Surah al-Insyiqaq 84 ~ Tafsir Sayyid Quthb (1/3)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Insyiqaq ~ Tafsir Sayyid Quthb

SURAH AL-INSYIQĀQ

Diturunkan di Makkah
Jumlah Ayat: 25.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ. وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ. وَ إِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ. وَ أَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَ تَخَلَّتْ. وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ. يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيْهِ. فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ. فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا. وَ يَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا. وَ أَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ. فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُوْرًا. وَ يَصْلَى سَعِيْرًا. إِنَّهُ كَانَ فِيْ أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا. إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَّنْ يَحُوْرَ. بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيْرًا. فَلَا أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ. وَ اللَّيْلِ وَ مَا وَسَقَ. وَ الْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ. لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍ. فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ. وَ إِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُوْنَ. بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَ. وَ اللهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوْعُوْنَ. فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ. إِلَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍ.

84: 1. Apabila langit terbelah,
84: 2. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh.
84: 3. dan apabila bumi diratakan,
84: 4. memuntahkan apa yang ada di dalamnya, menjadi kosong,
84: 5. serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).
84: 6. Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.
84: 7. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,
84: 8. maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.
84: 9. Dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.
84: 10. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang,
84: 11. maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”.
84: 12. Dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
84: 13. Sesungguhnya, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir).
84: 14. Sesungguhnya, dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya).
84: 15. (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya.
84: 16. Maka, Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja,
84: 17. dengan malam dan apa yang diselubunginya,
84: 18. dan dengan bulan apabila jadi purnama,
84: 19. sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).
84: 20. Mengapa mereka tidak mau beriman?,
84: 21. Apabila al-Qur’ān dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujūd,
84: 22. bahkan orang-orang kafir itu mendustakan (nya).
84: 23. Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka).
84: 24. Maka, beri kabar gembiralah mereka dengan ‘adzāb yang pedih,
84: 25. Tetapi, orang-orang yang beriman dan ber‘amal shāliḥ, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.

Pengantar.

Surah ini dimulai dengan membentangkan beberapa pemandangan tentang terbaliknya keadaan alam semesta yang dibentangkan secara luas dalam surah at-Takwīr, al-Infithār, dan an-Naba’. Akan tetapi, di sini disebutkan dengan karakter khususnya, yaitu karakter kepatuhan kepada Allah, kepatuhan langit dan bumi, dalam ketundukan, kekhusyū‘an, dan kemudahan. Segmen pertama ini dapat ditemukan pada ayat 1-5 surah Insyiqāq.

Itulah bagian permulaan yang khusyū‘ dan agung, sebagaimana pengantar untuk berbicara kepada “manusia”, dan untuk menyampaikan kekhusyū‘an di dalam hati manusia terhadap Tuhannya. Juga untuk mengingatkannya terhadap urusannya dan tempat kembali yang akan diperolehnya, ketika tercetak di dalam perasaannya bayang-bayang ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan. Bayang-bayang itu disampaikan ke dalam perasaannya oleh langit dan bumi dalam pemandangan yang besar dan agung. Segmen kedua ini dapat ditemukan pada ayat 6-15 surah al-Insyiqāq.

Pada segmen ketiga sebagaimana terdapat pada surah al-Insyiqāq ayat 16-19, dibentangkan pemandangan-pemandangan alam sekarang ini, ya‘ni pemandangan-pemandangan yang terjadi di bawah perasaan “manusia” yang mengisyāratkan dan menunjukkan adanya pengaturan dan penataan. Juga diiringi dengan sumpah berturut-turut dengannya yang menyatakan bahwa manusia berbolak-balik di dalam keadaan-keadaan yang sudah ditentukan dan diatur. Sehingga, mereka tidak dapat lari dari menaiki dan menempuhnya.

Kemudian datanglah segmen terakhir, ayat 20-21, dalam surah ini yang menyatakan keheranan terhadap sikap orang-orang yang tidak mau beriman. Inilah hakikat keadaan mereka sebagaimana dipaparkan dalam kedua segmen sebelumnya. Itulah tujuan mereka dan tujuan dunia mereka, sebagaimana disebutkan pada permulaan surah.

Lalu dijelaskan bahwa Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam dada mereka, dan mengancam mereka dengan tempat kembali yang sudah dipastikan. Hal ini tercantum pada surah al-Insyiqāq ayat 22-25.

 

Surah ini tenang kesannya dan tinggi isyāratnya. Karakter ini mendominasi surah al-Insyiqāq hingga dalam pemandangan-pemandangan keterbalikan alam yang ditampilkan dengan suasana yang keras dalam surah at-Takwīr. Surah ini menyiratkan pandangan yang penuh kasih-sayang, selangkah demi selangkah, dalam ketenangan dan kemudahan serta isyārat-isyārat yang tenang dan dalam. Penggunaan kata seru: “Hai manusia.…..”, dalam surah ini adalah untuk mengingatkan dan menggugah hati nurani.

Dengan urutan segmen-segmennya yang seperti itu, surah ini membawa hati manusia berkeliling-keliling ke berbagai lapangan alam semesta dan lapangan kemanusiaan yang beraneka-ragam, secara bergantian dengan tujuan tertentu. Dari pemandangan yang berupa kepatuhan alam, kepada sentuhan terhadap hati manusia, pemandangan tentang hisab dan pembalasan, pemandangan alam sekarang dan fenomena-fenomenanya yang mengesankan, sentuhan lain terhadap hati manusia, dan keheranan terhadap keadaan orang-orang yang tidak mau beriman sesudah semua itu. Juga kepada ancaman dengan ‘adzāb yang pedih dan dikecualikannya orang-orang mu’min dengan pahala yang tiada putus-putusnya.

Semua perjalanan, pemandangan, isyārat-isyārat, dan sentuhan-sentuhan ini dipaparkan dalam surah pendek yang tidak lebih dari beberapa baris saja. Semua itu tidak mungkin dapat dilakukan kecuali dalam kitab yang mengagumkan ini. Karena sasaran-sasaran itu sulit dicapai dalam skala besar, tak dapat dipenuhi dengan kekuatan dan kesan ini. Akan tetapi, al-Qur’ān itu dimudahkan untuk diingat. Ia berbicara kepada hati secara langsung dari jendela-jendelanya yang dekat, karena ia adalah celupan dari Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada.

Apabila Langit Terbelah dan Bumi Memuntahkan Apa yang Ada di Dalamnya.

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ. وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ. وَ إِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ. وَ أَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَ تَخَلَّتْ. وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ.

Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh; dan apabila bumi diratakan, memuntahkan apa yang ada di dalamnya, menjadi kosong, serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya). (al-Insyiqāq: 1-5)

Mengenai terbelahnya langit sudah dibicarakan dalam surah-surah terdahulu. Yang baru di sini adalah tentang masalah kepatuhan langit kepada Tuhannya, dan kepastian ketundukan dan kepatuhannya itu:

“….. Serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh….”

Kepatuhan langit kepada Tuhannya adalah ketundukannya kepada perintah-Nya untuk terbelah. “Dan sudah semestinya,” ya‘ni sudah menjadi kepastian atasnya, dan ia mengakui bahwa ia diciptakan dengan kepastian patuh kepada Tuhannya. Ini merupakan salah satu fenomena kepatuhan, karena ini adalah kewajiban atasnya yang harus ia lakukan.

Masalah yang baru lagi di sini adalah diratakannya bumi: “Dan apabila bumi diratakan.” Mungkin maksudnya adalah dibentangkan dan dihamparkan bentuknya, yang berubah total dari aturan yang berlaku atasnya selama ini dengan bentuknya – bahwa menurut keterangan, bentuknya bulat bola atau bulat telur. Ungkapan kalimat ini mengesankan bahwa kejadian itu merupakan sesuatu yang baru, yang terjadi karena unsur luar, sebagaimana kandungan ma‘na kerja pasif (mabnī majhūl), muddat “diratakan”.

“….Memuntahkan apa yang ada di dalamnya, menjadi kosong….

Ungkapan ini menggambarkan bumi sebagai sesuatu yang hidup, yang memuntahkan apa yang ada di dalamnya hingga menjadi kosong. Apa yang ada di dalamnya itu banyak jumlah dan jenisnya. Di antaranya adalah makhlūq-mukhlūq yang tak terhitung jumlahnya. Makhlūq-makhlūq itu dikandung bumi selama beberapa generasi tanpa ada yang mengetahui rentang waktu yang sebenarnya kecuali Allah. Di antaranya lagi adalah benda-benda yang tesembunyi di dalam perut bumi seperti tambang-tambang, air, dan benda-benda rahasia tanpa ada yang mengetahuinya kecuali Sang Penciptanya. Semuanya dikandung oleh bumi dari generasi ke generasi dan dari abad ke abad. Sehingga, apabila tiba hari kiamat, maka dimuntahkanlah semua yang ada di dalamnya dan ia menjadi kosong.

“…..Serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh.”

Ini adalah kepatuhan bumi sebagaimana langit patuh dan mesti patuh, memenuhi perintah-Nya, pasrah dan tunduk kepada-Nya. Juga mengakui bahwa ini sudah menjadi kewajibannya, dan ia patuh kepada Tuhannya dengan kewajibannya ini.

Langit dan bumi, dalam gambaran ayat-ayat ini, memiliki ruh dan merupakan dua makhlūq hidup. Sehingga, keduanya dapat mendengar perintah dan menunaikannya seketika. Mereka patuh dengan kepatuhan orang yang mengakui kewajibannya, dan menerima keputusan-Nya dengan penuh ketundukan dan tanpa keterpaksaan.

Di samping salah satu pemandangan keterbalikan alam pada hari itu, lukisannya di sini juga menimbulkan bayang-bayang kekhusyū‘an, keagungan, keanggunan, dan ketenangan yang mendalam dan teduh. Sehingga, yang terasa dalam jiwa terhadap pemandangan itu ialah bayang-bayang ketundukan, kepatuhan, dan kekhusyū‘an yang kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi.