Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Munir – az-Zuhaili (3/6)

Dari Buku:
Tafsir al-Munir
(Jilid 15 Juz 29-30)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Munir - az-Zuhaili
  1. Allah menceritakan beberapa hal mengenai jinn.

Pertama, ketika mereka mendengar al-Qur’ān yang menakjubkan dalam kefasihan kalamnya dan kedalaman makna nasihat-nasihatnya yang memberi hidayah pada petunjuk-petunjuk masalah, mereka mengatakan: “Kami mendapatkan petunjuk darinya, kami membenarkan bahwa itu dari sisi Allah. Kami tidak akan menyekutukan Tuhan dengan apa pun.” Artinya, kami tidak akan kembali pada menyekutukan kepada-Nya sebagaimana yang telah kami lakukan dulu.

Kedua, para jinn – sebagaimana menafikan syirik dari diri mereka – mereka juga menyucikan Tuhan dari mempunyai istri dan anak. Oleh karena itu, mereka mengatakan: “Maha Agung Allah untuk mempunyai istri atau anak.”

Ketiga, mereka mengingkari apa yang diucapkan oleh Iblīs dan jinn sebelum mereka masuk Islam, yaitu kebohongan, berlebihan dalam kekafiran dan melampaui batas dalam kezhaliman.

Keempat, mereka menduga bahwa manusia dan jinn tidak akan pernah berdusta mengenai Allah. Oleh karena itu, para jinn membenarkan mereka mengenai hal yang telah terjadi bahwa Allah mempunyai istri dan anak. Ketika mereka mendengar al-Qur’ān jelaslah bagi mereka yang hak.

Kelima, orang pada masa jahiliyyah ketika bepergiaan lalu berjalan di tanah lapang, maka dia berkata: “Aku memohon perlindungan pada tuan lembah ini atau jinn agung tempat ini dari kejelekan jinn-jinn bodoh dari kaumnya (kaum tuan lembah tersebut).” Lalu, dia tidur malam di sisi mereka sampai Shubuḥ dengan aman. Manusia menambah kesesatan dan kesombongan jinn dengan permohonan perlindungan ini sehingga jinn berkata: “Kami menjadi tuan manusia dan jinn.” Ada yang mengatakan: “Karena permohonan perlindungan ini, manusia bertambah gentar dan takut kepada jinn.” Ada yang mengatakan: “Jinn dan manusia bertambah salah dan dosa.”

Sebagai ganti permohonan perlindungan ini ada yang mengatakan: “Apa yang tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abū Nashr as-Sajazī dalam Ibānah dari Ibnu ‘Abbās, dia mengatakan: “Ini sangat aneh”, bahwasanya Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

إِذَا أَصَابَ أَحَدٌ مِنْكُمْ وَحْشَةً أَوْ نَزَلَ بِأَرْضِ مَجِنَّةٍ فَلْيَقُلْ: أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ الَّتِيْ لَا يُجَاوِزُهَا بِرٌّ وَ لَا فَاجِرٍ مِنْ شَرِّ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ، وَ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَ مَا يَعْرُجُ فِيْهَا، وَ مِنْ فِتَنِ النَّهَارِ، وَ مِنْ طَوَارِقِ اللَّيْلِ إِلَّا طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ.

Jika salah seorang dari kalian tertimpa ketakutan atau ada di tanah yang terdapat jinn, maka hendaklah dia mengatakan: “Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna yang tidak bisa dilampaui oleh yang baik atau yang jahat dari kejelekan apa yang masuk di bumi dan keluar dari bumi, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke langit, dari fitnah-fitnah siang hari dan kejadian-kejadian malam hari, kecuali kejadian yang membawa kebaikan.

Keenam, manusia, sebagaimana jinn, menduga bahwa Allah tidak akan membangkitkan makhluk atau jinn menduga, sebagaimana manusia, bahwa Allah tidak akan mengutus utusan kepada makhluk-Nya untuk menegakkan ḥujjah. Semua ini adalah penegasan akan argumentasi yang merugikan orang-orang Quraisy. Jika para jinn itu mengimani Nabi Muḥammad, semestinya kalian lebih. Berdasarkan hal ini, ucapan ini adalah ucapan jinn. Ini adalah yang zhahir.

Ada kemungkinan bahwa ucapan ini adalah dari firman Allah kepada manusia. Hal ini bermakna bahwa jinn menduga sebagaimana dugaan kalian, wahai orang-orang kafir Quraisy.

Berdasarkan dua asumsi ini, ayat tersebut menunjukkan bahwa jinn sebagaimana di antara mereka ada yang musyrik, Yahudi, Nasrani, dan dari mereka ada juga yang mengingkari hari kebangkitan.

CERITA LAIN MENGENAI JINN

Surah al-Jinn Ayat 8-17.

وَ أَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا وَ شُهُبًا. وَ أَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَّصَدًا. وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا. وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللهَ فِي الْأَرْضِ وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا. وَ أَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَ لَا رَهَقًا. وَ أَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَ مِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا. وَ أَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا. وَ أَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَّاءً غَدَقًا. لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ وَ مَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا.

072: 8. Dan sesungguhnya kami (jinn) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api,

072: 9. dan sesungguhnya kami (jinn) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya).

072: 10. Dan sesungguhnya kami (jinn) tidak mengetahui (adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan baginya.

072: 11. Dan sesungguhnya di antara kami (jinn) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.

072: 12. Dan sesungguhnya kami (jinn) telah menduga, bahwa kami tidak akan mampu melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di bumi dan tidak (pula) dapat lari melepaskan diri (dari)-Nya.

072: 13. Dan sesungguhnya ketika kami (jinn) mendengar petunjuk (al-Qur’ān), kami beriman kepadanya. Maka barang siapa beriman kepada Tuhan, maka tidak perlu ia takut rugi berdosa.

072: 14. Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus.

072: 15. Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahannam.

072: 16. Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup.

072: 17. Dengan (cara) itu Kami hendak menguji mereka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam adzab yang sangat berat.

(al-Jinn [72]: 8-17)

Qirā’āt

, (وَ أَنَّا ظَنَنَّا), (وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ), (وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ), (وَ أَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ), (وَ أَنَّا لَمَسْنَا)

(وَ أَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ), (وَ أَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى):

Ibnu ‘Āmir, Ḥafsh, Ḥamzah, Kisā’ī, Khalaf membaca fatḥah hamzah pada kalimat-kalimat tersebut, sedangkan yang lain membaca kasrah.

(يَسْلُكْهُ):

Nāfi‘, Ibnu Katsīr, Abū ‘Amr dan Ibnu ‘Āmir membaca (نَسْلُكْهُ).

I‘rāb

(فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيْدًا). Kalimat (فَوَجَدْنَاهَا) adalah fi‘il, fā‘il dan maf‘ūl. Bisa dengan menjadikan (وَجَد) muta‘addī dua maf‘ūl dengan makna (عَلِمْنَاهَا) “kami mengetahuinya”, sementara huruf hā’ adalah maf‘ūl pertama, kalimat (مُلِئَتْ) maf‘ūl kedua. Bisa dengan menjadikan (فَوَجَدْنَاهَا) muta‘addī satu maf‘ūl, dengan makna kami mendapatkannya. Kalimat (مُلِئَتْ) dijadikan dalam posisi ḥāl dengan taqdīr (قَدْ) sementara (حَرَسًا) adalah tamyīz yang dibaca nashab (أَنْ لَنْ نُعْجِزَ الله). Kata (أَنْ) adalah mukhaffafah (bentuk ringan) dari tsaqilah yakni (أَنَّهُ).

(وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا.), kata (هَرَبًا) dibaca nashab sebagai mashdar dalam posisi sebagai ḥāl. Taqdīr-nya (وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَارِبِيْنَ) “dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada) Nya dalam keadaan lari”.

Kalimat (وَ أَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ) di-‘athaf-kan pada hā’ pada kalimat (آمَنَّا بِهِ) dengan men-taqdīr-kan pembuangan huruf jarr karena sering dibuang ketika bersama dengan (أَنَّ), karena sebagaimana diketahui bahwa ‘athaf pada dhamīr yang di-jarr-kan tidak boleh. Dengan membaca kasrah (إِنَّ) di-‘athaf-kan pada firman-Nya (فَقَالُوْا) dan kalimat setelahnya dengan memperkirakan itu sebagai ibtida’ (susunan kalimat permulaan). Ibnu Baḥr mengatakan: “Semua (إِنَّ) yang dibaca kasrah mustsaqqalah (dengan di-tasydīd) dalam surah ini adalah cerita dari perkataan jinn yang mendengarkan al-Qur’ān, lalu mereka kembali kepada kaum mereka dalam keadaan memberikan peringatan. Semua (أَنَّ) yang dibaca fatḥah dalam surah ini adalah wahyu kepada Rasūlullāh.

(وَ أَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا) kata (أَنْ) adalah bentuk mukhaffafah (tanpa tasydīd) dari tsaqīlah (ber-tasydīd), Isim-nya dibuang. Artinya (وَ أَنَّهُمْ) “dan sesungguhnya mereka”.

(يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا), kata (عَذَابًا) dibaca nashab dengan memperkirakan pembuangan huruf jarr. Taqdīr-nya (يَسْلُكْهُ فِيْ عَذَابٍ) lalu huruf jarr dibuang. Lalu fi‘il bersambung dengang kata (عَذَابًا) kemudian dibaca nashab. Kata (صَعَدًا) adalah mashdar yang digunakan untuk menyifati adzab.

Balāghah

(نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ). Antara kata (نَقْعُدُ) dan (مَقَاعِدَ) adalah jinas isytiqāq.

(وَ أَنَّا لَا نَدْرِيْ أَشَرٌّ أُرِيْدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا.) ini bentuk tata krama dengan Allah, yakni menisbahkan kebaikan kepada Allah bukan kejelekan. Antara kata (الشر) dan (الرشد) ada ath-Thibāq dalam makna.

(كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا) isti‘ārah. Kalimat di sini meminjam (الطرق) “jalan-jalan” untuk menunjukkan madzhab-madzhab yang berlainan.

(الْمُسْلِمُوْنَ) dan (الْقَاسِطُوْنَ) keduanya adalah ath-Thibāq.

Mufradāt Lughawiyyah

(لَمَسْنَا السَّمَاءَ) kami mencari untuk bisa mencapai langit dan mendengarkan kabar-kabar langit.

(حَرَسًا) para malaikat penjaga. Itu adalah isim jama‘ seperti (الخدم), bentuk mufrad-nya adalah (حَارس).

Kata (شَدِيْدًا) kuat.

(شُهُبًا) bintang-bintang yang membakar. Bentuk jama‘ dari (شِهَاب). Yakni nyala api yang cemerlang.

(نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ) kami berusaha mendengarkan dan mengamati.

Kata (رَّصَدًا) diintai dan dipersiapkan untuk dilemparkan.

(أَشَرٌّ أُرِيْدَ) apakah keburukan yang dikehendaki setelah mencuri kabar.

(بِمَنْ فِي الْأَرْضِ) orang yang di bumi dengan penjagaan langit.

(رَشَدًا) kebaikan dan kesalehan.

(وَ أَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ) beriman dan berbakti setelah mendengarkan al-Qur’ān.

(وَ مِنَّا دُوْنَ ذلِكَ) di antara kami ada kaum yang tidak demikian. Artinya tidak saleh. Maushūf (yang disifati) dibuang.

(كُنَّا طَرَائِقَ) kami mempunyai jalan-jalan, maksudnya adalah madzhab-madzhab.

(قِدَدًا) terpisah-pisah dan berbeda-beda. Ada yang Muslim ada yang kafir. (قِدَدًا) adalah bentuk jama‘ dari (قدة). Dari (قدَّ) jika terpotong-potong.

Kata (ظَنَنَّا) kami mengetahui.

(أَنْ لَّنْ نُّعْجِزَ اللهَ فِي الْأَرْضِ وَ لَنْ نُّعْجِزَهُ هَرَبًا.) kami tidak bisa meninggalkan-Nya. Kata yang di bumi ini tidak bisa terlepas dari-Nya, di mana pun kita atau melarikan diri dari bumi ke langit jika Dia mencari kita.

(الْهُدَى) al-Qur’ān.

(فَلَا يَخَافُ) dia tidak takut.

(بَخْسًا) berkurangnya kebaikan.

(وَ لَا رَهَقًا) tidak pula menzhalimi dengan menambah kejelekannya.

(الْقَاسِطُوْنَ) orang yang menyimpang dari jalan hak yakni keimanan dan ketaatan.

(تَحَرَّوْا رَشَدًا) menuju dan mencari jalan hak, hidayah untuk menyampaikan mereka pada negeri pahala.

(حَطَبًا) artinya bahan bakar api neraka.

(عَلَى الطَّرِيْقَةِ) itu adalah jalan Islam.

(مَّاءً غَدَقًا) air yang banyak.

(لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ) agar Kami menguji mereka bagaimana mereka mensyukurinya.

(ذِكْرِ رَبِّهِ) peringatan-Nya, yakni wahyu atau al-Qur’ān atau nasihat-nasihatNya.

(يَسْلُكْهُ) kami memasukinya.

(عَذَابًا صَعَدًا) adzab yang berat melebihi kemampuan orang yang diadzab dan mengalahkannya.

Sebab Turunnya Ayat (16).

Al-Kharā’ithī meriwayatkan dari Muqātil mengenai firman-Nya: (وَ أَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَّاءً غَدَقًا) “Ayat ini turun mengenai orang-orang kafir Quraisy ketika mereka tidak diturunkan hujan selama tujuh tahun.”

Tafsir dan Penjelasan

Dzat Yang Maha Benar meneruskan cerita-cerita lain mengenai jinn, yakni tujuh macam tambahan dari enam hal yang di atas sehingga jumlahnya tiga belas. Tujuh macam itu adalah:

  1. Dan sesungguhnya kami (jinn) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api” (al-Jinn [72]: 8).

Tatkala Nabi Muḥammad s.a.w. diutus oleh Allah s.w.t. dan al-Qur’ān diturunkan kepadanya, kami mencari berita langit sebagaimana kebiasaan kami. Tiba-tiba, kami menemukan langit dipenuhi penjaga-penjaga yang kuat berupa malaikat yang menjaganya dari pencurian-pencurian kabar. Kami menemukan juga api dari bintang-bintang yang membakar dan menghalangi siapa saja yang ingin mencuri kabar seperti yang selama ini kami lakukan, seperti firman Allah s.w.t.:

Dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat-alat pelempar syaithan.” (al-Mulk: 5).

(الشُّهُبُ) artinya bongkahan bintang-bintang yang dibakar untuk jinn ketika mencuri kabar.

Aḥmad, Tirmidzī, dan Nasā’ī meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās dia berkata: “Syaithan-syaithan dulu mempunyai tempat-tempat duduk di langit untuk mendengar wahyu. Apabila mereka mendengar satu kata, mereka menambahi sembilan. Satu kata itu sendiri adalah yang benar, sementara yang lebih dari itu adalah batil. Tatkala Rasūlullāh s.a.w. diutus, mereka terhalang mendapatkan tempat duduk, lalu mereka menyebutkan hal itu kepada Iblīs. Bintang-bintang tidak pernah dilemparkan sebelum itu. Lalu, Iblīs berkata kepada mereka: “Ini, tidak lain karena ada sesuatu yang terjadi di bumi,” lalu dia mengirimkan tentara-tentaranya. Kemudian, mereka menemukan Rasūlullāh s.a.w. berdiri dalam keadaan shalat di antara dua gunung di Makkah. Lalu tentara-tentara itu mendatangi Iblīs dan memberitahukan apa yang mereka lihat. Iblīs berkata: “Inilah kejadian yang terjadi di bumi.”

Kesimpulan: Syaithan-syaithan – setelah Nabi s.a.w. diutus – terhalang untuk mencuri kabar supaya mereka tidak bisa mencuri sedikit pun dari al-Qur’ān. Lalu, mereka memberikannya pada para dukun sehingga masalah menjadi campur-baur, tidak diketahui mana yang benar.

  1. Dan sesungguhnya kami (jinn) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (al-Jinn: 9)

Kami selama ini, duduk di tempat duduk yang ada di langit untuk mencuri kabar dan mendengar berita langit dari malaikat untuk disampaikan kepada para dukun. Allah menjaga langit itu ketika Rasūlullāh diutus dengan bintang-bintang yang dibakar. Barang siapa yang ingin mencuri kabar sekarang, dia akan menemukan bintang yang mengintainya. Dia tidak bisa melewatinya. Justru bintang itu akan meremukkannya dan membinasakannya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *