Sūrat-ul-Jinn
(Bangsa Jinn)
Surat ke-72
28 Ayat
Diturunkan di Makkah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
PENDAHULUAN
Sūrat-ul-Jinn, yang diturunkan di Makkah juga, adalah Sūrat ke-72 dalam susunan al-Qur’ān. Dia mengandung 28 ayat.
Di dalam al-Qur’ān telah bertemu uraian tentang al-Jinn itu pada 22 tempat, dan di ayat yang lain disebut juga jinnat dengan arti yang sama. Di dalam Sūrat ke-51, Sūrat-udz-Dzāriyāt ayat 56 diterangkan dengan jelas:
وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبَدُوْنِ.
“Tidaklah Aku jadikan jinn dan manusia, melainkan untuk memperhambakan diri kepada-Ku.”
Dengan sebab yang demikian, tidaklah diragukan lagi bahwa percaya akan adanya jinn sebagai makhluk, di samping manusia adalah termasuk bahagian dari Iman. Diterangkan pula di dalam al-Qur’ān bahwa manusia bersama jin yang tidak melaksanakan perintah Ilahi dengan baik akan dilemparkan ke dalam neraka Jahannam. Di dalam Sūrat 55, ar-Raḥmān, diterangkan bahwa jinn itu terjadi daripada nyala api. Di dalam Sūrat ke-18, al-Kahfi dijelaskan pula bahwa Iblīs yang kerap disebutkan sebagai pembangkang kepada Nabi Ādam itu adalah dari keturunan jinn juga. Dan Iblīspun mengakui ketika dia menyombong bahwa dia lebih mulia dari manusia, bahwa dia terjadi dari api, sedang manusia terjadi dari tanah.
Kaum Mu‘tazilah yang terkenal sebagai kaum yang hanya mementingkan akal saja dalam Islam tetapi percaya akan adanya jinn, sebab sudah terang nash-nya di dalam al-Qur’ān, tidak dapat dibantah lagi. Cuma mereka tidak percaya bahwa jinn itu dapat dilihat. Tetapi Kaum Orientalist, sebagaimana kebiasaan mereka dalam rencana menafsirkan al-Qur’ān menurut rencana mereka sendiri bagi menimbulkan keraguan terhadap Islam pernah pula mengatakan bahwa keterangan al-Qur’ān tentang jinn itu kacau-balau. Sebab di dalam Sūrat ar-Raḥmān dikatakan jinn terjadi dari nyala api, padahal – menurut tusukan jarum mereka – di dalam Sūrat al-Baqarah dikatakan pula bahwa Iblīs itu termasuk rombongan Malaikat, (Sūrat ke-2, al-Baqarah ayat 34). Orientalis D.B. McDonald dalam “Ensiklopedia Islam” menulis pendapatnya tentang jinn menurut ajaran Islam ialah menimbulkan keraguan orang. Sebab di al-Baqarah dia dimasukkan rombongan malaikat. Ketika seluruh malaikat di suruh sujud, semuanyapun sujud kecuali Iblīs. Tetapi di Sūrat ar-Raḥmān itu – katanya pula – Jinn dikatakan berasal dari api. Dan dalam keterangan Nabi sendiri dalam salah satu keterangannya, malaikat itu adalah terjadi dari Nūr.
Padahal bilamana ditinjau dengang teliti, baik dari segi bahasa ‘Arab atau dari segi pergaulan sehari-hari, jika Iblīs tidak mau sujud bersama-sama Malaikat bukanlah karena Iblīs itu termasuk malaikat. Dan tidak ada seorang Muslimpun yang berfaham demikian. Kalau kiranya dalam Sūrat ar-Raḥmān yang diturunkan di Makkah sudah dijelaskan bahwa Jinn terbuat dari nyala api dan di dalam Sūrat-ul-Kahfi yang diturunkan di Makkah juga dijelaskan bahwa Iblīs itu adalah termasuk jinn juga, maka tidaklah ada lagi orang Islam yang akan memahamkan bahwa Iblīs itu adalah malaikat juga. Sehingga Ulama Besar ikutan Kaum Muslimin al-Ḥasan al-Bishrī mengatakan: “Tidaklah Iblīs itu bangsa malaikat sekejap matapun, tetapi Iblīs itu adalah asal jinn, sebagaimana Ādam adalah asal-usul manusia.”
Dan Ḥasan al-Bashrī berkata bukanlah karena memandai-mandai saja, melainkan tersebut dalam Sabda Rasūlullāh s.a.w. sendiri:
خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَ خُلِقَ إِبْلِيْسُ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ. فَعِنْدَ الْحَاجَةِ نَضَحَ كُلُّ وِعَاءٍ بِمَا فِيْهِ وَ خَانَهُ الطَّبَعَ عِنْدَ الْحَاجَةِ. (رواه مسلم عن عائشة)
“Dijadikan Malaikat daripada Nūr (cahaya), dijadikan Iblis daripada nyala api, dijadikan Ādam dari apa yang telah disebutkan kepada kamu. Di waktu-waktu mendesak, menggelagaklah periuk memuntahkan isinya, dan thabi‘atnya mengkhianati apa datang waktunya (muncul hajatnya).” (Hadits dirawikan oleh Muslim dari ‘Ā’isyah).
Artinya karena Iblīs itu berasal-usul dari api, ketika diperintah untuk bersama-sama dengan malaikat bersujud kepada Ādam, kembalilah dia kepada tabiatnya yang asli. Sebab keshāliḥan dan kepatuhan bukanlah asal kejadiannya, diapun kembali kepada tabiat asalnya. Sama juga dengan kucing yang dilatih memegang lampu ketika Raja mengadakan jamuan makan malam. Seketika seekor tikus melompat tidak berapa jauh dari tempat itu, si kucing kembali ke tabiat asalnya. Dia lupa akan lampu yang dia pegang, bahkan secepat kilat dia melompat mengejar tikus itu.
Maka kasihanlah kita kepada orang-orang Islam sendiri yang tidak mengetahui perkembangan penafsiran agama dari Ulamanya sendiri, dan hanya membawa keterangan Kaum Orientalis, lalu diapun menyatakan tidak percaya ada Jinn, atau tidak bisa berpegang kepada keterangan al-Qur’ān. Karena satu kali al-Qur’ān mengatakan Iblīs berasal dari api, tetapi di kali yang lain al-Qur’ān juga yang mengatakan Iblīs seasal dengan malaikat.
Kesimpulannya ialah bahwa kepercayaan akan adanya Jinn, makhluk halus yang tidak bisa kelihatan oleh manusia, adalah pokok keimanan yang tidak dapat diragukan lagi di kalangan Islam.
Ada pula jarum halus orientalis dimasukkan bahwa kalimat Jinn itu bukan asli bahasa ‘Arab, tetapi diambil dari kalimat bahwa Yunani genius. Padahal ungkapan-ungkapan demikian kebanyakan hanya dicari-cari belaka.
Sūrat ke-72 ini khusus dinamai Sūrat-ul-Jinn karena dari ayat 1 sampai kepada ayat 19 adalah ceritera yang berhubungan dengan Jinn belaka. Boleh dikatakan sebagai uraian dari ayat yang tersebut dalam Sūrat-udz-Dzāriyāt ayat 56 yang kita salinkan di permulaan Pendahuluan ini, yaitu bahwasanya Nabi Muḥammad s.a.w. itu diutus bukan semata-mata kepada jenis manusia saja, melainkan kepada manusia dan jinn. Dengan ayat-ayat ini kita akan mendapat penjelasan bahwa jinn itu adalah makhluk Allah belaka yang tidak mempunyai keistimewaan sehingga mengetahui akan yang ghaib, atau yang akan terjadi sebagaimana disangka-sangka orang. Malahan di dalam surat ke-34, Saba’, ayat 14 dijelaskan bahwa Jinn itu diperintah oleh Nabi Sulaimān turut mengerjakan pekerjaan pembangunan Masjid-il-Aqshā atau Rumah Ibadat yang mulia itu. Mereka pun turut bekerja dengan patuhnya. Tiba-tiba Nabi Sulaimān meninggal dunia sedang duduk di atas kursinya bertelekan kepada tongkatnya. Tidak seorang juapun para pekerja, baik manusia ataupun jinn tahu beliau telah meninggal. Sebab itu orang bekerja keras meneruskan pembangunan itu sampai selesai. Setelah selesai pekerjaan-pekerjaan yang penting, tiba-tiba terjatuhlah janazah yang mulia itu dari tempat duduknya, sebab tongkat tempat beliau bertelekan telah patah, dimakan oleh anai-anai yang menjalar dari tanah. Di situ, di ujung ayat dijelaskan, kalau memang jinn itu mengetahui yang ghaib, baik tanggal matinya Nabi Sulaimān, atau yang duduk itu bukan Sulaimān yang hidup lagi, melainkan janazah Nabi Sulaimān, tidaklah mereka akan menderita siksaan begitu lama, yaitu siksaan kerja keras tidak berhenti-henti karena melaksanakan perintah.
Maka dengan Sūrat-ul-Jinn bersama ayat-ayat yang terkandung di dalamnya, dengan langsung kita mendapat keterangan dari al-Qur’ān tentang jinn sebagai makhluk Allah, dan terbantahlah dengan sendirinya “dongeng-dongeng” yang dikarang-karangkan orang bahwa ada jinn bersuami manusia, atau manusia bersuami jinn, lalu ahli-ahli fiqh sampai memperkatakan bagaimana kawinnya! Adapula dongeng yang banyak bertemu dengan buku ceritera 1001 Malam menerangkan bahwa jinn itu dihukum oleh Nabi Sulaimān, dimasukkan ke dalam guci, lalu dilemparkan ke laut, sampai terbenam di laut besar beratus-ratus tahun, lalu terpukat oleh manusia. Setelah guci itu dibuka sumbatnya, keluarlah asap; lama-lama asap itu jadi menyerupai manusia, lama-lama bertambah besar dan bertambah besar, dan ceritera-ceritera lain. Maka cerita-cerita semacam itu bukan ajaran agama, melainkan dongeng-dongeng yang tidak boleh dicampur-aduk dengan segi-segi ilmiah Kebenaran.
KEMAJUAN HASIL PENYELIDIKAN ILMU PENGETAHUAN (RISET) Abad sekarang benar-benar membawa orang lebih dekat kepada Kebenaran yang telah diisyaratkan Tuhan di dalam al-Qur’ān. Tuhan menjelaskan bahwasanya di samping manusia adalah lagi makhluk halus, yang tidak kelihatan yang bernama jinn. Dan dijelaskan pula bahwa jinn itu bukanlah suatu metafisika, atau sesuatu yang diluar benda. Al-Qur’ān menjelaskan bahwa jinn itu terjadi dari nyala api. Yang dikatakan nyala api itu dijelaskan lagi oleh setengah ahli tafsir ialah api yang sudah sangat tinggi derajat panasnya, sehingga tidak kurang dan tidak merah lagi warnanya, melainkan telah menjadi hijau! Yakni api yang terpancar untuk melakukan las! Sebab itu dia mempunyai kekuatan. Maka ahli filsafat yang tidak dilandasi oleh ilmu alam dan ilmu atomisme, yang kadang-kadang terdorong oleh perasaan tidak mau percaya akan apa yang diajarkan agama, mereka menolak kepercayaan akan adanya jinn. Mereka katakan bahwa ilmu pengetahuan tidak ada sangkut-paut dengan metafisika, dia hanya semata-mata mengenai fisika; kebendaan dan kenyataan. Tetapi kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri, terutama dalam hal atom telah menghilangkan garis pemisah dalam fikiran manusia di antara fisika dengan metafisika. Al-Qur’ān telah menjelaskan bahwa jinn bukanlah suatu “nama” semata-mata dari barang yang tidak ada (menurut filsafat nominalisme), tetapi terjadi dari nyala atau gejala api. Tegasnya benda atau fisika yang ada dalam kenyataan.
Kemajuan pendapat Einstein tentang atom, bahwasanya atom dalam sendirinya mempunyai tenaga yang kuat. Berabad-abad lamanya orang hanya memegang pendapat bahwa atom hanya semata-mata jenis yang tidak dapat dibelah dan dibagi lagi, dan kalimat atom itu sendiri ialah gabungan di antara A yang berarti tidak dan TOM yang berarti berbagi. Tetapi Albert Einstein telah sampai kepada suatu kesimpulan yang amat dahsyat kesannya dalam ilmu pengetahuan. Yaitu teori beliau yang terkenal bahwa atom itu dengan sendirinya adalah TENAGA, atau Kekuatan. Dalam Ilmu Pengetahuan Wiykunde tertinggi hasil pemikiran Einstein itu disebut E=mc2. Di antara benda yang termudah buat memisahkan atom, sampai dia bersendirian dan sampai dapat mengeluarkan tenaga hebat itu dinamai U – (ranium) 238. Dari sanalah timbul ilham buat menciptakan Bom Atom yang terkenal.
Bagaimana gelapnya soal atom itu beberapa Abad yang lalu, bahkan sampai kepada masa timbulnya teori Einstein tersebut, sehingga dalam kalangan ahli-ahli filsafat timbul dua aliran fikiran; ada yang mengatakan bahwa atom itu hanya semata-mata benda dan tidak ada tenaga padanya. Atau yang berpendapat sebaliknya bahwa yang sebenarnya ada ialah tenaga, bukan benda. Hasil penyelidikan Einstein menyatakan bahwa atom itu adalah bertenaga dengan sendirinya. Dialah benda dan juga dia adalah tenaga!
Kita orang awampun akan tercengang dan tertegun berfikir jika kita minta keterangan mana dia atom itu. Karena atom tidaklah nampak oleh mata lahir ini Atom adalah dzat yang nyata adanya; tetapi mencarinya tidaklah lagi dengan pancaindra, bahkan dengan mikroskop – pun tidak akan kelihatan. Atom hanya akan didapat dengan ketepatan hitungan, dengan ketepatan rumusan aljabar. Maka oleh sebab terbukanya rahasia atom menjadi suatu kenyataan ilmiah yang dapat dihitung, dapat dialjabarkan, banyaklah terbuka kemungkinan dan mulailah terpandang kolot orang yang mengatakan selain dari yang nyata kelihatan oleh pancaindra tidaklah ada.
Setelah dilihat kenyataan bagaimana dahsyat kekuatan atom, yang menimbulkan “Bom Atom” dan alat senjata nuklir yang selanjutnya, maka orang yang berilmu tidaklah seberani orang yang “setengah berilmu” untuk memungkiri adanya jinn sebagai makhluk Tuhan. Apatah lagi untuk mempercayai akan adanya Allah Yang Maha Kuasa. Einstein sendiri juga, yang dari hasil penyelidikan atomnya itu sampai kepada kesimpulan, bahwa hanya suatu Kekuatan Yang Ghaib Yang Lebih Tinggi, Maha Tinggi, lebih Kuasa, Maka Kuasa yang dapat menggambar atau mengatur kekuatan Atom! Einstein didorong oleh ilmunya sendiri untuk sampai kepada suatu kesimpulan bahwa pastilah ADA Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi Kekuasaan-Nya itu, yang mengatur ‘alam ini, mengendalikan kekuatan ATOM itu, sehingga sekian lama umur dunia, seluruh langit, bintang-bintang, Matahari, bulan dan bumi kita ini, yang semuanya tergabung dari Atom, dapat teratur jalannya demikian rupa, sehingga tidak pernah terjadi atom kecil itu melepaskan kekuatannya dengan tidak terkendali. Kalau itu kejadian, sudah pasti bahwa seluruh Alam ini telah hancur lebih dahulu. Dan sekarang tidaklah dia hancur. Sebab ada Tuhan yang mengendalikannya; Lā ḥaulā wa lā quwwata illā billāh! (Tidak ada tenaga dan tidak kekuataan, melainkan pada Allah!).