UL-QUR’AN
(Diterjemahkan dari: Nur-ul-Qur’an: An Enlightening Commentary into the Light of the Holy Qur’an).
Oleh: Allamah Kamal Faqih Imani
Penerjemah Inggris: Sayyid Abbas Shadr Amili
Penerjemah Indonesia: Rahadian M.S.
Penerbit: Penerbit al-Huda

Dengan Nama Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang

Surah al-Lahab (Gejolak Api)

(Surah ke-111: 5 Ayat)

Mukadimah

Surah al-Lahab termasuk dalam kelompok surah Makkiyyah. Surah ini diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. pada permulaan dakwah terbuka yang di dalamnya memuat nama salah seorang musuh Islam dan Nabi s.a.w. di masa itu, yakni Abu Lahab. Abu Lahab (dan orang-orang yang berkarakter seperti Abu Lahab) diperingatkan keras melalui ayat-ayat surah ini. Kandungan surah ini menunjukkan permusuhan khusus yang dipendam Abu Lahab terhadap Nabi s.a.w. Ia dan istrinya melakukan keburukan apa saja yang mungkin untuk mencelakakan orang terpuji yang yang diutus Allah guna membenahi akhlak manusia itu.

Al-Qur’an secara gamblang menyatakan bahwa keduanya akan masuk neraka yang darinya mereka tidak bisa luput. Nubuat ini sesungguhnya terjadi dan pada akhirnya mereka mati tanpa memiliki keimanan terhadap Islam. Ini merupakan suatu prediksi eksplisit dari al-Qur’an.

Keutamaan Mengkaji Surah Ini.

Sebuah hadis menuturkan, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Siapa saja yang membaca Surah al-Lahab, aku berharap Allah tidak akan mengumpulkannya bersama Abu Lahab di tempat yang sama.” (yakni, ia akan berada di surga, karena Abu Lahab berada di neraka). (11).

Keutamaan ini terletak pada orang yang – dengan membaca surah ini – berpisah jalan dengan Abu Lahab, bukan ia yang membacanya dengan lidah, tetapi bertindak seperti Abu Lahab.

Sebab Turunnya

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ketika diturunkan ayat: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. (asy-Syu‘ara’: 214), Rasulullah s.a.w. diperintahkan untuk mengumpulkan kerabat-kerabat dekatnya dan menyampaikan perihal kenabian beliau sebagai awal dimulainya dakwah Islam secara terbuka. Kemudian beliau mendaki puncak bukit Shafa dan menyeru: “Yā shabāḥa.” (Ungkapan ini digunakan untuk mengabarkan kepada semua orang agar bersiap-siap membela diri ketika pasukan musuh hampir menyerang).

Ketika seruan Muhammad s.a.w. terdengar ke berbagai penjuru hunian kabilah-kabilah Makkah, mereka pun datang menghampirinya. Kemudian beliau menunjuk berbagai kabilah ‘Arab dan berkata kepada mereka: “Sekiranya aku katakan kepada kalian bahwa ada sebuah pasukan besar tengah berkemah di kaki gunung ini, apakah kalian akan percaya padaku?” Para hadirin menjawab: “Tentu saja kami percaya, karena engkau tidak pernah berkata dusta.” Lalu Nabi s.a.w. melanjutkan: “Aku diutus oleh Allah sebagai seorang pengingat untuk mengajarkan keesaan Tuhan.” Mendengar hal ini, Abu Lahab menukas: “Celakalah engkau! Apakah karena ini engkau mengumpulkan kami?” Pada saat itulah ayat-ayat surah ini diturunkan, yang berbunyi: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab, binasalah (ia).”

Bahaya dan permusuhan Abu Lahab dan istrinya tidak hanya terbatas pada tindakan tersebut. Kedua orang ini malah merupakan seburuk-buruknya manusia di masa itu dan musuh yang paling alot di masa Islam awal. Itulah sebabnya al-Qur’an jelas-jelas mengutuk mereka. Sejumlah keterangan terperinci lainnya akan ditunjukkan kemudian. In sya’ Allah.

 

Al-Lahab (Gejolak Api)

(Surah ke-111)

Ayat: 1-5

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

تَبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهَبٍ وَ تَبَّ. مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَ مَا كَسَبَ. سَيَصْلى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ. وَ امْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ. فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ

Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang

111:1. Binasalah kedua tangan Abū Lahab, binasalah (ia).

111:2. Tidaklah bermanfaat harta bendanya dan apa yang ia usahakan.

111:3. Kelak ia akan dibakar di dalam api yang bergejolak.

111:4. Dan istrinya adalah pembawa kayu bakar.

111:5. Yang di lehernya ada tali yang membelit dari sabut.

 

TAFSIR

Binasalah Tangan Abu Lahab

Sebagaimana diuraikan dalam sebab turunnya di atas, surah ini sesungguhnya merupakan sebuah jawaban atas kata-kata kotor dari Abu Lahab, paman Nabi s.a.w., putra dari ‘Abd-ul-Muththalib, Abu Lahab merupakan musuh Islam yang paling sengit di antara orang-orang musyrik Makkah. Ketika ia mendengar seruan yang jelas dan terbuka dari Nabi Allah s.a.w. dan peringataannya akan adzab Allah, ia berkata: “Celakalah engkau! Apakah karena ini engkau mengumpulkan kami?” Lantas al-Qur’an menjawab: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab, binasalah (ia).”

Dalam kitab yang ditulis Raghib, al-Mufradāt, kata tab dan tabab, berarti “kerugian yang tetap.” Namun Thabarsi, dalam Majma‘-ul-Bayān, mengartikan kata itu sebagai “kerugian yang mengarah pada kebinasaan.”

Beberapa filolog mengartikan tab sebagai “memotong”. Barangkali, arti ini menunjuk pada kerugian yang terus-menerus biasanya mengarah pada suatu titik kehancuran. Namun demikian, dari semua pengertian yang disebutkan dapat disimpulkan bahwa pengertian yang terkandung adalah sama. Tentu saja, kebinasaan yang dimaksud bisa merujuk pada kebinasaan duniawi ataupun spiritual atau malah kedua-duanya.

Mengapa al-Qur’an suci, yang memiliki gaya pengungkapan universal, menyebutkan secara jelas sebuah objek dengan nama yang jelas, Abu Lahab?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita haruslah mengenal terlebih dahulu siapakah Abu Lahab.

Abu Lahab, secara kata sama artinya dengan “Ayah Gejolak Api”. Ia adalah sebutan untuk seseorang yang bernama asli ‘Abd-ul-‘Uzza yang artinya: “hamba berhala ‘Uzza”. ‘Abd-ul-‘Uzza adalah seorang yang bertemperamen panas dengan wajah yang memerah. Itulah barangkali orang ini diberi julukan atau nama Abu Lahab, karena lahab dalam bahasa ‘Arab berarti “gejolak api.”

‘Abd-ul-‘Uzza dan istrinya, Ummu Jamil, saudari Abu Sufyan, yang secara khusus disebutkan sebagai orang-orang terkutuk di antara musuh-musuh Islam, banyak sekali menyakiti Nabi s.a.w. Seseorang bernama Thariq al-Muharibi berkata bahwa suatu saat Abu Lahab ditemukan berjalan di belakang Nabi s.a.w. ketika melewati pasar Dzul-Majaz (dekat ‘Arafah, jarak pendek ke Makkah). Dia mengikuti di belakang Nabi s.a.w. seraya berteriak agar jangan mendengarkan Nabi s.a.w. Dia mengatakan kepada orang-orang bahwa Nabi s.a.w. seorang yang gila sambil melempari kaki beliau dengan batu-batu, sehingga membuat Nabi berjalan dengan kaki yang berdarah.

Banyak kisah yang diriwayatkan seputar perlakuan buruk tiada henti dan perkataan-perkataan sia-sia atau tak senonoh dari Abu Lahab kepada Nabi s.a.w. yang bisa dihitung sebagai alasan mengapa ayat-ayat yang tengah dibahas mengecam dan melaknati dia dan istrinya sedemikian jelas dan keras.

Dari kerabat dekat Nabi s.a.w. Abu Lahab merupakan satu-satunya orang yang tidak menandatangi dukungan persetujuan Bani Hasyim kepada Nabi s.a.w., tetapi mengambil bagian dalam persetujuan atas musuh-musuh Isalm, dan tetap bertahan di pihak musuh Nabi s.a.w. Sekaitan dengan fakta-fakta ini, alasan kasus pengkhususan dalam surah ini bisa dimengerti.

Tidaklah bermanfaat harta bendanya dan apa yang ia usahakan.”.

Dapat dipahami dari ungkapan ayat ini, Abu Lahab adalah seorang yang kaya raya dan sombong yang membanggakan diri dengan kekayaannya dan menggunakan kekayaan tersebut untuk melawan Islam.

Kelak ia akan dibakar di dalam api yang bergejolak.”.

Siksanya juga seperti namanya, Abu Lahab, yang berkobar dengan gejolak api besar dan membakar.

Bukan saja kekayaan Abu Lahab, melainkan juga tak satu pun kekayaan atau kedudukan sosial kaum kafir dan pelaku kejahatan yang mampu menyelamatkan mereka dari api neraka, sebagaimana Surah asy-Syu‘ara’ ayat 88-89 ungkapkan, “(yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati nan bersih.”

Tentu saja, api yang disebutkan dalam ayat: “Kelak ia akan dibakar di dalam api yang bergejolak” adalah api neraka. Namun sebagian mufassir percaya bahwa ia bisa juga meliputi api yang ada di dunia ini.

Diriwayatkan bahwa setelah kekalahan kaum musyrikin Makkah di Badar, Abu Lahab, yang tidak turut serta dalam peperangan tersebut, menanyakan kepada Abu Sufyan, kapan ia kembali dari medan perang dan berikut rincian perangnya. Abu Sufyan memaparkan kepada Abu Lahab bagaimana kaum Quraisy dikalahkan, kemudian ia mengimbuhkan: “Demi Allah, kami melihat dalam perang tersebut sejumlah penunggang kuda di antara bumi dan langit turun untuk menolong Muhammad.”

Abu Rafi‘, salah seorang pelayan ‘Abbas, menyangkut peristiwa Badar, menceritakan kejadian tersebut: “Aku tengah duduk-duduk di sana dan aku mengangkat tanganku dan berkata bahwa mereka adalah para malaikat dari langit. Lantas, Abu Lahab menjadi sedemikian marah sehingga memukul wajahku dengan keras, mengangkatku ke atas, dan aku jatuh dengan keras di atas tanah. Ia terus memukuliku karena kesedihan atas kekecewaannya. Pada saat itulah Ummu Fadhl, istri ‘Abbas, yang tengah hadir di sana, mengambil tongkat dan memukulkannya keras-keras ke kepala Abu Lahab dan berkata: “Apakah engkau menemukan orang lemah ini sendirian?”

Kepala Abu Lahab terluka dan berdarah. Seminggu kemudian ia meninggal karena penyakit menular dan karena tubuhnya menebarkan bau busuk tak tertahankan, sehingga tak ada seorang pun mau mendekatinya. Jenazah itu ditinggalkan selama tiga hari dan akhirnya sejumlah budak diupah untuk membawa mayat Abu Lahab keluar Makkah. Mereka memandikannya dari kejauhan dan kemudian menumpukkan batu ke atasnya sampai ia terkubur.” (22).

Dan istrinya adalah pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali yang membelit dari sabut.”.

Ummu Jamil, saudari Abu Sufyan dan bibi Mu‘awiyah adalah istri Abu Lahab. Ia seorang perempuan bermata juling yang sama-sama bertemperamen buruk seperti suaminya. Bersama suaminya ia memusuhi dan merintangi dakwah Islam.

Namun, berkaitan dengan mengapa al-Qur’an menyebutnya sebagai pembawa kayu bakar beberapa tafsiran telah diberikan.

Sebagian pendapat mengatakan, karena ia biasa mengikat cabang-cabang kayu berduri dengan tali yang terbuat dari serabut pelepah daun kurma yang digulung, memikulnya, dan menyebarkannya di hampir kegelapan malam di atas jalan yang mungkin biasa dilalui Nabi s.a.w., dengan harapan melukai kaki beliau dan menyebabkan tubuh beliau terluka.

Sebagian lagi percaya, pembawa kayu bakar bisa juga bermakna simbolik, yaitu membawakan kisah-kisah ke tengah-tengah penduduk untuk melibatkan mereka dalam jaringan pergunjingan dan pelecehan terhadap kebenaran. Ini pun termasuk dari salah satu keburukan yang dilakukan istri Abu Lahab. Sedangkan mufassir yang lain lagi berpandangan bahwa ia akan membawa pikulan berat dosa-dosa yang lain pada hari pengadilan.

Meskipun tidak mustahil untuk memadukan semua tafsiran tersebut, tapi penafsiran yang pertama, di antara semua tafsiran ini, tampak lebih sesuai.

Kata jīd artinya: “leher dan bagian atas dari dada,” yang bentuk jama‘-nya adalah ajyād. Sedangkan ‘unuq artinya “bagian belakang leher” (tengkuk), dan raqabah berarti “leher” secara keseluruhan.

Kata masad artinya “tali yang terbuat dari serabut pelepah daun kurma”. Sebagian beranggapan, ia adalah tali dari serabut pohon kurma yang tajam dan besi berat yang panas yang akan diletakkan di atas leher si pendosa di neraka.

Ada juga pendapat yang mengatakan, Ummu Jamil, saudari Abu Sufyan yang menjadi istri Abu Lahab itu, memiliki kalung yang sangat berharga. Ia telah bersumpah bahwa ia akan menghabiskannya untuk melawan Nabi s.a.w. Atas perilaku ini barangkali Allah telah menunjukkan kepadanya azab seperti ini.

 

PENJELASAN

Nubuat: Isyarat Mu‘jizat al-Qur’an

Kita memahami dari pernyataan ayat-ayat al-Lahab yang diturunkan di Makkah ini bahwa Abu Lahab beserta istrinya akan dibakar di api neraka, karena mereka tidak percaya pada kebenaran. Banyak kaum musyrikin Makkah sesungguhnya percaya pada kenabian Muhammad s.a.w., sebagian besar hanya beriman secara lahiriah sehingga terus menentang dakwah Nabi s.a.w., dan sebagian kecil yang beriman ada yang sadar dan kembali kepada jalan kebenaran. Di kalangan musyrikin yang menentang itu terdapat Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, yang paling keras usahanya untuk mengenyahkan Nabi Muhammad s.a.w.

Ini merupakan salah satu nubuat al-Qur’an suci yang disembunyikan. Ada sejumlah fakta tersembunyi dalam al-Qur’an yang pernah ditelaah dalam sebuah buku lain dengan judul Mu‘jizat al-Qur’an. Dalam buku ini dikemukakan sebuah penafsiran tentang dua musuh Nabi s.a.w. ini yang sesuai dengan keterangan di atas.

Kekerabatan Bukan Alasan untuk Beriman

Abu Lahab dan istrinya yang secara khusus disebutkan sebagai orang-orang yang dilaknat di antara musuh-musuh Islam menegaskan bahwa tidak ada hubungan kekerabatan apapun, termasuk dengan Nabi s.a.w., yang bisa mendatangkan manfaat ketika orang-orang tersebut tidak beriman. Orang-orang beriman semestinya tidak menunjukkan kecenderungan terhadap orang-orang sesat, apalagi mengikuti jalan kesesatan mereka, meskipun mereka termasuk kerabat dekat.

Abu Lahab adalah paman Nabi s.a.w. Namun ketika tidak mengikuti perintah Allah, ia disalahkan dan diingatkan akan azab-Nya seperti juga orang-orang kafir lainnya. Bahkan lebih dari yang lainnya mengingat perilakunya berdampak lebih buruk ketimbang orang lain. Sebaliknya, mereka yang tidak termasuk kerabat dekat Nabi s.a.w. dan bahkan berasal dari negeri-negeri lain atau dari ras dan bahasa yang berbeda, tetapi mengimani dan mengamalkan keimanan hakiki mereka, maka mereka termasuk kelompok yang dekat dengan Nabi Muhammad s.a.w. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, Nabi s.a.w. berkata tentang Salman al-Farisi: “Salman termasuk dari kami, Ahl-ul-Bait.” Jadi, seolah-olah, Salman, seorang pencari kebenaran yang berasal dari luar daerah ‘Arabia, juga bisa termasuk (baca: dijadikan) sebagai salah satu anggota keluarga Nabi s.a.w.

Memang benar, Surah al-Lahab bercerita tentang Abu Lahab dan istrinya. Tapi pelaknatan terhadap mereka ialah karena pemikiran dan perilaku mereka yang melampaui batas. Dan melihat pada keluasan cakupan makna setiap ayat al-Qur’an, maka setiap orang atau sekelompok orang yang mempunyai sifat yang sama dengan mereka berdua akan mendapatkan nasib tidak berbeda seperti mereka.

Doa

Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari setiap dendam.

Ya Allah, kami semua cemas dan takut akan hasil akhir. Limpahkanlah kepada kami keamanan dan kemudahan. Aturlah nasib kami ke dalam kondisi yang baik.

Ya Allah, kami tahu bahwa dalam Pengadilan Agung nanti kekayaan ataupun hubungan kekerabatan tidak akan berguna bagi kami, kecuali karena kemurahan-Mu semata.

Catatan:

  1. 1). Majma‘ al-Bayān, jilid 10, hal. 558.
  2. 2). Biḥār al-Anwār, jilid 19, hal. 227.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *