Surah al-Insan 76 ~ Tafsir al-Azhar (4/9)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah al-Insan 76 ~ Tafsir al-Azhar

إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِيْنَ سَلَاسِلَاْ وَ أَغَلَالًا وَ سَعِيْرًا. إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُوْنَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُوْرًا. عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللهِ يُفَجِّرُوْنَهَا تَفْجِيْرًا. يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَ يَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيْرًا. وَ يُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِيْنًا وَ يَتِيْمًا وَ أَسِيْرًا. إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَ لَا شُكُوْرًا. إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوْسًا قَمْطَرِيْرًا. فَوَقَاهُمُ اللهُ شَرَّ ذلِكَ الْيَوْمِ وَ لَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَ سُرُوْرًا. وَ جَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوْا جَنَّةً وَ حَرِيْرًا.

076: 4. Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu, dan neraka yang menyala-nyala.
076: 5. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kāfūr,
076: 6. (yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.
076: 7. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana.
076: 8. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.
076: 9. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) teriman kasih.
076: 10. Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
076: 11. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.
076: 12. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutra.

 

Tadi di ayat 3 sudah diterangkan bahwa ada manusia yang bersyukur kepada Ilahi, sebab martabatnya sudah diangkat Tuhan. Dari makhluk yang tidak berarti, yang tidak disebut orang, dia telah naik menjadi makhluk utama. Tetapi ada lagi yang kufur, tidak bersyukur, melainkan mendurhaka kepada Ilahi. Tuhan hendak mengangkat derjatnya, namun dia masih juga menurunkan derjat dirinya ke bawah, menjadi makhluk durhaka hina dina. Lalu Tuhan menjelaskan bagaimana akibat dari orang yang kafir itu:

Sesungguhnya Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu rantai-rantai” (Pangkal ayat 4). Untuk merantai lehernya sebagai orang yang dihukum, sesuai dengan kesalahannya; “dan belenggu”, untuk membelenggu tangannya’ “Dan api neraka nyala”. (Ujung ayat 4). Semuanya adalah hukuman yang setimpal buat orang yang tidak berterima kasih atas bimbingan yang diberikan Tuhan, agama yang ḥaqq yang disampaikan rasul-rasul.

Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari piala yang campurannya adalah kāfūr.” (Ayat 5).

Pada ayat 2 sebagai pembukaan, Tuhan telah menyelipkan peringatan bahwa setelah manusia diciptakan daripada campuran mani seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai nuthfah, bahwa manusia itu akan melalui ujian. Sepanjang hidup manusia dalam dunia tidaklah dia akan terlepas daripada ujian itu. Tetapi dia diberi pendengaran dan penglihatan supaya dia hati-hati mendengar dan melihat jalan yang akan ditempuh, jangan sampai tersungkur jatuh. Dan jalan yang akan ditempuh selanjutnya ditunjukkan, sendiri oleh Tuhan, dengan bimbingan agama. Dijelaskan mana yang halal dan yang haram. Yang berbahagia ataupun yang berbahaya. Orang yang senantiasa menuruti jalan yang dibimbingkan oleh Tuhan, itulah yang disebut sebagai orang-orang yang berbuat kebajikan, menempuh jalan yang lurus dan benar, jalan yang selamat. Bagi mereka dijanjikan Tuhan, bahwa kehausan dan kelelahannya dalam perjalanan yang banyak ujian itu akan disambut oleh Tuhan dengan piala yang penuh minuman lazat citarasanya, bercampur dengan kāfūr.

Bagi kita pemeluk setia Agama Islam yang bukan ‘Arab, hendaklah diingat benar perbedaan di antara kafūr = (كَفُوْرٌ) dengan kāfūr = (كَافُوْرٌ). Kafūr artinya orang yang tidak tahu berterima kasih! Akibatnya ialah jadi kafir! Tetapi kāfūr artinya ialah kapur kamver. Dzat putih dan wangi, dikeluarkan dari dalam pohon kayu, yang biasa tumbuh di hutan-hutan pulau Sumatra. Lebih populer lagi dengan sebutan Kapur Barus. Karena di zaman dahulu kala di rimba-rimba pantai Sumatra sebelah Baruslah yang banyak tumbuh pohon kapur itu.

Hamzah Fanshuri pernah merangkumkan sya‘ir tentang Kafur Barus itu demikian:

Hamzah Fanshuri di negeri Melayu,
Tempatnya kāfūr di dalam kayu,
Asalnya manikam tiadakan layu,
Dengan ilmu dunia manakan payu.”

Dan sya‘irnya pula:

Hamzah Syahrun-nawi terlalu hapus,
Seperti kayu sekalian hangus,
Asalnya laut tiada berarus,
Menjadi kāfūr di dalam Barus.

Fanshur juga disebutkan untuk Fanshur, sebuah negeri di pesisir Barat Pulau Sumatra, agak ke Utara berbatasan dengan Aceh.

Rupanya kapur yang diucapkan dalam bahasa ‘Arab dengan kāfūr itu telah lama dikenal dan diingini dunia. Besar sekali kemungkinan bahwa di zaman Kerajaan Tubba‘ di ‘Arabia Selatan, kāfūr itu telah dicari orang juga dalam pelayaran yang jauh. Selain dari rempah-rempah yang banyak tumbuh di kepulauan Melayu (Indonesia) ini sejak zaman purbakala, seumpama kayu manis, pala dan cengkeh, setanggi, gaharu dan cendana, kāfūr inilah yang dicari orang, sehingga sudah lama dikenal sampai ke tanah ‘Arabia dan Mesopotamia.

Tersebutnya kāfūr di dalam ayat 5 dari Sūrat-ul-Insān ini memberikan ilham kepadaku untuk membuktikan bahwa orang ‘Arab telah berlayar ke kepulauan kita Indonesia ini, lama sebelum Nabi kita Muhammad s.a.w. lahir, sebagai bangsa-bangsa lain juga, yaitu mencari rempah-rempah. Dan kāfūr sebagai salah satu hasil bumi yang harum wangi yang keluar dari kepulauan kita telah lama jadi bahasa ‘Arab, terutama bahasa ‘Arab Quraisy. Dan bahasa ‘Arab Quraisy inilah bahasa yang terpakai untuk menyampaikan wahyu Ilahi.

Tentu saja kāfūr yang akan jadi campuran minuman orang-orang yang berbuat kebajikan di dalam syurga itu kelak, namanya yang serupa dengan kāfūr yang ada di dalam dunia ini, namun dia adalah kāfūr akhirat atau kāfūr syurga yang berlipat ganda lebih wangi, lebih harum dan dapat dijadikan campuran minuman. Hal ini dijelaskan Tuhan pada Surat ke-2, al-Baqarah ayat 25, yaitu seketika penduduk-penduduk syurga diberi makanan buah-buahan yang sangat enak rasanya, mereka berkata: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Padahal yang diberikan itu adalah buah-buahan yang serupa saja, namun rasanya tidaklah sama, malahan jauh berlipat ganda lebih enak!

Mata air yang minum daripadanya hamba-hamba Allah”. (Pangkal ayat 6), sebagai lanjutan daripada ayat ke-5, yaitu minuman pengisi piala yang bercampur dengan kāfūr itu adalah berasal dari mata air yang sangat jernih, yang disediakan buat minuman bagi hamba-hamba Allah: “Yang akan mereka alirkan dianya seindah-indah aliran.” (Ujung ayat 6). Artinya bahwa mata air yang menumbuhkan air minuman yang melepaskan dahaga perjuangan hidup di dunia ini mereka alirkan terus ke dalam mahligai atau istana-istana indah tempat diam mereka di syurga. Tidak pernah berhenti dan tidak pernah membosankan. Bila saja dikehendaki, air selalu tersedia dan selalu enak. Lebih dari saluran air yang kita masukkan ke rumah-rumah di dunia ini.

Cobalah kita perhatikan dengan seksama! Di dalam ayat 5 dan ayat 6 diberikan dua kali berturut-turut penghargaan yang tinggi kepada orang yang bersyukur menerima bimbingan Allah, menempuh perjuangan dan percobaan hidup dengan selalu bergantung kepada pimpinan Tuhan. Di ayat ke 5 mereka disebut “al-Abrār”, yakni orang-orang yang hidupnya berbuat kebajikan. Sedang di ayat ke 6 martabat itu lebih ditinggikan lagi; Mereka disebut “ ‘Ibād Allāh”, hamba-hamba Allah, orang-orang yang telah menyediakan dirinya menjadi Hamba Setia dari Allah!

Mereka menunaikan nadzar”, (Pangkal ayat 7). Itulah ciri yang khas lagi dari orang-orang yang sudi berbuat kebajikan dan ditingkatkan martabatnya oleh Tuhan jadi ‘Ibād Allāh! Yaitu kalau mereka telah ber-nadzar, artinya telah berjanji dengan Tuhan akan berbuat suatu amalan yang baik, suatu kebajikan, nadzar-nya itu dipenuhinya. Tidak mau dia menyia-nyiakan janji. Sedangkan janji dengan sesama manusia lagi dipenuhi, apatah lagi janji dengan Allah. “Dan mereka takut akan hari yang siksaannya sangat merata.” (Ujung ayat 7).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *