Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir Khuluqun ‘Azhim (4/7)

Tafsir Khuluqun ‘Azhim
Budi Pekerti Agung

Oleh: Prof. M. Dr. Yunan Yusuf
 
Diterbitkan oleh: Penerbit Lentera Hati.
 
Tafsir JUZ TABARAK
Khuluqun ‘Azhīm

(BUDI PEKERTI AGUNG)

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir Khuluqun 'Azhim

7. Profil Jinn: Ada yang Shāliḥ dan Ada yang Thāliḥ (Durhaka).

وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللهَ فِي الْأَرْضِ وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا. وَ أَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَ لَا رَهَقًا. وَ أَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَ مِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا.

072: 11. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shaliḥ dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya, kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
072: 12. Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (dari)-Nya dengan lari.
072: 13. Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (al-Qur’ān), kami beriman kepadanya. Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.
072: 14. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.

 

AYAT 11

وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا

072: 11. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shāliḥ dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.

Di awal surah ini digambarkan para jinn yang telah mendengarkan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’ān yang dibaca oleh Nabi. Mereka lalu mempercayainya dan kemudian beriman kepada Allah dan tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain. Namun, walaupun begitu ada juga golongan jinn yang tidak beriman, yakni yang durhaka. Ini adalah pengakuan dari para jinn itu sendiri. Dan sesungguhnya di antara kami para jinn ada orang-orang yang shāliḥ berbuat kebajikan sesuai petunjuk dan larangan Allah dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya, yakni menjadi orang-orang yang thāliḥ atau durhaka. Inilah kenyataan, adalah masyarakat kami menempuh jalan yang berbeda-beda satu sama lain.

Inilah fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat jinn, sebagaimana mereka akui sendiri. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh. Tidak dapat dimungkiri bahwa para jinn yang mendengar bacaan ayat-ayat suci al-Qur’ān dan kemudian mereka merasa takjub mendengar susunan kalimatnya, lalu berserah diri mengakui dan menerima kebenaran al-Qur’ān. Karena mereka sudah menerima kebenaran al-Qur’ān, konsekuensi logis dari itu adalah beriman kepada Allah dan rasūl-Nya. Mereka inilah yang dikenal dengan jinn muslim dan digolongkan ke dalam orang-orang yang shāliḥ.

Sudah merupakan kelaziman dalam fenomena masyarakat, termasuk di masyarakat jinn, bahwa dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Di samping ada jinn shāliḥ, juga terdapat jinn yang tidak seperti itu, yakni jinn yang thāliḥ. Jinn yang mendurhaka, tidak mengindahkan segala aturan dan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah. Setiap ada perintah mereka selalu membantahnya dan melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang disuruh tersebut.

Karena terdapat dua golongan itu, ada yang shalih dan ada pula yang durhaka, maka adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. Antara yang shāliḥ dan yang thāliḥ sudah terjadi perbedaan, tidak lagi sejalan. Yang satu menempuh jalan lurus yang membawa kepada kebenaran, sedangkan yang lain menempuh jalan berliku yang membawa kepada kesesatan. Hubungan antara kedua golongan ini menjadi terputus, padahal sama-sama golonngan jinn. Mereka menempuh jalan yang saling berbeda.

 

AYAT 12

وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللهَ فِي الْأَرْضِ وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا

072: 12. Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada)-Nya dengan lari.

Bagi jinn yang shalih, lahir pengakuan yang tulus bahwa tidak ada jalan untuk melepaskan diri dari tuntunan dan peraturan Allah. Dan sesungguhnya kami, para jinn. mengetahui dan menyadari sesadar-sadarnya bahwa kami sekali-kali di mana dan kapan pun tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) dan pengawasan Allah di muka bumi yang juga adalah milik-Nya dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada), apalagi melawan-Nya dengan lari dari aturan dan ketetapan yang sudah dibuat-Nya.

Masihkah relevan pemikiran untuk menghindar dari ketentuan Allah? Pengakuan jinn berikut ini menjawab bahwa hal itu adalah mustahil. Dan sesungguhnya kami mengetahui. Pengertian mustahil tersebut lahir dari susunan kata yang dipergunakan oleh al-Qur’ān pada ayat ini. Menurut Quraish Shihāb bahwa kata zhanannā yang terambil dari zhannu bila diiringi oleh kata anna, kata tersebut akan bermakna yakin. Tidak lagi dalam arti harfiahnya, yakni menduga. Oleh sebab itu, tidak berlebihan bila dipahami dari ayat ini bahwa para jinn itu merasa yakin, sedikit pun tidak ada keraguan.

Apa yang diyakini oleh para jinn itu? Yaitu bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi. Meyakini bahwa Allah menguasai dan mengawasi perjalanan hidup mereka setiap saat. Bila dikaitkan dengan ayat al-Qur’ān yang mengawali juz ke-29 ini di mana Allah mengatakan bahwa di tangan-Nya tergenggam segala kekuasaan, mana mungkin ada yang melepaskan diri dari pengawasannya. Tidak akan pernah terjadi.

Atau bisa jadi, karena kebebasan yang diberikan Allah s.w.t. kepada manusia dan masyarakat jinn untuk menempuh jalan yang dia pilih. Bisa jadi di dunia menghindar dari aturan dan ketentuan Allah, lalu memilih jalan yang mendurhaka. Tetapi jangan lupa kelak di akhirat akan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh sebab itu, jangan berpikir bisa menghindar dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada)-Nya dengan lari. Tidak ada tempat untuk menghindar dan lari dari Allah, karena semua tempat menghindar dan lari adalah milik-Nya belaka.

 

AYAT 13

وَ أَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَ لَا رَهَقًا

072: 13. Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (al-Qur’ān), kami beriman kepadanya. Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.

Bila ayat ke-12 di atas berbicara tentang tandzīr yang memperingatkan tidak ada yang bisa lari dari ketentuan Allah, apalagi melawannya, maka ayat ke-13 ini berbicara tentang tabsyīr. Yaitu berita gembira bagi para jinn yang telah menerima kebenaran al-Qur’ān. Dan sesungguhnya kami para jinn tatkala mendengar lalu memperhatikan dengan saksama petunjuk (al-Qur’ān) yang dibacakan oleh Nabi Muḥammad s.a.w., kami tanpa ragu-ragu beriman kepadanya dan juga beriman kepada Allah Rabb al-‘Ālamīn. Oleh sebab itu, kami yakin, seyakin-yakinnya bahwa, Barang siapa beriman kepada Tuhannya dengan tulus dan total, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala karena kami yakin itu tidak akan terjadi karena kami mengerjakan amal shalih dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan karena memang kami menjauhi perbuatan dosa dan kesalahan itu.

Pengakuan tulus para jinn kembali ditampilkan oleh al-Qur’ān dalam ayat ini. Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (al-Qur’ān). Para jinn telah mendengar bacaan al-Qur’ān yang dilakukan oleh Rasūlullāh s.a.w. Memahami ungkapan ayat pertama surah Jinn ini, Rasūlullāh s.a.w. diberitahu oleh Allah melalui pewahyuan bahwa para jinn itu sedang mendengarkan beliau membaca ayat-ayat suci al-Qur’ān. Bukan hanya sekadar mendengar biasa dan sambil lalu, tetapi mendengar dengan sungguh-sungguh sembari memperhatikan kandungannya dan menjadikan kandungan al-Qur’ān itu sebagai pedoman hidup.

Karena para jinn itu mendengar ayat-ayat al-Qur’ān dengan sungguh-sungguh dan sekaligus memperhatikan kandungannya dengan baik, kami beriman kepadanya. Para jinn itu langsung beriman dan mempercayai al-Qur’ān. Seperti riwayat masuk Islamnya ‘Umar bin Khaththāb. Padahal pada mulanya ia bermaksud ingin membunuh Rasūlullāh s.a.w. Tetapi di tengah jalan ia mendapat info bahwa adiknya sendiri sudah mengucap dua kalimah syahadat. Maka dengan berang ia menemui adiknya tersebut. Tanpa diduga adiknya sedang membaca al-Qur’ān dan ketika ‘Umar mendengar bacaan tersebut, hatinya kemudian tergetar, tunduk dengan pasrah dan kemudian menerima Islam sebagai agamanya. Keindahan redaksi al-Qur’ān serta manfaat kandungannya membuat siapa saja yang berhati jernih akan terpesona dan menerima kebenarannya.

Tabsyīr al-Qur’ān selalu mengandung optimisme dan harapan penganugerahan pahala. Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. Sebab bila seseorang sudah beriman dengan sebenar-benar iman maka ia akan melakukan amal shalih sebagai konsekuensi dari keimanan tersebut. Karena iman tanpa amal shalih tidak ada artinya. Ini berarti, bukan pengurangan pahala yang dia terima, tetapi adalah sebaliknya, yakni penambahan pahala dengan berlipat-ganda. Ini adalah janji Allah bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih tersebut.

Tabsyīr al-Qur’ān juga mengeliminasi dosa dan kesalahan. Optimisme bahwa dosa dan kesalahan tidak akan bertambah. Karena sudah melakukan amal shalih serta menghindarkan diri dari kedurhakaan, maka tidak akan ada kecemasan karena akan disiksa, dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. Bagaimana akan menambah dosa dan kesalahan mengerjakannya pun tidak pernah dilakukan lagi. Bahkan perbuatan yang dilakukan akan selalu mengandung kebajikan dan menghindarkan dari berbuat kerusakan di bumi.

 

AYAT 14

وَ أَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَ مِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا

072: 14. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.

Hanya Allah saja Yang Maha Tahu bahwa apakah di antara jinn yang mendengar ayat-ayat suci al-Qur’ān itu seluruhnya langsung beriman atau ada sebagian yang masih enggan beriman. Ayat ke-14 ini memang menggambarkan ada yang taat dan ada yang menyimpang. Dan sesungguhnya di antara kami, golongan jinn, ada orang-orang yang taat, serta mematuhi perintah Allah, dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dan menyeleweng dari kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muḥammad s.a.w.. Barang siapa yang dan taat dengan mengerjakan amal shalih, maka mereka itulah orang-orang yang benar-benar telah memilih jalan keselamatan dan terpuji yakni jalan yang lurus.

Inilah fakta kehidupan yang selalu ada di sepanjang zaman, termasuk dalam kehidupan para jinn. Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat. Ada jinn yang patuh dan taat kepada perintah Allah. Al-Qur’ān mempergunakan kata al-muslimūn yang secara harfiyyah mengandung makna menyerah diri. Namun, sering juga dipergunakan dalam pengertian populer dengan Muslimūn, yakni orang-orang Islam. Dari sini timbul istilah jinn Islam. Jinn yang menerima Allah sebagai Tuhan, Muḥammad sebagai rasūl, dengan al-Qur’ān sebagai kitab suci.

Di samping ada jinn Islam, tentu ada jinn yang kafir, dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Yaitu jinn yang menyimpang dari jalan kebenaran. Jinn golongan ini memilih jalan mendurhaka Allah dan rasūl-Nya. Ketika al-Qur’ān dibacakan mereka tidak mempedulikannya, bahkan menolak kebenaran yang dikandungnya. Mereka berlaku aniaya terhadap diri mereka sendiri, karena membiarkan diri mereka terjerumus ke dalam jurang kesesatan.

Ini adalah konsekuensi logis dari pikiran yang cerdas. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Ketaatan adalah manifestasi dari penyerahan diri. Penyerahan diri atas dasar keyakinan pada kebenaran setelah memdengar pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’ān. Itu benar-benar merupakan pilihan cerdas yang dengan argumentasi yang meyakinkan setelah mendengarkan ayat-ayat yang menakjubkan, lalu akhirnya memilih jalan yang lurus, bukan pilihan yang membabi buta atau pilihan yang sembrono.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *