Setelah dipaparkan bagian permulaan yang menggugah perasaan, pikiran, dan hati nurani ini, paparan berikutnya beralih kepada realitas kehidupan manusia sekarang yang lupa, lengah, dan lalai. Di sini, disentuhnya hati manusia dengan sentuhan yang mengandung celaan yang memuaskan, dan ancaman yang halus. Juga peringatan terhadap ni‘mat Allah yang pertama kali diperolehnya, yaitu ni‘mat penciptaan dirinya dalam bentuk yang sempurna dan indah. Padahal, Tuhan berkuasa menciptakannya dalam bentuk lain kalau Dia menghendaki. Akan tetapi, Dia memilihkan untuknya bentuk yang sempurna, seimbang, dan indah. Ironisnya, ia tidak mau bersyukur dan menaruh hormat,
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِ. الَّذِيْ خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ. فِيْ أَيِّ صُوْرَةٍ مَّا شَاءَ رَكَّبَكَ.
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah? Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (al-Infithār: 6-8)
Firman: “Yā ayyuh-al-insān “Hai manusia.….”, ini dipergunakan untuk memanggil manusia dengan panggilan yang lebih mulia daripada eksistensinya sendiri. Yaitu, dengan menyebut: “insāniyyah-nya” “kemanusiaannya” sebagai ciri khas yang membedakannya dari semua makhlūq hidup, dan mengangkatnya ke posisi paling mulia. Di situ tampaklah penghormatan dan karunia Allah yang melimpah kepadanya.
Sesudah itu diikuti dengan celaan yang indah dan luhur:
“apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah?….”
Hai manusia yang telah dimuliakan oleh Tuhanmu, yang dipelihara dan dirawatnya dengan kemanusiaanmu yang mulia, tanggap, dan luhur. Hai manusia, apakah yang memperdayakanmu terhadap Tuhanmu, sehingga engkau tidak memenuhi hak-hakNya, engkau abaikan perintah-Nya, dan engkau beradab yang buruk terhadap-Nya? Padahal, Dia adalah Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah mencurahkan kemurahan, karunia, dan kebaikan-Nya kepadamu.
Di antara curahan kemurahan-Nya itu adalah insāniyyah-mu yang membedakanmu dari semua makhlūq-Nya yang lain, dan yang menjadi ciri khasmu. Dengan insāniyyah-mu itu, kamu dapat berpikir, serta dapat mengerti mana yang layak dan mana yang tidak layak engkau lakukan di hadapan-Nya.
Kemudian diperinci sedikit karunia Ilahi ini. Perinciannya dikemas dalam seruan yang mengesankan dengan petunjuk yang dalam, yang mengandung banyak isyarat dalam pengungkapannya. Juga diperincinya sedikit tentang kemurahan Ilahi yang melimpah kepada manusia, yang tercermin dalam insāniyyah-nya ini, yang telah diserunya pada permulaan ayat.
Dalam perincian ini ditunjukkanlah penciptaan dirinya, kejadiannya yang sempurna, dan bentuknya yang seimbang. Padahal, Allah berkuasa untuk membentuknya dalam bentuk apa pun yang dikehendaki-Nya. Maka, dipilih-Nya bentuk ini untuk manusia adalah karena kemurahan dan karunia-Nya semata, yang dilimpahkan-Nya kepada manusia yang tidak mau bersyukur dan berterima-kasih. Bahkan ia teperdaya dan tidak menghiraukan sama sekali.
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah? Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang….” (al-Infithār: 6-7)
Firman ini menggoncangkan setiap atom yang ada di dalam diri manusia ketika insāniyyah-nya tersadar. Sehingga, sampailah ke lubuk dan relung hati, sedang Tuhannya Yang Maha Pemurah mencelanya dengan celaan yang luhur dan mengingatkannya dengan peringatan yang indah. Namun, ia cuek saja dengan kekurangannya, bersikap buruk terhadap Tuhan yang telah menciptakannya. Padahal, Dia menyempurnakan kejadiannya, dan membentuk susunan tubuhnya dengan seimbang.
Penciptaan manusia dalam bentuk yang demikian indah, sempurna, dan seimbang, serta sempurna dalam bentuk dan fungsinya, merupakan sesuatu yang patut direnungkan dengan panjang. Juga patut disyukuri dengan mendalam, adab sopan-santun yang menyeluruh, dan rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, yang telah memuliakannya dengan penciptaan seperti itu, sebagai karunia dari-Nya, pemeliharaan terhadapnya, dan keni‘matan yang diberikan-Nya kepadanya. Karena sesungguhnya Dia berkuasa menjadikannya dalam bentuk apa pun yang dikehendaki-Nya. Tetapi, dia memilihkan bentuk yang sempurna, seimbang, dan bagus untuknya.
Manusia adalah makhlūq yang indah bentuknya, sempurna ciptaannya, dan seimbang posturnya. Sungguh keajaiban-keajaiban yang terdapat pada penciptaan dirinya lebih besar daripada apa yang diketahuinya, dan lebih mengagumkan daripada apa saja yang dilihat di sekelilingnya.
Keindahan, kesempurnaan, dan keseimbangan tampak pada bentuk tubuhnya. Juga pada keberadaan akal dan ruhnya, yang semuanya tersusun rapi dan sempurna di dalam dirinya.
Di sana terdapat unsur-unsur kesempurnaan lagi tentang sifat organ-organ manusia dengan kelembutan dan keteraturannya. Tetapi, di sini bukan tempatnya untuk membahas dan memaparkan keajaiban-keajaiban penciptaan manusia ini dengan luas dan lengkap. Namun, kami cukupkan dengan mengisyaratkan sebagiannya saja.
Organ-organ umum untuk membentuk tubuh manusia yang meliputi organ tulang, otot, kulit, pencernaan, darah, pernapasan, reproduksi, limpa, saraf, pengeluaran kotoran, perasaan, penciuman, pendengaran, dan penglihatan, itu sungguh mengagumkan. Ia tak dapat dibandingkan dengan kekaguman-kekaguman buatan manusia yang biasa mereka temui dan mencengangkan mereka. Sehingga, kekaguman buatan manusia itu melupakan keajaiban-keajaiban dirinya sendiri yang sebenarnya lebih besar, lebih dalam, dan lebih rumit serta tiada bandingannya.
Majalah ilmu pengetahuan Inggris, sebagaimana dikutip oleh Prof. Abdur-Razzaq Naufal dalam kitab Allāhu wal-‘Ilm-ul-Ḥadīts, mengataka: “Tangan manusia itu merupakan pendahuluan keajaiban alam yang luar biasa. Sangat sulit, bahkan mustahil, dapat diciptakan suatu alat yang dapat menyamai tangan manusia dilihat dari kesederhanaan, kemampuan, dan kecepatannya berbuat sesuatu. Maka, ketika anda hendak membaca suatu kitab, tentu anda mengambilnya dengan tangan anda. Kemudian anda meletakkannya di tempat yang cocok untuk dibaca. Tangan inilah yang membetulkan di mana letak yang seharusnya.
Ketika anda membalik salah satu halaman, maka anda letakkan jari-jari anda di bawah kertas. Anda tekan atasnya dengan tekanan yang sekiranya dapat membalikkan halamannya yang anda kehendaki. Kemudian tekanan pun hilang dan kertas pun terbalik.
Tangan dapat memegang pena dan menulis dengannya. Juga dapat mempergunakan alat-alat yang menjadi kelaziman bagi manusia, dari sendok, pisau, hingga alat-alat tulis. Tangan dapat membuka jendela dan menutupnya. Ia dapat membawa apa saja yang dikehendaki manusia. Kedua belah tangan masing-masing mengandung dua puluh tujuh macam tulang dan tujuh belas susunan otot.”
Dalam kitab Al-‘Ilmu Yad‘u ilal-Īmān disebutkan bahwa satu bagian dari telinga manusia (telinga tengah) merupakan mata rantai dari sekitar empat ribu busur yang halus dan saling terikat. Keempat ribu busur itu bersusun-susun dengan aturan yang sangat cermat dalam ukuran dan bentuknya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa lekuk-lekuk ini menyerupai alat musik. Karena itu, tampaklah bahwa ia sudah disiapkan sedemikian rupa. Ia berhimpun dan berpindah (merambat) ke otak, dalam bentuk tertentu, setiap terjadi bunyi atau suara, dari gelegar suara halilintar hingga gemerisik pohon. Lebih-lebih paduan suara dari berbagai alat musik dalam orkestra dan simponi.
Pada kitab ini, ya‘ni kitab Allāhu wal-‘Ilm-ul-Ḥadīts, disebutkan: “Pusat indra penglihatan pada mata mengandung seratus tiga puluh juta saraf penerima cahaya, yang merupakan ujung-ujung saraf. Semua saraf itu dilindungi oleh kelopak mata dengan bulu mata yang selalu melindunginya siang dan malam. Juga dengan gerak refleksnya yang bergerak sendiri tanpa kemauan yang bersangkutan, yang melindunginya dari debu-debu dan benda-benda asing. Hal itu sebagaimana ia melindunginya dari sengatan matahari, dengan adanya bayang-bayang bulu mata. Gerakan kelopak mata bagian atas dalam berkedip-kedip juga sebagai pemeliharaan terhadap kornea mata agar tidak kering. Sedangkan, air mata yang mengalir di mata itu, sudah demikian jelas dan terang.”
Dalam kitab yang sama juga disebutkan: “Indra perasa pada manusia yang bernama lidah, bekerja dengan saraf-saraf perasanya yang terdapat pada tempat penghisap selaput lendir. Alat-alat penghisap ini mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Di antaranya ada yang berupa serat, jamur, dan lensa. Aneka rasa itu dirasakan oleh cabang-cabang saraf lidah dan saluran antara rongga mulut dan kerongkongan, dan saraf perasa.
Ketika makan, saraf perasa itu merasakan pengaruh makanan tersebut. Kemudian pengaruh itu dibawa ke otak. Alat ini terdapat pada ujung lidah, sehingga manusia bisa memprediksi bahwa makanan yang dirasakannya itu membahayakan. Dengan alat ini pula, manusia bisa merasakan pahit dan manis, dingin dan panas, asam dan asin, pedas dan sebagainya. Lidah ini mengandung sembilan ribu tonjolan alat perasa yang lembut, yang masing-masing tonjolan berhubungan dengan otak lebih banyak dari satu saraf.
Nah, berapakah jumlah saraf itu? Berapa besar ukurannya? Bagaimana bentuknya? Bagaimana masing-masing bekerja? Dan, bagaimana segenap perasaan berkumpul pada otak?”
Masih dalam kitab yang sama, Prof. Abdur-Razzaq Naufal menulis: “Terdapat pula organ saraf yang menguasai tubuh secara sempurna dari serat-serat halus yang berjalan secara menyeluruh ke berbagai penjuru bagian tubuh dan berhubungan dengan bagian lainnya yang lebih besar. Saraf pusat ini, apabila ada bagian tubuh yang terpengaruh oleh sesuatu, mesti hanya perubahan sederhana saja dari suhu udara yang melingkupinya, maka serat-serat saraf ini akan menyampaikan apa yang dirasakannya itu ke pusat-pusat yang bertebaran di seluruh tubuh. Juga akan menyampaikan apa yang dirasakan itu ke otak sehingga memungkinkannya untuk mengambil tindakan. Isyārat-isyārat dan peringatan-peringatan itu berjalan begitu cepat di dalam saraf dengan kecepatan seratus meter dalam sedetik.”
Dalam kitab Al-‘Ilmu Yad‘u ilal-Īmān ditulis: “Kalau kita perhatikan pencernaan sebagai suatu aktivitas di perusahaan kimia, dan kita perhatikan makanan yang kita makan sebagai benda-benda yang tidak perlu diperhatikan, niscaya akan kita dapati bahwa sistem kerja pencernaan ini merupakan sistem kerja yang mengagumkan. Karena, ia hampir mencerna segala sesuatu yang dimakan selain perut besar itu sendiri.
Pertama-tama kita letakkan di perusahaan ini bermacm-macam makanan sebagai benda yang tidak perlu mendapat perhatian dan tanpa dijaga bagaimana kerjanya sendiri nanti. Atau, tanpa dipikirkan bagaimana sistem kerja kimiawi pencernaan itu terhadapnya. Kita maka beberapa kerat daging, kubis, nasi, dan ikan goreng, lalu kita dorong dengan air sekadarnya.
Di antara barang-barang campuran itu, usus besar memilih mana-mana yang berguna, dengan menghancurkan semua jenis makanan hingga bagian kimiawi terakhirnya tanpa melindungi sisa-sisa makanannya. Sisanya dibentuk kembali menjadi protein-protein baru, yang menjadi makanan bagi bermacam-macam sel. Alat pencernaan itu memilih sendiri kalsium, sulfat, yodium, dzat besi, dan dzat-dzat lain yang sangat diperlukan, tanpa menghilangkan bagian-bagian yang esensial. Diproduksinya hormon-hormon dan semua kebutuhan vital bagi kehidupan agar terpenuhi dengan ukuran yang teratur, dan siap menghadapi semua keperluan vital. Ia juga menyimpan dzat minyak dan materi-materi perlindungan dan pemeliharaan lainnya, untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi seperti lapar. Organ ini bekerja seperti itu terlepas apakah manusia memikirkannya atau tidak.
Kami kemukakan aneka macam materi yang tak terhitung di “pabrik kimiawi” ini dengan melihat secara global terhadap hal-hal yang dekat kepada kita, yang bekerja secara otomatis demi kelangsungan hidup kita. Ketika makanan-makanan ini terurai dan selalu mengalami kebaharuan, maka ia terus melakukan pembentukan terhadap sel-sel dalam jumlah berbiliun-biliun. Sehingga, jumlahnya melebihi jumlah seluruh manusia di muka bumi ini sendiri. Setiap sel itu mendapatkan suplai tersendiri secara kontinu. Tidak disuplaikan selain materi-materi yang dibutuhkan oleh sel itu sendiri untuk mengubahnya menjadi tulang, kuku, daging, rambut, mata, dan gigi, sebagaimana yang diterima oleh sel-sel khusus.
Di sinilah pabrik kimiawi itu memproduksi materi-materi yang lebih banyak daripada yang diproduksi oleh pabrik yang dihasilkan oleh kecerdasan manusia. Di sini terdapat sistem untuk melakukan suplai dzat-dzat yang lebih hebat daripada sistem manapun untuk mentransfer atau pendistribusian yang dikenal oleh dunia, dan setiap sesuatu padanya berjalan sempurna sesuai dengan aturannya.”
Setiap organ dan peralatan tubuh manusia patut mendapatkan pembahasan panjang lebar. Akan tetapi, organ-organ yang dibicarakan secara singkat kadang-kadang ada bentuknya yang sama dengan binatang. Hanya saja ia memiliki kekhasan ‘aqliyyah dan rūḥiyyah yang unik dan mendapatkan penekanan dalam surah ini sebagai ni‘mat Allah dengan sifat khusus: “Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang,” sesudah firman-Nya: “Hai manusia….”
Inilah pengetahuan akal kita yang khas, yang kita tidak mengetahui esensinya. Karena, akal ini merupakan alat bagi kita untuk mengetahui apa yang kita pikirkan. Sedangkan, akal itu sendiri tidak mengetahui tentang dirinya dan tidak mengetahui bagaimana ia bisa mengerti atau mengetahui sesuatu.
Perangkat-perangkat pengetahuan ini semua berhubungan ke otak melalui saraf yang lembut, tetapi di mana ia disimpan? Seandainya otak ini berupa kaset, niscaya di celah-celah enam puluh tahunan yang merupakan pertengahan umurnya ini manusia memerlukan berjuta-juta meter pita untuk mencatat semua memori, bayangan, kalimat, pengertian-pengertian, perasaan-perasaan, dan kesan-kesan. Tujuan agar ia dapat mengingat dan menyebutkannya sesudah itu, sebagaimana ia dapat menyebutkannya (apa yang ada dalam memori otaknya) setelah berpuluh-puluh tahun (tanpa ada pita kaset padanya).
Kemudian bagaimana dapat disusun antara perkataan-perkataan, pengertian-pengeritan, peristiwa-peristiwa, dan bayangan-bayangan yang tersendiri, untuk menjadikannya sebagai pengetahuan yang lengkap, lalu meningkat dari ma‘lūmāt “benda-benda atau sesuatu yang diketahui” menjadi ‘ilmu “pengetahuan yang bersifat teoretis”, dari mudrakāt menjadi idrāk, dan dari tajārub “perjalanan” menjadi ma‘rifah?
Inilah salah satu keistimewaan manusia yang membedakannya dari makhlūq lain. Namun demikian, ini bukanlah kekhasannya yang paling besar dan keistimewaannya yang paling tinggi. Karena di sana terdapat percikan sinar yang mengagumkan dari ruh ciptaan Allah. Di sana terdapat ruh insani yang khas, yang menghubungkan eksistensi manusia ini dengan keindahan alam wujud, dan keindahan Pencipta alam wujud. Kemudian memberinya kilasan-kilasan pandangan yang cemerlang dari hubungannya dengan Yang Maha Mutlak yang tidak terbatas, sesudah berbubungan dengan cahaya keindahan di alam semesta.
Inilah ruh yang manusia sendiri tidak mengetahui esensinya dan yang memberinya sinar-sinar kegembiraan dan kebahagiaan yang tinggi hingga ia di atas bumi ini sekalipun. Tahukah ia apakah yang lebih dekat padahal ruh ini pulalah yang mengetahui apa-apa yang diketahui secara indrawi? Ruh pula yang menghubungkannya dengan makhlūq alam atas. Juga yang menyiapkan dirinya untuk menempuh hidup yang dilukiskan dengan kehidupan surga dan keabadian, dan untuk memperhatikan keindahan Ilahi di alam yang membahagiakan itu.