Surah al-Insan 76 ~ Tafsir al-Azhar (9/9)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah al-Insan 76 ~ Tafsir al-Azhar

Sesungguhnya orang-orang itu lebih suka kepada yang cepat dapat.” (Pangkal ayat 27). Orang-orang yang membujuk agar Nabi meninggalkan perjuangan dan melakukan da‘wah, sampai bujukan itu dengan kesediaan memberikan anak gadis cantik atau memberi harta benda berapa diperlukan, adalah orang-orang yang lebih menyukai yang cepat dapat. Yang cepat dapatnya adalah dunia, dan cepat pula hilangnya. Mereka hanya memperhitungkan keuntungan yang sekarang. Mereka tidak memikirkan masa depan: “Dan mereka abaikan di belakang mereka hari yang berat.” (Ujung ayat 27). Oleh karena yang diharapkan oleh mereka hanya semata-mata kemegahan dunia, mereka tidak peduli apakah untuk mencapai dunia itu mereka menempuh jalan yang salah. Misalnya asal mendapat kekayaan untuk sekarang, mereka tidak memperdulikan apakah sumber harta itu dari yang halal atau dari yang haram. Orang-orang Quraisy di zaman itu suka meminjamkan uang kepada orang yang sangat memerlukan, tetapi dengan mengenakan riba, yaitu bunga uang yang berlipat ganda. Yang mereka ingat hanya keuntungan dari bunga uang itu saja. Mereka abaikan, atau tidak mereka pedulikan bahwa di akhirat kelak segala yang kita kerjakan di dunia ini akan diperhitungkan dengan sangat teliti di hadapan Tuhan. Mereka tidak perduli jika hidup mereka itu penuh dengan dosa. Mereka abaikan hari akhirat yang di sana akan timbul pemeriksaan yang sangat berat.

Kamilah yang menciptakan mereka dan Kami kuatkan persendian mereka”. (Pangkal ayat 28). Mereka berebut-rebut mengejar dunia yang cepat dapat dan cepat habis. Tetapi mereka lupa siapa yang menjadikan dan menciptakan mereka. Mereka lupa kepada Tuhan yang telah menyiapkan persediaan mereka. Yang telah memberi mereka kesehatan buat hidup. Memberi mereka rezeki untuk dimakan. Tidak mereka ingat akan hari depan. “Dan jika Kami mau, niscaya Kami ganti mereka dengan orang-orang yang serupa mereka, benar-benar pergantian.” (Ujung ayat 28). Mereka lupa atau tiada peduli bahwa bagi Tuhan adalah mudah saja buat mengganti mereka dengan ummat yang lain. Kehilangan mereka dari permukaan bumi ini, tidaklah akan merugikan Tuhan. Janganlah mereka menyangka bahwa Tuhan yang memerlukan mereka, melainkan merekalah yang memerlukan perlindungan dari Tuhan. Kalau Tuhan mau, mudah saja bagi Tuhan memusnahkan suatu kaum dan mudah pula menggantinya dengan kaum yang lain. Manusia tidaklah begitu penting kalau mereka tidak melakukan tugas lagi sebagai manusia yang berarti, manusia yang insaf akan guna hidupnya.

Sesungguhnya ini adalah peringatan”. (Pangkal ayat 29). Yang dimaksud ialah Surat ini! Dia adalah peringatan kepada manusia agar dia berhati-hati di dalam hidup dan mengetahui sendiri ke mana dia akan menunjukkan langkahnya. Panjang lebar sampai beberapa ayat Tuhan menerangkan betapa besar nikmat kurnia yang akan Dia anugerahkan di akhirat esok, betapa mulia tempat disediakan di dalam syurga dengan segala macam persediaan dan sambutan dan di dalam beberapa ayat diterangkan pula bahaya ngeri yang akan ditemui oleh barang siapa yang durhaka. Lain dari itu diberi pula tuntunan kepada Utusan Tuhan yang utama, Muḥammad s.a.w. agar dia sabar berjuang, teguhkan hati dan kuatkan ibadat mengingat Allah; semuanya ini adalah peringatan: “Maka barang siapa yang suka, diambilnyalah jalan kepada Tuhannya.” (Ujung ayat 29). Setelah melihat dan memperhatikan dan merenungkan bagaimana Tuhan menguraikan keadaan Hari Depan itu, terserahlah kepada manusia. Jalan terbuka! Kalau suka tampilkah ke muka, dekatilah Tuhan. Itulah jalan selamat satu-satunya;

Dan tidaklah mereka akan suka, kecuali jika Allah menghendaki.” (Pangkal ayat 30). Ujung ayat ini memperingatkan manusia bahwa kekuasaan tertinggi atas manusia tetap Allah juga. Manusia diberi Allah kekuatan dan kesanggupan buat memilih sendiri, jalan mana yang akan ditempuhnya. Sungguhpun demikian Tuhan juga yang lebih mengetahui: “Sesungguhnya Allah adalah Maha Tahu, Maha Bijaksana”. (Ujung ayat 30).

Ayat ke-29 seakan-akan memberikan seluruh kebebasan bagi manusia memilih ke mana jalan yang akan ditujunya. Tetapi ayat ke-30 seakan-akan mencabut sama sekali kebebasan memilih itu. Ayat ke-29 condong kepada Qadariyyah, yang berpendirian bahwa manusia bebas merdeka memilih sendiri. Ayat 30 condong kepada Jabbariyyah, yang mencabut kemerdekaan daripada manusia dan seluruh kekuasaan pada Allah. Tetapi kedua ayat adalah pertemuan yang seimbang di antara ikhtiar manusia dan tawakkal kepada Tuhan. Itu sebabnya maka manusia hendaklah selalu memohon kepada Tuhan agar hati dibukakan, kekuatan diberi untuk maju dan diberi pula taufīq, yaitu persesuaian di antara cita-cita sebagai manusia dengan qudrat iradat, ilmu dan kebijaksanaan Allah;

Dia masukkan barang siapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya”. (Pangkal ayat 31). Rahmat yang utama ketika hidup di dunia ini ialah rahmat Iman dan Ma‘rifat. Rahmat kesabaran menderita untuk sampai ke ujung jalan: “Dan akan hal orang-orang yang aniaya, Dia sediakan untuk mereka adzab yang pedih.” (Ujung ayat 31).

Apabila dibaca seluruh surat dengan seksama, jelaslah bahwa kehendak Tuhan atas hamba-Nya bukanlah aniaya, hanyalah hamba juga yang selalu aniaya akan dirinya. Maka jika yang aniaya mendapat adzab dan siksaan yang pedih, adalah semata Keadilan dari Tuhan.

Kepada Tuhan juga kita memohon, moga-moga kita dituntun langsung oleh-Nya, min ladunhu, menuju ridha-Nya; beroleh rahmat karunia Iman dan Ma‘rifat di dunia, untuk memasuki syurga-Nya dan melihat wajah-Nya di akhirat: Amin. Selesai tafsir Sūrat-ul-Insān.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *