Hati Senang

Surah al-Kafirun 109 ~ Tafsir Ibni Katsir

Tafsir Ibnu Katsir

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Sūrat-ul-Kāfirūn

(Orang-orang Kafir)

Makkiyyah atau Madaniyyah, 6 ayat

Turun sesudah Sūrat al-Mā‘ūn

 

Di dalam kitab Shaḥīḥ Muslim telah disebutkan dari Jabir, bahwa Rasulullah s.a.w. membaca surat ini dan surat Qul Huwallāhu Aḥad dalam salat dua rakaat tawafnya.

Di dalam kitab Shaḥīḥ Muslim disebutkan melalui hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah s.a.w. membaca kedua surat tersebut dalam dua rakaat salat Subuhnya.

Imam Ahmad mengatakan: telah menceritakan kepada kami Waki‘, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah s.a.w. membaca dalam dua rakaat sebelum Subuh, dan dua rakaat sesudah Magribnya sebanyak dua puluh kali lebih atau belasan kali, surat Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūn dan Qul Huwallāhu Aḥad.

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnuz Zubair, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa aku telah mengintip Nabi s.a.w. sebanyak dua puluh empat atau dua puluh lima kali membaca dalam dua rakaat sebelum Subuhnya dan dua rakaat sesudah Magribnya surat Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūn dan surat Qul Huwallāhu Aḥad.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad alias Muhammad ibnu Abdullah ibnuz Zubair, telah menceritakan kepada kami Sufyan ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia memperhatikan Nabi s.a.w. selama satu bulan dan beliau dalam dua rakaat sebelum Subuhnya selalu membaca Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūn dan surat Qul Huwallāhu Aḥad.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abu Ahmad az-Zubairi, dan Imam Nasai mengetengahkannya melalui jalur lain dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama. Imam Tirmizi mengatakan bahwa hadits ini ḥasan. Dan dalam hadis yang terdahulu telah disebutkan bahwa surat al-Kāfirūn ini sebanding dengan seperempat al-Qur’an.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Zubair, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Farwah ibnu Naufal (yaitu Ibnu Mu‘awiyah), dari ayahnya, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda kepadanya: “Maukah engkau menjadi orang tua angkat dari anak yatim perempuan kami?” Mu‘awiyah menjawab: “Kalau tidak salah dia adalah Zainab.” Dan di lain waktu Mu‘awiyah datang, maka Nabi s.a.w. bertanya kepadanya tentang Zainab: “Bagaimana berita anak perempuan itu?” Mu‘awiyah menjawab: “Aku tinggalkan di rumah ibunya.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Lalu ada apakah keperluan kedatanganmu ini?” Mu‘awiyah menjawab: “Aku datang untuk menerima suatu pelajaran darimu tentang sesuatu yang akan ku baca sebelum tidurku.” Rasulullah s.a.w. menjawab:

إِقْرَأْ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ ثُمَّ نِمْ عَلَى خَاتِمَتِهَا فَإِنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ

Bacalah surat Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūn, kemudian tidurlah bila telah selesai, karena sesungguhnya surat ini merupakan pembebasan kemusyrikan.

Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.

Abul Qasim ath-Thabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Umar al-Qathrani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnuth-Thufail, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Jabalah ibnu Haritsah saudara lelaki Zaid ibnu Haritsah bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

إِذَأ أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ حَتَّى تَمُرَّ بِآخِرِهَا فَإِنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ

Apabila kamu telah merebahkan diri di peraduanmu, maka bacalah surat Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūn hingga akhir surat, karena sesungguhnya surat ini merupakan pembebasan dari kemusyrikan.

Imam Thabrani telah meriwayatkan melalui jalur Syarik, dari Jabir, dari Ma‘qal az-Zubaidi, dari Abdur-Rahman dengan sanad ini, bahwa Rasulullah s.a.w. apabila telah berada di peraduannya membaca Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūn hingga akhir surat.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Arwah ibnu Naufal, dari al-Harits ibnu Jabalah yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah s.a.w.: “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sesuatu yang aku akan baca di saat hendak tidurku.” Rasulullah s.a.w. menjawab:

إِذَا أَخَذْتَ مَضْجَعَكَ مِنَ الَّيْلِ فَاقْرَأْ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ فَإِنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ

Apabila engkau telah berada di peraduanmu di malam hari, maka bacalah Qul Yā Ayyuh-al-Kāfirūn, karena sesungguhnya surat ini merupakan pembebasan dari kemusyrikan.

Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Al-Kāfirūn, ayat 1-6

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ. وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ. وَ لَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْ. وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لِيَ دِيْنِ

Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku.”

Surat ini adalah surat yang menyatakan pembebasan diri dari apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan surat ini memerintahkan untuk membersihkan diri dengan sebersih-bersihnya dari segala bentuk kemusyrikan. Maka firman Allah s.w.t.:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir.” (al-Kāfirūn: 1)

Mencakup semua orang kafir yang ada di muka bumi, tetapi lawan bicara dalam ayat ini ditujukan kepada orang kafir Quraisy. Menurut suatu pendapat, di antara kebodohan mereka ialah, mereka pernah mengajak Rasulullah s.a.w. untuk menyembah berhala-berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka pun akan menyembah sembahannya selama satu tahun. Maka Allah s.w.t. menurunkan surat ini dan memerintahkan kepada Rasul-Nya dalam surat ini agar memutuskan hubungan dengan agama mereka secara keseluruhan; untuk itu Allah s.w.t berfirman:

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ

Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah (al-Kāfirūn: 2)

Yakni berhala-berhala dan sekutu-sekutu yang mereka ada-adakan.

وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ

Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (al-Kāfirūn: 3)

Yaitu Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Lafaz di sini bermakna man. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:

وَ لَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْ. وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (al-Kāfirūn: 4-5)

Yakni aku tidak akan melakukan penyembahan seperti kalian. Dengan kata lain, aku tidak akan menempuh cara itu dan tidak pula mengikutinya. Sesungguhnya yang aku sembah hanyalah Allah sesuai dengan apa yang disukai dan diredai-Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ

dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (al-Kāfirūn: 5).

Artinya, kalian tidak mau menuruti perintah-perintah Allah dan syariat-Nya dalam beribadah kepada-Nya, melainkan kalian telah membuat-buat sesuatu dari diri kalian sendiri sesuai hawa nafsu kalian. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalu firman-Nya:

إِنْ يَتَّبِعُوْنَ إِلَّا الظَّنَّ وَ مَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ، وَ لَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى

Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (an-Najm: 23).

Maka Rasulullah s.a.w. berlepas diri dari mereka dalam semua yang mereka kerjakan; karena sesungguhnya seorang hamba itu harus mempunyai Tuhan yang disembahnya dan cara ibadah yang ditempuhnya. Rasul dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya. Untuk itulah maka kalimah Islam ialah: “Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah.” Dengan kata lain, tiada yang berhak disembah selain Allah, dan tiada jalan yang menuju kepada-Nya selain dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w. sedangkan orang-orang musyrik menyembah selain Allah dengan cara penyembahan yang tidak diizinkan oleh Allah. Karena itulah maka Rasulullah s.a.w. berkata kepada mereka, sesuai dengan perintah Allah s.w.t.:

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لِيَ دِيْنِ

Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku. (al-Kāfirūn: 6)

Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَ إِنْ كَذَّبُوْكَ فَقُلْ لِّيْ عَمَلِيْ وَ لَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيْئُوْنَ مِمَّا أَعْمَلُ وَ أَنَا بَرِيْءٌ مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ

Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagi kalian pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan.” (Yūnus: 41)

Dan firman Allah s.w.t.:

لَنَا أَعْمَالُنَا وَ لَكُمْ أَعْمَالُكُمْ

Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian. (al-Baqarah: 139)

Imam Bukhari mengatakan bahwa dikatakan:

لَكُمْ دِيْنُكُمْ

Untukmulah agamamu (al-Kāfirūn: 6)

Yakni kekafiran.

وَ لِيَ دِيْنِ

Dan untukkulah agamaku (al-Kāfirūn: 6)

Yakni agama Islam, dan tidak disebutkan dīnī, karena akhir semua ayat memakai huruf nūn, maka huruf yā’-nya dibuang. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain:

فَهُوَ يَهْدِيْنِ

Maka Dia-lah yang menunjuki aku. (asy-Syu‘arā’: 78)

Dan firman Allah s.w.t.:

فَهُوَ يَشْفِيْنِ

Dia-lah Yang menyembuhkan aku. (asy-Syu‘arā’: 80)

Selain Imam Bukhari mengatakan bahwa sekarang aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan aku tidak akan pula memenuhi ajakan kalian dalam sisa usiaku, dan kalian tidak akan menyembah Tuhan yang aku sembah. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan di dalam firman-Nya:

وَ لَيَزِيْدَنَّ كَثِيْرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَ كُفْرًا

Dan al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. (al-Mā’idah: 64).

Ibnu Jabir telah menukil dari sebagian ahli bahasa ‘Arab bahwa ungkapan seperti ini termasuk ke dalam Bab “Taukīd (Pengukuhan)” sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyraḥ: 5-6)

Dan firman Allah s.w.t.:

لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَ، ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِ

Niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jaḥīm, dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya dengan ‘ain-ul yaqīn. (at-Takātsur: 6-7).

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh sebagian dari mereka – seperti Ibnul-Juzi dan lain-lainnya – dari Ibnu Qutaibah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Kesimpulan dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa ada tiga pendapat sehubungan dengan makna ayat-ayat surat ini. Pendapat yang pertama adalah sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas. Pendapat yang kedua adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya dari ulama tafsir, bahwa makna yang dimaksud dari firman-Nya:

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ. وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ

Aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (al-Kāfirūn: 2-3)

Ini berkaitan dengan masa lalu, sedangkan firman-Nya:

وَ لَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْ. وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ

Dan aku bukan penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukan pula penyembah Tuhan yang aku sembah. (al-Kāfirūn: 4-5)

Ini berkaitan dengan masa mendatang.

Dan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa hal tersebut merupakan taukīd (pengukuhan kata) semata. Masih ada pendapat lainnya, yaitu pendapat keempat; pendapat ini didukung oleh Abu Abbas ibnu Taimiyah dalam salah satu karya tulisnya. Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya:

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ.

Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. (al-Kāfirūn: 2)

Menafikan penerimaan tawaran tersebut secara keseluruhan, karena makna jumlah ismiyah yang dinafikan pengertiannya lebih kuat daripada jumlah fi‘liyah yang dinafikan. Jadi, seakan-akan yang dinafikan bukannya hanya perbuatannya saja, tetapi juga kejadiannya dan pembolehan dari hukum syara‘. Pendapat ini dinilai cukup baik pula; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Abu Abdullah asy-Syafi‘i dan lain-lainnya telah menyimpulkan dari ayat ini, yaitu firman-Nya:

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لِيَ دِيْنِ

Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku. (al-Kāfirūn: 6).

Sebagai suatu dalil yang menunjukkan bahwa kufur itu semuanya sama saja, oleh karenanya orang Yahudi dapat mewaris dari orang Nasrani; begitu pula sebaliknya, jika di antara keduanya terdapat hubungan nasab atau penyebab yang menjadikan keduanya bisa saling mewaris. Karena sesungguhnya semua agama selain Islam bagaikan sesuatu yang tunggal dalam hal kebatilannya.

Imam Ahmad ibnu Hambal dan ulama lainnya yang sependapat dengannya mengatakan bahwa orang Nasrani tidak dapat mewaris dari orang Yahudi, demikian pula sebaliknya. Karena ada hadis yang diriwayatkan dari Amr ibnu Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

لَا يَتَوَارَثُ أَهْلُ مِلَّتَيْنِ شَتَّى

Dua orang pemeluk agama yang berbeda tidak dapat saling mewaris di antara keduanya.

Demikianlah akhir tafsir sūrat-ul-Kāfirūn, segala puji bagi Allah s.w.t. atas limpahan karunia-Nya.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.