Surah al-Insan 76 ~ Tafsir al-Azhar (1/9)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah al-Insan 76 ~ Tafsir al-Azhar

Sūrat-ul-Insān
(Manusia)

Surat ke-76, 31 Ayat
Diturunkan di Makkah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

PENDAHULUAN

Banyak ahli tafsir berpendapat bahwa surat ini diturunkan di Madinah. Tetapi Ibnu ‘Abbas, Muqatil, dan al-Kalbi berpendapat bahwa Surat ini umumnya diturunkan di Makkah. Penafsir lama yang berpendapat bahwa dia diturunkan di Makkah ialah ar-Razi, az-Zamakhsyari dan an-Nasafi. Al-Qasimi sebagai penafsir zaman sekarang pun menyatakan turunnya di Makkah. Apatah lagi Sayid Quthub dalam “Zhilal”; Beliau ini setelah merenungkan isi surat yang diturunkan di Makkah. Karena lebih menjuruskan kepada Wa‘ad (janji baik) dan Wa‘id (ancaman siksa), nikmat syurga, siksa neraka dan tuntunan hidup.

Surat ini dimulai dengan pertanyaan, sudahkah tiba sa‘atnya, suatu masa, yang manusia di waktu itu masih berupa sesuatu yang belum disebut? Sesudah pertanyaan itu di ayat yang pertama, datang pula ayat yang kedua menyatakan bahwa manusia itu terjadi dari nuthfah, setitik air yang bergumpal dan bercampur jadi kental, yaitu air mani laki-laki dengan air mani perempuan. Setelah tubuh itu terjadi, datanglah ujian baginya dalam melanjutkan hidupnya dalam dunia. Untuk mengatasi berbagai ujian itu Allah memberinya alat utama, yaitu ada pendengaran dan ada penglihatan. Dengan memakai kedua alat penting itu, mendengar dan melihat mulailah manusia melangkah kaki dalam bendul kehidupan ini, mempertimbangankan di antara buruk dan baik, mudharat dan manfaat, bahagia dan bahaya. Ada yang bersyukur atas bimbingan Allah yang dia terima dan ada pula yang tidak memperdulikan pertolongan Ilahi kepadanya, lalu berbuat sesuka hati sehingga membawa celakanya.

Ayat-ayat yang seterusnya hanya berkisar dalam dua hal saja. Pertama kebahagiaan nikmat Ilahi yang dirasakan manusia karena kepatuhannya kepada tuntunan Tuhan. Banyaklah diuraikan dalam Surat ini tentang nikmat dalam syurga. Boleh dikatakan bahwa di samping Surat ke-56 al-Waqi‘a, Surat al-Insan satu Surat ad-Dahr inilah yang terlebih banyak dan panjang lebar menerangkan nikmat Ilahi yang kekal di dalam syurga sebagai ganjaran Tuhan kepada barang siapa yang mematuhi jalan yang direntangkan Tuhan dan diajarkan Nabi s.a.w.

Rasulullah s.a.w. menganjurkan bagi seorang Imam sembahyang yang hafal supaya dibacanya surat ini pada raka‘at kedua pada pagi-pagi shubuh hari Jum‘at. Maka kalau dibaca dia oleh seorang Imam dengan suara yang fasih dan hati yang khusyu‘ samalah rasanya dengan musik Ilahi berdengung di telinga kita, menusuk ke dalam hati dan menambah mantapnya iman, terutama kalau kita tahu akan artinya. Sebab diceriterakan lebih banyak nikmat surga di dalamnya dan sedikit saja ceritera tentang azab neraka.

Sebuah Hadits yang dirawikan oleh ath-Thabrani dari ‘Abdullah bin ‘Umar amat mengharukan kita tentang Surat al-Insān ini. Bahwa pada suatu hari datanglah menghadap Nabi s.a.w. seorang Habsyi (Negro) yang berkulit hitam itu. Lalu dia diterima oleh beliau dengan hati yang selalu terbuka dan beliau berkata: “Bertanyalah mana yang engkau belum faham!

Lalu pemuda Habsyi itu berkata: “Ya Rasul Allah! Tuhan telah melebihkan kalian dari kami, bagi dari segi rupa, atau dari segi warna kulit dan dilebihkan pula ditunjukkannya nubuwwat dalam kalangan kalian. Saya ingin bertanya, jika aku beriman dengan apa yang engkau suruh imani, dan aku amalkan apa yang engkau suruh amalkan, apakah saya masih akan diberi duduk bersama engkau dalam syurga?”

Lalu Rasulullah menjawab: “Memang! Demi Tuhan yang memegang aku dalam tangan-Nya sinarmu yang hitam itu akan tetap memancar, walaupun dalam jarak 1000 tahun.” Dan ujar Rasulullah pula: “Barang siapa yang telah mengucapkan Lā ilāha illallāh, Tuhan telah berjanji akan melindunginya. Dan barang siapa yang mengucapkan Subḥānallāh wa biḥamdihi (Maha Suci Allah disertai pujian terhadap-Nya), akan ditulis untuknya seratus ribu dan duapuluh empat ribu kebajikan.

Mendengar perkataan beliau itu berkatalah pemuda Habsyi itu: “Kalau sudah sampai demikian anugerah yang dijanjikan Tuhan, bagaimana kita akan sengsara lagi, ya Rasul Allah!”

Lalu Rasulullah bersabda pula: “Memang buyung! Seorang akan datang di hari kiamat dengan amalan, yang kalau amalan itu diletakkan di puncak gunung, niscaya akan beratlah gunung itu memikulkannya. Tetapi seketika itu juga nikmat Allahpun datang meliputi semuanya, beruntun-runtun sehingga hampir ratalah segala tempat dipenuhi nikmat, kecuali bahwa semua diliputi Tuhan dengan rahmat-Nya.

Pada waktu itulah datang wahyu Ilahi berisi Surat al-Insān ini dimulai oleh Nabi s.a.w. membacanya sejak ayat yang pertama sampai kepada ayat 19 yang berujung “mulkan kabīrā”. Maka si pemuda Habsyi itupun sangatlah terharu mendengarkan ayat-ayat itu dibaca Nabi. Seketika Nabi berhenti sejenak membaca, berkatalah pemuda Habsyi itu: “Mataku sekarang melihat apa yang dilihat oleh matamu dalam syurga itu, ya Rasul Allah!” Lalu diapun menangis, dan Rasulullah menjawab: “Benar apa yang engkau katakan itu!

Tetapi di saat dia menangis itu dia tersujud jatuh dan putuslah nyawanya. Lalu bersabdalah Nabi: “Saudaramu ini telah meninggal karena rindunya akan syurga.Kata Ibnu ‘Umar selanjutnya: “Saya lihat Rasulullah s.a.w. turut menimbun kuburnya dengan tangan beliau.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *