Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir Ibni Katsir (1/5)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir Ibni Katsir

SŪRAT-UL-JINN

(Jinn)

Makkiyyah, 28 ayat

Turun sesudah Sūrat-ul-A‘rāf.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Jinn, ayat 1-7.

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا. يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا. وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا. وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا. وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا. وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا.

072: 1. Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jinn telah mendengarkan (al-Qur’ān), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan.”

072: 2. (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami.

072: 3. dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.

072: 4. Dan bahwasanya orang yang kurang akal dari kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah,

072: 5. dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah.

072: 6. Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.

072: 7. Dan sesungguhnya mereka (jinn) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Makkah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul) pun.

Allah s.w.t. memerintahkan kepada Rasūl-Nya untuk menceritakan kepada kaumnya bahwa ada makhluk jinn yang mendengarkan bacaan al-Qur’ānnya, lalu mereka beriman dan membenarkannya serta taat kepadanya. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا. يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ

Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jinn telah mendengarkan (al-Qur’ān), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar. (al-Jinn [72]: 1-2).

Yakni memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan keberhasilan.

فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا.

lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorangpun dengan Tuhan kami. (al-Jinn: 2).

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَ إِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ.

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jinn kepadamu yang mendengarkan al-Qur’ān. (al-Aḥqāf: 29).

Telah kami sebutkan hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat ini dalam tafsir surat al-Aḥqāf, sehingga tidak perlu diulangi lagi di sini.

Firman Allah s.w.t.:

وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا

dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami (al-Jinn [72]: 3).

‘Alī ibnu Abī Thālib telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:

جَدُّ رَبِّنَا

Kebesaran Tuhan kami (al-Jinn [72]: 3).

Yaitu perbuatan, perintah, dan takdir-Nya. Adh-Daḥḥāk telah mengatakan dari Ibnu ‘Abbās bahwa kebesaran Allah adalah tanda-tandaNya dan nikmat-nikmatNya yang ada pada makhluk-Nya. Dan telah diriwayatkan dari Mujāhid dan ‘Ikrimah, bahwa makna yang dimaksud ialah kebesaran (keagungan) Allah Tuhan kami. Qatādah mengatakan bahwa Maha Tinggi kebesaran, keagungan, dan perintah-Nya. As-Suddī mengatakan bahwa Maha Tinggi perintah (urusan) Tuhan kami. Diriwayatkan dari Abū Dardā’ dan Mujāhid, serta Ibnu Juraij, bahwa Maha Tinggi sebutan-Nya.

Sa‘īd ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan firman Allah s.w.t.:

وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا

dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami (al-Jinn [72]: 3).

Yakni Maha Tinggi Tuhan kami. Adapun mengenai apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abī Ḥātim yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu ‘Abdillāh ibni Yazīd al-Kūfī, telah menceritakan kepada kami Sufyān, dari ‘Amr, dari ‘Athā’, dari Ibnu ‘Abbās yang mengatakan bahwa al-jadd ialah kakek. Seandainya jinn mengetahui bahwa manusia mempunyai kakek, niscaya mereka tidak akan mengatakan: “Jaddu Rabbinā.” Sanad riwayat ini jayyid, tetapi aku tidak memahami makna kalam ini, barangkali ada sesuatu yang gugur dari perkataannya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Firman Allah s.w.t.:

مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا.

Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak. (al-Jinn [72]: 3).

Artinya, Maha Tinggi Allah dari beristri dan beranak. Jinn mengatakan bahwa Maha Suci Tuhan Yang Maha Besar lagi Maha Mulia dari hal tersebut, yaitu dari mempunyai istri dan anak. Hal ini dikatakan oleh jinn ketika mereka masuk Islam dan beriman kepada al-Qur’ān. Kemudian mereka (jinn) mengatakan sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:

وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا.

Dan bahwasanya orang yang kurang akal dari kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, (al-Jinn [72]: 4).

Mujahid, ‘Ikrimah, Qatādah, dan as-Suddī mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

سَفِيْهُنَا

Orang yang kurang akal dari (kalangan) kami. (al-Jinn [72]: 4).

Mereka bermaksud Iblis.

شَطَطًا

yang melampaui batas, (al-Jinn [72]: 4).

Menurut as-Suddī, dari Abū Mālik, artinya perkataan yang melampaui batas. Menurut Ibnu Zaid, artinya zhalim yang besar. Dapat pula dita’wilkan arti firman-Nya “Safīhunā,” sebagai isim jenis yang pengertiannya mencakup semua orang yang beranggapan bahwa Allah beristri dan beranak. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:

وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا.

Dan bahwasanya orang yang kurang akal dari kami dahulu selalu mengatakan, (al-Jinn [72]: 4).

Yakni sebelum dia masuk Islam.

عَلَى اللهِ شَطَطًا.

(perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, (al-Jinn [72]: 4).

Maksudnya, kata-kata yang batil dan palsu alias tidak benar. Karena itulah maka dalam firman berikutnya disebutkan:

وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا.

dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah. (al-Jinn [72]: 5).

Yaitu sebelum ini kami tidak mengira bahwa manusia dan jinn bersepakat membuat kedustaan terhadap Allah s.w.t. karena mereka menisbatkan kepada-Nya punya anak dan punya istri. Dan setalah kami mendengar al-Qur’ān ini dan kami beriman kepadanya, barulah kami mengetahui bahwa mereka dusta terhadap Allah dalam pengakuan mereka itu.

Firman Allah s.w.t.:

وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (al-Jinn [72]: 6).

Yaitu kami dahulu berpandangan bahwa diri kami lebih utama daripada manusia karena mereka sering meminta perlindungan kepada kami, bila mereka berada di sebuah lembah atau suatu tempat yang mengerikan seperti di hutan dan tempat-tempat lainnya yang angker. Sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan orang-orang ‘Arab di masa Jahiliah mereka; mereka meminta perlindungan kepada pemimpin jinn di tempat mereka beristirahati agar mereka tidak diganggu olehnya. Perihalnya sama dengan seseorang dari mereka bila memasuki kota musuh mereka di bawah jaminan perlindungan orang besar yang berpengaruh di kota tersebut. Ketika jinn melihat bahwa manusia itu selalu meminta perlindungan kepada mereka karena takut kepada mereka, maka justru jinn-jinn itu makin membuatnya menjadi lebih takut, lebih ngeri, dan lebih kecut hatinya. Dimaksudkan agar manusia itu tetap takut kepada mereka dan lebih banyak meminta perlindungan kepada mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatādah sehubungan dengan makna firman-Nya:

فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

Maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (al-Jinn [72]: 6).

Yaitu makin menambah manusia berdosa, dan jinn pun sebaliknya makin bertambah berani kepada manusia. Ats-Tsaurī telah meriwayatkan dari Manshūr, dari Ibrāhīm sehubungan dengan makna firman-Nya:

فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

Maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (al-Jinn [72]: 6).

Artinya, jinn makin bertambah berani kepada manusia. As-Suddī mengatakan bahwa dahulu bila seseorang melakukan perjalanan bersama keluarganya, dan di suatu tempat ia turun istirahat, maka ia mengatakan: “Aku berlindung kepada pemimpin jinn lembah ini agar aku jangan diganggu atau hartaku atau anakku atau ternakku.” Qatādah mengatakan bahwa apabila dia meminta perlindungan kepada jinn selain dari Allah, maka jinn makin menambah gangguannya kepada dia, dan membuatnya makin merasa takut.

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Sa‘īd alias Yaḥyā ibnu Sa‘īd al-Qaththān, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarīr, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami az-Zubair ibnul Kharīt, dari ‘Ikrimah yang mengatakan bahwa dahulu jinn takut kepada manusia, sebagaimana sekarang manusia takut kepada jinn, atau bahkan lebih parah dari itu. Dan tersebutlah bahwa pada mulanya apabila manusia turun istirahat di suatu tempat, maka jinn yang menghuni tempat ini bubar melarikan diri. Tetapi pemimpin manusia mengatakan: “Kita meminta perlindungan kepada pemimpin jinn penghuni lembah ini.” Maka jinn berkata: “Kita lihat manusia takut kepada kita, sebagaimana kita juga takut kepada mereka.” Akhirnya jinn mendekati manusia dan menimpakn kepada mereka penyakit kesurupan dan penyakit gila. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:

وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (al-Jinn [72]: 6).

Yakni dosa. Abul-‘Āliyah dan ar-Rabī‘ serta Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna rahaqā, bahwa artinya takut. Al-Aufī telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:

فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

Maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (al-Jinn [72]: 6).

Rahaqan artinya dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Qatādah. Menurut Mujāhid, rahaqan artinya kekufuran dan kedurhakaan.

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Farwah ibnul Mighrā al-Kurdī, telah menceritakan kepada kami al-Qāsim ibnu Mālik al-Muzanī, dari ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Isḥāq, dari ayahnya, dari Kirdam ibnus Sā’ib al-Anshārī yang mengatakan bahwa ia keluar bersama ayahnya dari Madīnah untuk suatu keperluan. Demikian itu terjadi di saat berita Rasūlullāh s.a.w. di Makkah tersiar. Maka malam hari memaksa kami untuk menginap di tempat seorang penggembala ternak kambing. Dan ketika tengah malam tiba, datanglah seekor serigala, lalu membawa lari seekor anak kambing, maka si penggembala melompat dan berkata: “Hai penghuni lembah ini, tolonglah aku!” Maka terdengarlah suara seruan yang tidak kami lihat siapa dia, mengatakan: “Hai Sarhan (nama serigala itu), lepaskanlah anak kambing itu!” Maka anak kambing itu bergabung kembali dengan kumpulan ternak dengan berlari tanpa mengalami luka apa pun. Dan Allah s.w.t. menurunkan kepada Rasūl-Nya di Makkah ayat berikut, yaitu firman-Nya:

وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (al-Jinn [72]: 6).

Kemudian Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah diriwayatkan dari ‘Ubaid ibnu ‘Umair, Mujāhid, Abul-‘Āliyah, al-Ḥasan, Sa‘īd ibnu Jubair, dan Ibrāhīm an-Nakha‘ī hal yang semisal.

Barangkali serigala yang mengambil anak kambing itu adalah jelmaan jinn untuk menakut-nakuti manusia agar manusia takut kepadanya, kemudian ia mengembalikan anak kambing itu ketika manusia meminta tolong dan memohon perlindungan kepadanya, hingga manusia itu menjadi sesat, dihinakan oleh jinn dan mengeluarkannya dari agamanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Firman Allah s.w.t.:

وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا.

Dan sesungguhnya mereka (jinn) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Makkah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasūl) pun. (al-Jinn [72]: 7).

Yakni Allah tidak akan mengutus seorang rasūl pun sesudah masa itu. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh al-Kalabī dan Ibnu Jarīr.

Unduh Rujukan:

  • [download id="14915"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *