Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Munir – az-Zuhaili (1/6)

Dari Buku:
Tafsir al-Munir
(Jilid 15 Juz 29-30)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Munir - az-Zuhaili

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

SŪRAT-UL-JINN

MAKKIYYAH, DUA PULUH DELAPAN AYAT

 

Penamaan Surah

Surah ini dinamakan dengan surah Jinn karena berkaitan dengan keadaan para jinn. Mereka ketika mendengar al-Qur’ān dan mengimaninya, kemudian mereka menjelaskan hubungan mereka dengan manusia, upaya mereka untuk mencuri pendengaran, mereka dilempar dengan bintang yang dibakar dan hal-hal lain mengenai pembicaraan jinn yang menakjubkan di mana di antara mereka ada yang Mu’min dan ada yang kafir. Jinn adalah suatu alam yang kita tidak bisa melihatnya, tidak ada jalan untuk mengetahuinya, kecuali dengan wahyu Ilahi. Perlu dicatat bahwa penamaan-penamaan surah-surah al-Qur’ān membangkitkan analisa dan pemikiran.

 

Persesuaian Surah Ini dengan Surah Sebelumnya

Surah ini berkaitan dengan surah sebelumnya dari dua sisi.

Allah s.w.t. dalam surah Nūḥ berfirman:

Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu.” (Nūḥ: 10-11).

Sementara dalam surah ini, Allah berfirman kepada orang-orang kafir Makkah:

Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.” (al-Jinn: 16).

Allah menyebutkan dalam dua surah, satu hal yang berkaitan dengan langit, sebagaimana Dia menyebutkan adzab bagi orang-orang yang membangkang dalam kedua surah tersebut. Allah berfirman dalam surah Nūḥ:

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis?” (Nūḥ: 15).

Sementara di sini Allah berfirman:

Dan sesungguhnya kami (jinn) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (al-Jinn: 8).

Pada surah terdahulu, Allah berfirman:

Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka.” (Nūḥ: 25).

Sementara di sini Allah berfirman:

Dan barang siapa memdurhakai Allah dan Rasūl-Nya maka sesungguhnya dia akan mendapat (adzab) neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (al-Jinn: 23).

 

Kandungan Surah

Ada dua tema penting dalam surah ini, yaitu pengabaran mengenai hakikat-hakikat yang berkaitan dengan jinn dan arahan-arahan kepada Nabi dalam penyampaian dakwah kepada manusia.

Surah ini dimulai dengan pengabaran mengenai imannya sekelompok jinn terhadap al-Qur’ān ketika mereka mendengar bacaan Nabi dalam shalatnya di Minā setelah kembali dari Thā’if menjelang Isrā’ dan Mi‘rāj.

Katakanlah (Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jinn telah mendengarkan (bacaan), lalu mereka berkata: “Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (al-Qur’ān)”.” (Al-Jinn: 1)

Al-Qur’ān, sebagaimana mereka katakan, adalah kitab yang bisa memberi petunjuk pada jalan kebenaran.

Kemudian, surah ini menjelaskan pengagungan mereka terhadap Allah, hanya beribadah kepada-Nya, penyucian mereka kepada Allah dari beristri dan beranak, menghapus anggapan bahwa Allah memiliki anak dan hubungan jinn dengan manusia.

Dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak. Dan sesungguhnya orang yang bodoh di antara kami dahulu selalu mengucapkan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah, dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jinn, tetapi mereka (jinn) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat. Dan sesungguhnya mereka (jinn) mengira seperti kamu (orang musyrik Makkah) yang juga mengir bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun (pada hari Kiamat).” (al-Jinn: 3-7)

Dilanjutkan dengan pengabaran mengenai upaya jinn untuk mencuri pendengaran dari langit guna mengetahui kabar alam atas. Mereka terhalangi untuk mencapai langit karena penjagaan malaikat. Mereka dibakar dengan panah-panah api setelah Nabi Muḥammad s.a.w. diutus, kekaguman mereka mengenai berita langit ini, pertanyaan mereka apakah ini dimaksudkan dengan pengadzaban penduduk bumi.

Dan sesungguhnya kami (jinn) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami (jinn) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa yang (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami (jinn) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya.” (al-Jinn: 8-10)

Setelah itu jinn menjelaskan bahwa mereka terbagi menjadi dua kelompok, Mu’min dan kafir, kabar gembira kepada orang-orang Mu’min berupa kebaikan dan keagungan dunia dan akhirat, peringatan keras terhadap orang-orang kafir yang berpaling dari petunjuk Allah dan kitab-Nya dengan adzab yang besar.

Dan sesungguhnya di antara kami (jinn) ada yang saleh dan ada (pula) yang kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda. Dan sesungguhnya kami (jinn) telah menduga, bahwa kami tidak akan mampu melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan tidak (pula) dapat lari melepaskan diri (dari)-Nya. Dan sesungguhnya ketika kami (jinn) mendengar petunjuk (al-Qur’ān), kami beriman kepadanya. Maka barang siapa beriman kepada Tuhan, maka tidak perlu ia takut rugi atau berdosa. Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus. Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahannam.” Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup. Dengan (cara) itu Kami hendak menguji mereka. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam adzab yang amat berat. Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah.” (al-Jinn: 11-18)

Mereka juga mensifati bagaimana mereka berkumpul di sekeliling Nabi ketika mereka mendengar beliau membaca al-Qur’ān.

Dan sesungguhnya ketika hamba Allah (Muḥammad) berdiri menyembah-Nya (melaksanakan shalat), mereka (jinn-jinn) itu berdesakan mengerumuninya.” (al-Jinn: 19).

Tema kedua dari surah ini mencakup arahan-arahan kepada Nabi, yakni perintah untuk menyampaikan dakwah kepada manusia, ikhlas beramal karena Allah dan tidak menyekutukan Tuhan dengan apa pun, memberitahukan bahwa Nabi tidak memiliki manfaat atau bahaya untuk dirinya sendiri. Dia tidak bisa diselamatkan oleh siapa pun dari hukuman Allah jika dia membangkang-Nya, dan bahwasanya dia tidak mengetahui waktu datangnya adzab.

Katakanlah (Muḥammad): “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” Katakanlah (Muḥammad): “Aku tidak kuasa menolak mudharat maupun mendatangkan kebaikan kepadamu.” Katakanlah (Muḥammad): “Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah dan aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya.” Aku hanya menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasūl-Nya maka sesungguhnya dia akan mendapat (adzab) neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sehingga apabila mereka melihat (adzab) yang diancamkan kepada mereka, maka mereka mengetahui yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya. Katakanlah (Muḥammad): “Aku tidak mengetahui, apakah adzab yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat ataukah Tuhanku menetapkan waktunya masih lama?”” (al-Jinn: 20-25).

Surah ini diakhiri dengan penjelasan bahwa Allah saja yang mengetahui ilmu ghaib, pengetahuan-Nya akan semua yang ada pada makhluk serta penghitungan jumlah mereka.

Dia Yang Mengetahui yang ghaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasūl yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya. Agar Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasūl-rasūl itu sungguh telah menyampaikan risalah Tuhannya, sedang (ilmu-Nya) meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” (al-Jinn: 26-28).

 

IMAN JINN TERDAHAP AL-QUR’ĀN DAN ALLAH S.W.T.

Surah al-Jinn, Ayat 1-7.

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا. يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا. وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا. وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا. وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا. وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا.

072: 1. Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jinn telah mendengarkan (bacaan), lalu mereka berkata: “Kami telah mendengarkan bacaan (al-Qur’ān) yang menakjubkan.”

072: 2. (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami.

072: 3. dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak.”

072: 4. Dan sesungguhnya orang yang bodoh di antara kami dahulu selalu mengucapkan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah,

072: 5. dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah,

072: 6. dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jinn, tetapi mereka (jinn) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.

072: 7. Dan sesungguhnya mereka (jinn) mengira seperti kamu (orang musyrik Makkah) yang juga mengira bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun (pada hari Kiamat),

(al-Jinn: 1-7).

 

Qirā’āt

(قُرْآنًا): Ibnu Katsīr dan Ḥamzah membaca waqaf (قُرْآنا).

(وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا), (وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ), (وَ أَنَّا ظَنَنَّا), (وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ), (وَ أَنَّهُ تَعَالَى): Ibnu ‘Āmir, Ḥafsh, Ḥamzah, Kisā’ī, Kalaf, membaca fatḥah hamzah pada semua lafal tersebut, sementara ulama lain membaca kasrah.

 

I‘rāb

(أَنَّهُ اسْتَمَعَ) dalam posisi rafa‘ sebagai nā’ib-ul-fā‘il kalimat (أُوْحِيَ). Semua yang disebutkan setelahnya di-‘athaf-kan pada kalimat ini (أَنَّهُ اسْتَمَعَ), yaitu dua belas tempat dari kata (أَن) dia di-‘athaf-kan pada ada yang diwahyukan. Semuanya (إن) boleh dibaca kasrah sebagai ‘athaf pada al-Maqūl (yang ditunjuk oleh kata (قُلْ)).

(كَذِبًا) dibaca nashab sebagai mashdar. Karena (كَذب) “dusta” adalah termasuk ucapan, atau ia adalah sifat dari kata yang dibuang. Yakni (قَوْلًا مَكْذُوْبًا فِيْهِ).

(أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ) kata (أَنْ) adalah mukhaffafah (bentuk ringan) dari tsaqīlah, yakni (أَنَّهُ). Demikian juga kalimat (أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ) adalah bentuk mukhaffafah dari tsaqīlah. Kalimat (أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا.) menduduki maf‘ūl kedua dari kata (ظَنُّوْا).

 

Balāghah

(قُرْآنًا عَجَبًا) kata (قُرْآن) disifati dengan mashdar untuk tujuan makna mubālaghah (penguatan makna), Yakni (قُرْآنًا عَجِيْبًا) “Qur’ān yang ajaib” dalam i‘jāz dan i‘jāz-nya.

Kalimat (فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا.), keduanya ada ath-Thibāq salab (negatif). Ini karena iman adalah antonim dari syirik. Iman adalah yang menafikan syirik.

Kata (الْإِنْسُ) dan (الْجِنُّ) keduanya ada ath-Thibāq.

(عَدَدًا), (صَعَدًا), (قِدَدًا), (رَشَدًا), (رَصَدًا), (وَلَدًا), (أَحَدًا) dan seterusnya adalah keserasian akhir ayat, dalam ilmu Badī‘ dinamakan dengan saja‘ murashsha‘ (kata-kata bersanjak sama yang diletakkan untuk menjaga kesesuaian rima akhir kalimat).

 

Mufradāt Lughawiyyah

(قُلْ) katakanlah wahai Nabi kepada manusia.

(أُوْحِيَ إِلَيَّ) Allah mengabarkan aku dengan wahyu.

(أَنَّهُ) hā’ di sini adalah dhamīr sya’n.

(اسْتَمَعَ) mendengarkan bacaanku terhadap al-Qur’ān.

(نَفَرٌ) sekelompok berjumlah antara tiga sampai sepuluh.

(الْجِنِّ) adalah jasad yang berakal, tidak terlihat dan diciptakan dari api. Yang dimaksud di sini adalah jinn dari suku Nashībīn. Ini terjadi pada shalat Shubuḥ di Bathn Nakhl, suatu tempat antara Makkah dan Thā’if. Mereka itulah yang disebutkan dalam firman-Nya:

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muḥammad) serombongan jinn yang mendengarkan (bacaan) al-Qur’ān.” (al-Aḥqāf: 29).

Lalu, mereka berkata kepada kaum mereka ketika kembali.

(قُرْآنًا) kitab.

(عَجَبًا) indah dalam keindahan susunan dan kedetilan maknanya yang dikagumi karena kefasihan dan melimpahnya makna yang terkandung di dalamnya, berbeda dengan ucapan manusia. (عَجَبًا) adalah mashdar yang digunakan untuk menyifati al-Qur’ān untuk tujuan mubālaghah.

(يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ) menunjukkan pada keimanan, yang hak dan kebenaran.

(فَآمَنَّا بِهِ) lalu kami mengimaninya (al-Qur’ān).

(وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا) karena dalil-dalil pasti yang menunjukkan keesaan Allah yang diucapkan oleh Nabi Muḥammad.

(أَنَّهُ) Dhamīr hā’ di sini adalah dhamīr sya’n.

(تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا) keagungan dan kebesaran Allah, bersih dari semua yang dinisbahkan kepada-Nya yaitu istri dan anak. Maksudnya Allah disifati dengan jauh, tidak mungkin mempunyai istri dan anak karena keagungann-Nya. (الجد) keagungan. Dibaca juga (جَدًّا) sebagai tamyīz. (جِدٌّ) dengan di-kasrah artinya kebenaran ketuhanan Allah. Seakan-akan mereka mendengar dari al-Qur’ān apa yang bisa mengingatkan mereka atas kesalahan yang mereka yakini, yakni syirik dan menjadikan istri dan anak bagi Allah.

(صَاحِبَةً) istri. Boleh juga yang dimaksud dengan (الجد) adalah raja, sultan atau orang kaya, sebagaimana hadits yang berbunyi:

لَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Abū Ubaidah berkata: “Kekayaan orang kaya tidak bisa memberi manfaat padanya dari diri-Mu.

(سَفِيْهُنَا) orang yang bodoh dan orang yang dalam dirinya ada kerendahan akal, kepandirang yang muncul dari kedunguan dan kebodohan.

(شَطَطًا) berlebihan dalam dusta, melampaui batas keadilan dan kebenaran karena menisbahkan istri dan anak kepada-Nya.

(كَذِبًا) disifati dengan dusta sehingga jelas kedustaan mereka akan apa yang mereka ucapkan.

(يَعُوْذُوْنَ) memohon perlindungan atau mencari keselamatan dan pertolongan.

(بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ) orang ‘Arab ketika berjalan di tanah sepi dia berkata: “Aku berlindung kepada tuan lembah ini dari kejelekan jinn-jinn bodoh kaum si tuan.”

(فَزَادُوْهُمْ) orang-orang yang memohon perlindungan itu menambah jinn,

(رَهَقًا) sombong, besar kepala dan angkuh. Asal kata (رَهق) adalah dosa dan melakukan maksiat.

(وَ أَنَّهُمْ) manusia.

(ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ) mereka menduga seperti kalian wahai bangsa jinn.

(أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا) Allah tidak akan membangkitkan seorang pun setelah mati.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *