Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Aisar (1/4)

TAFSĪR AL-AISAR
(Judul Asli: أَيْسَرُ التَّفَاسِيْرِ لِكَلَامِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ)
Edisi Indonesia:
Tafsir al-Qur’an al-Aisar (Jilid 7)

Penulis: Syaikh Abū Bakar Jābir al-Jazā’irī

(Jilid ke 7 dari Surah Qāf s.d. an-Nās)
 
Penerbit: Darus Sunnah

Rangkaian Pos: Surah al-Jinn 72 ~ Tafsir al-Aisar

SURAT AL-JINN

MAKKIYYAH
JUMLAH AYAT: 28 AYAT

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Surat al-Jinn: Ayat 1-7

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا. يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَ لَنْ نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا. وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا. وَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ سَفِيْهُنَا عَلَى اللهِ شَطَطًا. وَ أَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَّنْ تَقُوْلَ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى اللهِ كَذِبًا. وَ أَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا. وَ أَنَّهُمْ ظَنُّوْا كَمَا ظَنَنْتُمْ أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا.

072: 1. Katakanlah (Muḥammad): Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jinn telah mendengarkan (bacaan), lalu mereka berkata: “Kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (al-Qur’ān).”
072: 2. (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami.
072: 3. dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak beranak.
072: 4. Dan sesungguhnya orang yang bodoh di antara kami dahulu selalu mengucapkan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah,
072: 5. dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah.
072: 6. Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jinn, tetapi mereka (jinn) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.
072: 7. Dan sesungguhnya mereka (jinn) mengira seperti kamu (orang musyrik Makkah), yang juga mengira bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun (pada hari kiamat).

PENJELASAN KATA

(أَنَّهُ اسْتَمَعَ) Annah-ustama‘a: Mendengarkan bacaanku (bacaan al-Qur’ān).

(نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ) Nafarun Minal-Jinnī: Sekumpulan Jinn, yang jumlahnya berkisar antara tiga sampai sepuluh jinn.

(فَقَالُوْا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا) Faqālu Innā Sami‘nā Qur’ān ‘Ajaban: Mereka (para jinn) mereka takjub dengan al-Qur’ān, karena gaya bahasannya yang fasih dan maknanya yang mendelam.

(يَهْدِيْ إِلَى الرُّشْدِ) Yahdī ilar-Rusydi: Menunjukkan jalan kebenaran dalam keyakinan, perkataan, dan perbuatan.

(وَ أَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا) Wa Annahū ta‘ālā Jaddu Rabbinā: Maha Suci Allah dari apa-apa yang disandarkan (ditujukan) kepada-Nya.

(مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَ لَا وَلَدًا) Mattakhadza Shāḥibatan wa Lā Waladan: Allah tidak beristri dan tidak pula mempunyai anak.

(سَفِيْهُنَا) Safīhunā: Jinn bodoh di antara kami.

(شَطَطًا) Syathathan: Berdusta melebihi batas dengan mengatakan bahwa Allah memiliki istri dan anak.

(يَعُوْذُوْنَ) Ya‘ūdzūna: Mereka (manusia) meminta perlindungan.

(فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا) Fazādūhum Rahaqan: bertambah dosa dan bertindak sewenang-wenang.

(أَنْ لَّنْ يَبْعَثَ اللهُ أَحَدًا). An lan Yab‘atsallāhu Aḥadan: Allah tidak akan mengutus seorang Rasūl pun kepada makhluk-Nya.

MAKNA AYAT 1-7 SECARA UMUM

Firman-Nya: “Katakanlah (hai Muḥammad): Telah diwahyukan (7601) kepadaku bahwasanya telah mendengarkan sekumpulan jinn (akan al-Qur’ān),” (7612). Allah ta‘ala telah memerintahkan Rasūl-Nya, Muḥammad s.a.w. untuk mengatakan dan mengumumkan kepada umat manusia, baik yang beriman maupun yang kafir, bahwa Allah telah mewahyukan kepadanya berita tentang sekumpulan jinn yang berjumlah tiga sampai sepuluh jinn telah mendengarkan bacaan al-Qur’ānnya. Kejadian ini terjadi di bawah sebuah pohon kurma pada saat Rasūlullāh dan para sahabat sedang shalat Shubuḥ.

Pada saat itu, Rasūlullāh s.a.w. bersama para shahabatnya sedang menuju ke pasar ‘Ukkāzh. Ketika itu, syaithan-syaithan tidak mampu mencuri berita langit, sebaliknya mereka diserang oleh panah-panah api. Mereka pun bertanya-tanya. Akhirnya mereka berkesimpulan bahwa sesuatu telah terjadi di muka bumi. Maka syaithan pun pergi mencari tahu ke arah timur dan barat bumi, mereka mencari tahu tentang kejadian yang sangat mengherankan ini. Karena mereka dilarang mendengarkan berita langit. Maka ada di antara sekumpulan mereka yang menuju ke arah Makkah dan mereka melihat Rasūlullāh s.a.w. sedang shalat Shubuḥ bersama para shahabatnya. Akhirnya mereka pun diam untuk mendengarkan bacaan beliau di dalam shalat Shubuḥ tersebut. (7623) Kemudian mereka pulang menemui kaumnya seraya berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya, dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorang pun dengan Tuhan kami.

Oleh karena itu, Allah ta‘ālā menurunkan surat ini, surat al-Jinn, yang dimulai dengan firman-Nya: “Katakanlah (hai Muḥammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya telah mendengarkan (7634) sekumpulan jinn (akan al-Qur’ān),” yaitu umumkanlah kepada umatmu, wahai Rasūl kami, bahwa Allah telah mewahyukan kepadamu tentang sebuah kejadian yaitu sekumpulan jinn telah mendengarkan bacaanmu kemudian mereka pulang menemui kaumnya dan berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’ān yang menakjubkan,” mereka merasa takjub dengan kefasihan al-Qur’ān dan maknanya yang dalam. Al-Qur’ān yang akan memberi petunjuk kepada kebenaran (7645) dalam keyakinan, perkataan, dan perbuatan. “Lalu kami beriman kepadanya, dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorang pun dengan Tuhan kami,” dan dalam ayat ini terdapat sindiran terhadap orang-orang dungu yang sezaman dengan Rasūlullāh s.a.w. selama sebelas tahun. Beliau membacakan al-Qur’ān kepada mereka ketika di Makkah. Akan tetapi, mereka justru mendustakannya, bahkan membenci beliau. Mereka tetap bertahan di dalam kemusyrikan.

Sedang golongan jinn, walaupun hanya dengan mendengarkannya (sebentar), mereka langsung beriman dan membawa masalah ini kepada kaum mereka. Mereka di sana berdakwah menyebarkan agama Islam dan berkata: “Lalu kami beriman kepadanya, dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran (7656) Tuhan kami,” Maksudnya kami (jinn) beriman bahwa Allah Maha Tinggi dan Maha Kuasa, tidak beristri dan tidak juga mempunyai anak, Maha Suci Allah. Semua ini hanya diucapkan oleh para pendusta.

Dan sesungguhnya orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah,” ayat ini merupakan perkataan jinn. Maksudnya mereka mengatakan perkataan yang melampaui batas terhadap Allah, mereka berdusta kepada Allah dengan mengatakan bahwa Allah memiliki istri dan anak, seperti perkataan orang-orang musyrik, Yahudi, dan Nashrani. “Dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jinn sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah” Mereka (jinn) berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami mengira bahwa manusia dan jinn tidak akan berdusta kepada Allah,” tidak akan mengatakan apa-apa atas nama-Nya, kecuali kebenaran. Sungguh, kami telah mengetahui bahwa mereka telah mendustakan Allah. Mereka juga berkata kepada Allah ta‘ālā dengan perkataan yang tidak pernah dikatakan oleh-Nya, tetapi mereka menyandarkan kepada-Nya, padahal Maha Suci Allah dari semua tuduhan mereka tersebut. Mereka berkata: “Dan bahwasanya (7667) ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan (7678) kepada beberapa laki-laki di antara jinn, maka jinn-jinn itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.

Mereka (jinn) memberitahukan kabar yang sangat mengejutkan bahwa ada beberapa orang laki-laki manusia dari bangsa ‘Arab dan bangsa non-‘Arab, apabila mereka melewati sebuah lembah atau bukit yang menakutkan, maka mereka akan meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari golongan jinn. Misalnya seorang laki-laki berkata: “Aku berlindung kepada para penghuni lembah ini (jinn) dari gangguan para pengikutnya!” Maka jinn-jinn tersebut hanya semakin menambah besar dosa manusia tersebut dengan meminta pelindungan kepada mereka (jinn) (7689). Maksudnya, dosa dan kezhaliman. Padahal mereka (jinn) tidak menginginkan ada bangsa manusia yang mengagungkan mereka seperti ini sehingga manusia harus meminta perlindungan kepada mereka (jinn). Sesungguhnya mereka (jinn) mengira sebagaimana kalian (manusia) mengira, bahwa Allah tidak akan pernah mengutus seorang utusan. Maksudnya mereka (jinn) berkata memberitahukan kaumnya seraya berkata: ‘Sesungguhnya mereka (manusia) mengira sebagaimana yang kalian (jinn) kira, bahwa Allah tidak akan mengutus seorang utusan yang akan memberi peringatan kepada manusia akan adzab Allah dan mengajarkan kepada mereka (manusia) sesuatu yang akan menyempurnakan serta menggembirakan mereka di dunia dan di akhirat.

PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI AYAT 1-7.

  1. Penetapan kenabian Muḥammad dan bahwa beliau adalah seorang utusan untuk dua jenis makhluk Allah, yaitu jinn dan manusia.
  2. Penjelasan tentang keagungan dan kesempurnaan al-Qur’ān karena jinn pun mengakui dan merasa takjub terhadap al-Qur’ān yang melebihi perkataan makhluk.
  3. Penetapan tauhid dan celaan terhadap kemusyrikan.
  4. Penetapan bahwa manusia sama seperti jinn yang keduanya memungkinkan akan berdusta atas nama Allah.
  5. Larangan (haram) meminta bantuan dan pertolongan kepada jinn, karena hal tersebut sama seperti menyembah mereka (jinn).

Catatan:

  1. 760). Asal kata “ūḥiya” adalah “wūḥiya” huruf “wāwu”-nya diganti dengan “hamzah” seperti yang terjadi di dalam ayat yang berbunyi “wa idzar-rusulu uqqitat” asalnya berbunyi “wa idzar-rusulu wuqqitat”. Hal ini dibolehkan ada setiap huruf “wāwu” yang berharakat dhammah seperti “wurikha” dan “urikha”.
  2. 761). Ibnu Isḥāq berpendapat bahwa para jinn ini berkumpul sepulang Nabi s.a.w. dari Thā’if. Tidak apa-apa apabila riwayat menjelaskan bahwa kejadian tersebut terjadi sepulang Nabi s.a.w. dari Thā’if. Pendapat ini lebih kuat sedangkan riwayat yang kedua yaitu riwayat yang dicantumkan di dalam tafsir ini.
  3. 762). Riwayat yang disebutkan di dalam tafsir ini, yaitu riwayat tentang sekelompok jinn yang mendengarkan al-Qur’ān yang dibaca oleh Rasūlullāh s.a.w. dan kemudian Allah memberitahukan hal ini kepada beliau yaitu menurut riwayat Imām Muslim dan Tirmidzī.
  4. 763). Kalimat “istama‘a” “telah mendengar” yaitu khabar (penjelas) dari huruf “inna”.
  5. 764). Kata “ar-rusydu” dengan memberi harakat dhammah pada huruf “rā’” dan mensukunkan huruf “syīn”-nya dan kata “ar-rasyadu” dengan memberi harakat fatḥah pada huruf “rā’” dan “syīn”-nya adalah sama. Keduanya berarti kebaikan, kebenaran atau petunjuk.
  6. 765). Kata “al-jaddu” dengan memberi harakat fatḥah pada huruf “jīm”-nya berarti keagungan dan kemuliaan. Misalnya perkataan Anas: “Seorang laki-laki apabila telah menghafal surat al-Baqarah dan surat Āli ‘Imrān, maka orang itu sangat hebat menurut kami.” Ayat yang berbunyi: “wa annahū ta‘ālā” Nāfi‘ membacanya dengan meng-kasrah-kan huruf “hamzah” sehingga menjadi “wa innahū….” karena sebagai sambungan dari ayat sebelumnya: “inna sami‘nā qur’ānan,” Sedangkan Ḥafsh membacanya dengan mem-fatḥah-kan huruf “hamzah”, “wa annahū….” diperkirakan ada ayat sebelumnya yaitu yang berbunyi: “āmannā bi annahū ta‘ālā jaddu rabbinā.”.
  7. 766). Kata “annahū” boleh di-fatḥah-kan (annahū) dan boleh di-kasrah-kan (innahū). Barang siapa mem-fatḥah-kannya, berarti ia telah menjadikan ayat tersebut dari perkataan jinn. Sedangkan yang membacanya dengan di-kasrah-kan, berarti ia menjadikan ayat tersebut sebagai ayat di awal kalimat.
  8. 767). Imām Muqātil berkata bahwa orang yang pertama kali meminta perlindungan kepada jinn adalah sekelompok orang Yaman. Yaitu dari bani Ḥanīfah yang kemudian menyebar di kalangan ‘Arab. Kemudian tatkala Islam datang, mereka semua menjadi berlindung kepada Allah dan meninggalkan kebiasaan tersebut (meminta pertolongan kepada jinn).
  9. 768). Arti kata “ar-rahaqu” adalah kesalahan, dosa dan melakukan hal-hal yang diharamkan. Oleh karena itu, meminta perlidungan kepada jinn merupakan dosa besar.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *