Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Munir – Marah Labid

TAFSĪR AL-MUNĪR
(MARĀḤ LABĪD)
(Judul Asli: At-Tafsīr-ul-Munīru Lima‘ālim-it-Tanzīl)
Penyusun: Al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (Banten).

(Jilid ke 6 dari Surah al-Aḥqāf s.d. an-Nās)

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C.
Dibantu oleh: H. Anwar Abu Baka, L.C.

Penerbit: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Munir - Marah Labid

سُوْرَةُ الْجِنِّ

SURAH AL-JINN

(Bagian 1 dari 3)

Nama lain dari surah al-Jinn adalah surah Qul Ūhiya, ia tergolong surah Makkiyyah, terdiri atas dua puluh delapan ayat, dua ratus delapan puluh lima kalimat, dan delapan ratus tujuh puluh huruf.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا.

072: 1. Katakanlah (Muḥammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jinn telah mendengarkan (bacaan), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan.” (al-Jinn: 1).

(قُلْ) “Katakanlah” wahai makhluk yang paling mulia (أُوْحِيَ إِلَيَّ) “Telah diwahyukan kepadaku” Abū ‘Amr dalam riwayat Yūnus dan Hārūn membacanya Wuḥiya dengan Wāwu yang di-dhammah-kan tanpa Alif. Menurut qirā’at yang lain dibaca Ūḥiya tanpa Wāwu, yakni Jibrīl telah turun kepadaku dan memberitahukan kepadaku:

(أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ) “bahwa sekumpulan jinn telah mendengarkan” al-Qur’ān. Yakni sesungguhnya sembilan jinn dari kalangan Jinn Nashibin yang berasal dari negeri Yaman telah mendengarkan bacaan al-Qur’ānku.

(فَقَالُوْا) “lalu mereka berkata” sesudah beriman dan kembali kepada kaumnya: “Hai kaumku – (إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا) “Sesungguhnya kami telah mendengarkan bacaan” yakni Kitāb yang dibaca atau al-Qur’ān – (عَجَبًا) “yang menakjubkan” yakni berbeda dengan bacaan kitab-kitab ilahi dan kalam manusia dalam susunan kata-kata dan kelembutan maknanya.

 

يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا.

072: 2. (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami. (al-Jinn: 2).

(يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ) “yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar” yakni kepada kebenaran yaitu kalimah tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah – (فَآمَنَّا بِهِ) “lalu kami beriman kepadanya” yakni kepada al-Qur’ān itu, atau kebenaran yang terkandung di dalamnya yaitu ajaran tauhid.

(وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا.) “Kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami” yakni kami sekali-kali tidak akan kembali kepada kemusyrikan yang dahulu selalu kami lakukan.

Al-Ḥasan menyebutkan bahwa di antara mereka ada yang memeluk agama Yahudi, Nasrani, dan Majusi.

 

وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا.

072: 3. dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak. (al-Jinn: 3).

(وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا) “dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami” yakni duduk perkara yang sebenarnya adalah Maha Besar Tuhan kami, yakni Maha Besar kekuasaan-Nya, atau Maha Tinggi kekayaan-Nya, yakni Allah bersifat tidak memerlukan istri dan anak, atau Maha Tinggi hakikat-Nya dari semua arah dan ketergantungan dengan selain-Nya.

Menurut qirā’at yang lain dibaca Jiddu Rabbinā dengan Jīm yang di-kasrah-kan, yakni Maha Tinggi kebenaran-Nya dari mempunyai istri dan anak. Atau, dibaca Jaddu Rabbunā dengan bacaan nashab sebagai tamyīz.

(مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا.) “Dia tidak beristri dan tidak beranak” jumlah ini menafsirkan hal yang sebelumnya. Sebagian ulama ada yang menjadikan mā mashdariyyah ber-ta‘alluq kepada Ta‘ālā, dengan demikian maka adalah zā’idah. Yakni Maha Tinggi sifat Tuhan kami dari mempunyai istri dan anak, tidak sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang kafir.

 

وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا.

072: 4. Sesungguhnya orang yang bodoh dari kami dahulu selalu mengucapkan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah. (al-Jinn: 4).

(وَ أَنَّهُ) “Sesungguhnya” yakni duduk perkara yang sebenarnya – (كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا) “orang yang bodoh dari kami dahulu selalu mengucapkan” yakni orang yang jahil dari kami yang iblīs – (عَلَى اللهِ شَطَطًا.) “perkataan yang melampaui batas terhadap Allah” yakni perkataan yang melampaui batas lagi jauh dari kebenaran, yaitu menetapkan adanya sekutu, istri dan anak bagi Allah.

 

وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا.

072: 5. dan sesungguhnya kami menduga bahwa manusia dan jinn itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah. (al-Jinn: 5).

(وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا.) “dan sesungguhnya kami menduga bahwa manusia dan jinn itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah” yakni kami dahulu mengira bahwa tiada seorang pun yang akan mendustakan Allah selama-lamanya. Oleh karena itu, kami mengikuti pendapat tersebut. Hal ini merupakan permintaan maaf dari mereka atas taqlīd mereka kepada orang yang kurang akalnya yaitu iblīs.

 

وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.

072: 6. dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki di kalangan manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat. (al-Jinn: 6).

(وَ أَنَّهُ) “dan sesungguhnya” yakni duduk perkara yang sebenarnya – (كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ) “ada beberapa orang laki-laki di kalangan manusia” pada masa jahiliah – (يَعُوْذُوْنَ) “meminta perlindungan” yakni berlindung – (بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا.) “kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat” yakni menambah aniaya mereka. Hal itu karena apabila mereka melakukan suatu perjalanan, berburu, atau beristirahat di sebuah lembah, maka mereka merasa takut kepada jinn, sebab adakalanya jinn mengganggu mereka. Lalu, mereka berkata: “Kami berlindung kepada penghuni lembah ini dari kejahatan kaumnya”, lalu mereka menjadi aman karena hal itu, dan tidak melihat kecuali keadaan yang baik. Maka jinn dan manusia semakin sesat sehingga mereka biasa memohon perlindungan kepada jinn.

 

وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا.

072: 7. Sesungguhnya mereka (jinn) mengira seperti kamu (orang-orang musyrik Makkah), yang juga mengira bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun (pada hari Kiamat). (al-Jinn: 7).

(وَ أَنَّهُمْ) “Sesungguhnya mereka” manusia – (ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ) “mengira seperti kamu (orang-orang musyrik Makkah), yang juga mengira” hai kaum jinn – (أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا) “bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun” sesudah matinya, atau Allah tidak akan membangkitkan seorang pun untuk menjadi rasūl, sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Brahmana.

 

وَ أَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَ شُهُبًا.

072: 8. dan sesungguhnya kami (jinn) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, namun kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. (al-Jinn: 8).

(وَ أَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَ شُهُبًا.) “dan sesungguhnya kami (jinn) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, namun kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api” yakni kami sebelum beriman pernah berupaya mencapai langit untuk mendengar percakapan penduduknya, namun kami menjumpainya dipenuhi oleh penjagaan yang kuat dan ketat, mereka terdiri atas malaikat yang mencegah agar percakapan mereka tidak dicuri dengar, dan dipenuhi oleh panah-panah berapi dari bintang-bintang yang menyala-nyala mengejar mereka.

 

وَ أَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَّصَدًا.

072: 9. dan sesungguhnya kami (jinn) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa yang (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (al-Jinn: 9).

(وَ أَنَّا كُنَّا) “dan sesungguhnya kami dahulu” sebelum Muḥammad diutus – (نَقْعُدُ مِنْهَا) “dapat mendudukinya” yakni menduduki langit – (مَقَاعِدَ) “beberapa tempat” yang lowong dari penjagaan – (لِلسَّمْعِ) “untuk mencuri dengar” beritanya, yakni mencuri dengar pembicaraan mereka.

(فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ) “Tetapi sekarang siapa yang mencoba mencuri dengar seperti itu” yakni sesudah Nabi Muḥammad diutus di tempat-tempat duduknya sebagaimana sebelumnya – (يَجِدْ لَهُ) “pasti akan menjumpai” yakni pasti akan mendapati – (شِهَابًا رَّصَدًا) “panah-panah api yang mengintai” yang siap dirajamkan kepadanya, yang sejak semula diletakkan untuk membakar siapa saja yang coba-coba mendengarkan pembicaraan itu.

 

وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا.

072: 10. Sesungguhnya kami (jinn) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya. (al-Jinn: 10).

(وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا.) “Sesungguhnya kami (jinn) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya” yakni kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi penduduk bumi ketika bumi dicegah mendengarkan pembicaraan itu, ataukah Tuhan menghendaki kebaikan bagi mereka.

Ketika mereka mendengar bacaan al-Qur’ān yang dilakukan oleh Nabi s.a.w. dalam shalatnya, mereka mengetahui bahwa mereka dicegah naik ke langit demi menjaga wahyu.

 

وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا.

072: 11. Sesungguhnya di antara kami (jinn) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (al-Jinn: 11).

(وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ) “Sesungguhnya di antara kami (jinn) ada yang saleh” yakni bertaqwa – (وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ) “dan ada (pula) kebalikannya” yakni di antara kami ada kaum yang tidak saleh.

(كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا.) “Kami menempuh jalan yang berbeda-beda” yakni dahulu kami sebelum ini mempunyai aliran yang berbeda-beda.

As-Suddī mengatakan bahwa jinn sama dengan kalian, di antara mereka ada yang beraliran Murji‘ah, Qadariyyah, Rāfidhah dan Khawārij).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *