Hati Senang

Surah al-Insyiqaq 84 ~ Tafsir Ibni Katsir (1/2)

Tafsir Ibnu Katsir

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

SŪRAT-UL-INSYIQĀQ

(Terbelah)

Makkiyyah, 23 atau 25 ayat
Turun sesudah Sūrat-ul-Infithār

 

Mālik telah meriwayatkan dari ‘Abdullāh ibnu Yazīd, dari Abū Salamah, bahwa Abū Hurairah mengimani salat mereka dan membaca Idz-as-samā’-unsyaqqat (sūrat-ul-Insyiqāq), maka dia melakukan sujud dalam bacaannya. Setelah selesai dari shalatnya, ia menceritakan kepada orang-orang yang bermakmun kepadanya, bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah melakukan sujud tilawah dalam surat tersebut. Imām Muslim dan Imām Nasā’ī meriwayatkan hadis ini melalui jalur Mālik dengan sanad yang sama.

Imām Bukhārī mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun-Nu‘mān, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir, dari ayahnya, dari Bakr, dari Abū Rafi‘ yang mengatakan bahwa ia pernah shalat bersama Abū Hurairah, yaitu shalat ‘Isyā’, lalu Abū Hurairah membaca Idz-as-samā’-unsyaqqat (sūrat-ul-Insyiqāq) dan ia melakukan sujud tilawah. Setelah shalat usai, aku bertanya kepadanya mengenai hal itu. Maka ia menjawab: bahwa ia pernah sujud di belakang Abul-Qāsim s.a.w. (ketika bermakmum kepada beliau s.a.w.), maka ia tetap melakukan sujud tilawah manakala membaca surat tersebut, sampai akhir hayatnya. Imām Bukhārī telah meriwayatkannya pula dari Musaddad, dari Mu’tamir dengan sanad yang sama. Kemudian Imām Bukhārī meriwayatkannya pula dari Musaddad, dari Yazīd ibnu Zurai’, dari at-Taimī, dari Bakr, dari Abū Rafi‘, lalu disebutkan hal yang sama.

Imām Muslim, Imām Abū Dāūd, dan Imām Nasā’ī telah mengetengahkannya melalui berbagai jalur dari Sulaimān ibnu Tharkhan at-Taimī dengan sanad yang sama. Dan Imām Muslim serta para penulis kitab Sunan telah meriwayatkannya melalui hadis Sufyān ibnu ‘Uyainah; Imām Nasā’ī dalam sanadnya menambahkan Sufyān ats-Tsaurī, keduanya dari Ayyūb ibnu Mūsā, dari ‘Athā’ ibnu Mīnā, dari Abū Hurairah yang mengatakan bahwa kami melakukan sujud tilawah bersama Rasūlullāh s.a.w. ketika membaca Idz-as-samā’-unsyaqqat (sūrat-ul-Insyiqāq) dan Iqra’ Bismi Rabbik-al-Ladzī Khalaq (sūrat-ul-‘Alaq).

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Insyiqāq, ayat 1-15.

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ، وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ، وَ إِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ، وَ أَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَ تَخَلَّتْ، وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ، يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيْهِ، فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ، فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا، وَ يَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا، وَ أَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، فَسَوْفَ يَدْعُوْ ثُبُوْرًا، وَ يَصْلَى سَعِيْرًا، إِنَّهُ كَانَ فِيْ أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا، إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَّنْ يَحُوْرَ، بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيْرًا.

084: 1. Apabila langit terbelah,
084: 2. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh,
084: 3. dan apabila bumi diratakan,
084: 4. dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong,
084: 5. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).
084: 6. Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.
084: 7. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,
084: 8. maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,
084: 9. dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.
084: 10. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang,
084: 11. maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”
084: 12. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
084: 13. Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir).

 

Firman Allah s.w.t.:

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ

Apabila langit terbelah. (al-Insyiqāq: 1).

Yang demikian itu terjadi pada hari kiamat.

وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا

dan patuh kepada Tuhannya (al-Insyiqāq: 2)

Yakni tunduk dan patuh kepada perintah Tuhannya yang memerintahkan kepadanya untuk terbelah. Yang demikian itu terjadi pada hari kiamat.

وَ حُقَّتْ

dan sudah semestinya langit itu patuh (al-Insyiqāq: 2)

Sudah seharusnya langit patuh kepada perintah-Nya, karena Dia Maha Besar, tidak dapat dicegah dan tidak dapat dihalangi apa yang dikehendaki-Nya, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu, dan segala sesuatu tunduk patuh kepada-Nya. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:

وَ إِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ

dan apabila bumi diratakan (al-Insyiqāq: 3)

Yakni digelarkan, dihamparkan, dan diluaskan.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Abd-il-A‘lā, telah menceritakan kepada kami Ibnu Tsaur, dari Ma’mar, dari az-Zuhrī, dari ‘Alī ibn-ul-Ḥusain, bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَدَّ اللهُ الأَرْضَ مَدَّ الْأَدِيْمِ حَتَّى لَا يُكُوْنَ لِبَشَرٍ مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَوْضِعَ قَدَمَيْهِ فَأَكُوْنُ أَوَّلُ مَنْ يُدْعَى وَ جِبْرِيْلُ عَنْ يَمِيْنِ الرَّحْمنِ وَ اللهِ مَا أَرَاهُ قَبْلَهَا، فَأَقُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ هذَا أَخْبَرَنِيْ أَنَّكَ أَرْسَلْتَهُ إِلَيَّ فَيَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ صَدَقَ ثُمَّ أُشَفِّعُ فَأَقُوْلُ: يَا رَبِّ عِبَادُكَ عَبَدُوْكَ فِيْ أَطْرَافِ الْأَرْضِ – قَالَ – وَ هُوَ الْمَقَامُ الْمْحْمُوْدُ.

Apabila hari kiamat terjadi. Allah menghamparkan bumi menjadi rata seperti selembar kulit dihamparkan, sehingga tiada tempat lagi bagi seorang manusia kecuali hanya tempat bagi kedua telapak kakinya (karena semua makhluk pada hari itu telah dibangkitkan). Maka aku adalah orang yang mula-mula dipanggil, sedangkan Jibril berada di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pemurah. Demi Allah, aku belum pernah melihat-Nya sebelum itu, dan aku berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya malaikat ini (Jibril) telah memberitakan kepadaku bahwa Engkau telah mengutusnya kepadaku”. Allah s.w.t. berfirman: “Dia benar”. Kemudian aku memohon syafaat dan aku katakan: “Ya Tuhanku, tolonglah hamba-hambaMu yang menyembah-Mu di berbagai penjuru bumi.” ‘Alī ibn-ul-Ḥusain menjelaskan, bahwa itulah yang dimaksud dengan al-Maqām-ul-Maḥmūd (kedudukan yang yang terpuji).

Firman Allah s.w.t.:

وَ أَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَ تَخَلَّتْ

dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong (al-Insyiqāq: 4)

Bumi mengeluarkan semua mayat yang ada di dalam perutnya sehingga bumi kosong dari mereka; menurut Mujāhid, Sa‘īd dan Qatādah.

وَ أَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَ حُقَّتْ

dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh (al-Insyiqāq: 5)

Penjelasannya sama dengan ayat yang kedua di atas.

Firman Allah s.w.t.:

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيْهِ

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (al-Insyiqāq: 6).

Yaitu sesungguhnya kamu telah berupaya dan beramal untuk menuju Tuhanmu dengan sebenar-benarnya, kemudian sesungguhnya kamu bakal menjumpai balasannya – apakah baik atau buruk – sesuai dengan amal perbuatanmu. Pengertian ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāūd ath-Thayālisī, dari al-Ḥasan ibnu Abī Ja‘far, dari Abuz-Zubair, dari Jābir yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

قَالَ جِبْرِيْلُ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَ أَحْبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَ اعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُلَاقِيْهِ.

Jibril berkata: “Hai Muḥammad, hiduplah kamu sesukamu, maka sesungguhnya kamu bakal mati. Dan sukailah apa yang engkau inginkan, maka sesungguhnya engkau akan meninggalkannya. Dan beramallah sesukamu, maka sesungguhnya kamu akan menjumpai (balasan)-nya.

Tetapi di antara ulama ada yang mengembalikan dhamīr yang terdapat pada firman-Nya. “Famulāqiyah” kepada Rabbika, yang artinya: maka kamu akan menjumpai Tuhanmu, lalu Dia akan membalas semua amal perbuatanmu dan memberimu imbalan atas jerih payahmu. Dengan demikian, berarti kedua pendapat saling berkaitan.

Al-‘Aufī telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu. (al-Insyiqāq: 6).

Yakni engkau pasti beramal dan akan menghadap kepada Allah dengan membawa amalmu yang baik atau yang buruk. Qatādah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu. (al-Insyiqāq: 6).

Sesungguhnya jerih payahmu, hai anak Ādam, benar-benar lemah. Maka barang siapa yang menginginkan jerih payahnya dicurahkan untuk ketaatan kepada Allah, hendaklah ia melakukannya, dan tiada kekuatan baginya untuk mengerjakan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah.

Kemudian Allah s.w.t. berfirman:

فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ، فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya. Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah (al-Insyiqāq: 7-8).

Yaitu perhitungan yang mudah, tiada kesulitan. Dengan kata lain, tidak dilakukan secara detail semua amal perbuatannya, karena sesungguhnya orang yang diperiksa dengan pemeriksaan yang teliti dan ketat pasti akan binasa.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismā‘īl, telah menceritakan kepada kami Ayyūb, dari ‘Abdullāh ibnu Abī Mulaikah, dari ‘Ā’isyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ.

Barang siapa yang diperiksa dengan teliti dalam hisab, berarti ia disiksa.

Siti ‘Ā’isyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya: “Bukankah Allah s.w.t. telah berfirman:

فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا

Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah (al-Insyiqāq: 8).

Maka Rasūlullāh s.a.w. menjawab:

لَيْسَ ذَاكَ بِالْحِسَابِ وَ لكِنْ ذلِكَ الْعَرْضُ مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عُذِّبَ.

Hal itu bukanlah pemeriksaan, tetapi pemeriksaan yang sebenarnya ialah orang yang diteliti dalam pemeriksaannya di hari kiamat, maka ia pasti disiksa.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imām Bukhārī, Imām Muslim, Imām Nasā’ī, dan Ibnu Jarīr melalui hadis Ayyūb as-Sukhtiyānī dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarīr mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Wakī‘,telah menceritakan kepada kami Rauḥ ibnu ‘Ubādah, telah menceritakan kepada kami Abū ‘Āmir al-Khazzāz, dari Ibnu Abī Mulaikah, dari ‘Ā’isyah r.a. yang berkata bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

إِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مُعَذَّبًا.

Sesungguhnya tiada seorang pun yang dihisab pada hari kiamat melainkan disiksa.

Lalu aku (‘Ā’isyah) bertanya: “Bukankah Allah s.w.t. telah berfirman:

فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا

Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah (al-Insyiqāq: 8).

Maka Rasūlullāh s.a.w. menjawab:

ذَاكَ الْعَرْضُ إِنَّهُ مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ.

Hal itu hanyalah pemeriksaan biasa, sesungguhnya orang yang diteliti dalam pemeriksaannya, pasti ia disiksa.

Lalu Nabi s.a.w. mengisyaratkan dengan jari telunjuknya seakan-akan seperti sedang menotok. Ibnu Jarīr telah meriwayatkannya pula dari ‘Amr ibnu ‘Alī, dari Ibnu Abū ‘Addī, dari Abū Yūnus al-Qusyairī, dari Ibnu Abī Mulaikah, dari al-Qāsim, dari ‘Ā’isyah, lalu disebutkan hadis yang semisal. Imām Bukhārī dan Imām Muslim mengetengahkannya melalui jalur Abū Yūnus al-Qusyairī yang nama aslinya Ḥātim ibnu Abī Shaghīrah dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Nashr ibnu ‘Alī al-Jahdhamī, telah menceritakan kepada kami Muslim, dari al-Harisy ibnul-Khirrit saudara lelaki az-Zubair, dari Ibnu Abī Mulaikah, dari ‘Ā’isyah yang mengatakan bahwa barang siapa yang dihisab dengan teliti, berarti dia disiksa. Ibnu Abī Mulaikah mengatakan bahwa kemudian ‘Ā’isyah mengatakan bahwa sesungguhnya pemeriksaan yang ringan itu tiada lain hanyalah dihadapkan kepada Allah dan Allah berhadap-hadapan dengan mereka.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismā‘īl, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Isḥāq, telah menceritakan kepadaku ‘Abd-ul-Wāḥid ibnu Hamzah ibnu ‘Abdullāh ibn-uz-Zubair, dari ‘Abbād ibnu ‘Abdullāh ibn-uz-Zubair, dari ‘Ā’isyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. dalam salah satu shalatnya mengucapkan doa berikut:

اللهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا

Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah.

Setelah beliau selesai dari shalatnya, aku bertanya: “Wahai Rasūlullāh, apakah yang dimaksud dengan hisab yang mudah?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab:

أَنْ يَنْظُرَ فِيْ كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزَ لَهُ عَنْهُ مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابَ يَا عَائِشَةُ يَوْمَئِذٍ هَلَكَ.

Ia melihat kepada kitab catatan amal perbuatannya, lalu Allah memaafkan kesalahan yang tercatat di dalamnya. Hai ‘Ā’isyah, sesungguhnya orang yang diteliti dalam hisabnya di hari itu pasti binasa.

Hadis ini shaḥīḥ, tetapi dengan syarat Muslim.

Firman Allah s.w.t.:

وَ يَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا

dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. (al-Insyiqāq: 9).

Yakni kemudian dia kembali kepada keluarganya di dalam surga. Demikianlah menurut Qatādah dan adh-Dhaḥḥāk, bahwa masruran artinya gembira dan senang karena pahala yang diberikan oleh Allah s.w.t. Imām Thabrānī telah meriwayatkan dari Tsaubān maula Rasūlullāh s.a.w., bahwa beliau pernah bersabda: “Sesungguhnya kalian mengerjakan banyak amal perbuatan yang tidak kamu kenali, dan tidak berapa lama kemudian orang yang bersangkutan kembali kepada keluarganya, adakalanya dalam keadaan gembira atau dalam keadaan bermuram durja.”

Firman Allah s.w.t.:

وَ أَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ

Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang (al-Insyiqāq: 10).

Yaitu dengan tangan kirinya dari arah belakang, dengan menjulurkan tangan kirinya ke arah belakang, lalu menerima kitabnya.

فَسَوْفَ يَدْعُوْ ثُبُوْرًا

maka dia akan berteriak: “Celakalah aku” (al-Insyiqāq: 11).

Artinya, merugi dan binasa.

وَ يَصْلَى سَعِيْرًا، إِنَّهُ كَانَ فِيْ أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا

Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). (al-Insyiqāq: 12-13).

Yakni bergembira ria, tidak memikirkan akibat dari amal perbuatannya, dan tidak takut kepada hari kemudian. Maka Allah menghukum kegembiraan yang sebentar itu dengan kesedihan yang panjang.

إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَّنْ يَحُوْرَ

Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (al-Insyiqāq: 14).

Maksudnya, dia meyakini bahwa tidak akan kembali kepada Allah dan Allah tidak akan menghidupkannya kembali sesudah matinya. Demikianlah menurut pendapat Ibnu ‘Abbās, Qatādah, dan selain keduanya. Al-ḥūr artinya kembali. Maka Allah menyanggah keyakinan mereka itu melalui firman berikutnya:

بَلَى إِنَّ رَبَّهُ كَانَ بِهِ بَصِيْرًا

(Bukan demikian) yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. (al-Insyiqāq: 15).

Yaitu tidak demikian, sebenarnya Allah akan mengembalikannya menjadi hidup seperti kejadian semula dan Allah akan membalas semua amal perbuatannya yang baik dan yang buruknya. Karena sesungguhnya Dia Maha Melihat dia, yakni Maha Mengetahui lagi Maha Mengenalnya.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.