Surah al-Infithar 82 ~ Tafsir al-Azhar

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Sūrat-ul-Infithār
(Terbelah)

Surat ke-82, 19 Ayat
Diturunkan di Makkah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ. وَ إِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ. وَ إِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ. وَ إِذَا الْقُبُوْرُ بُعْثِرَتْ. عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ وَ أَخَّرَتْ. يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِ. الَّذِيْ خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ. فِيْ أَيِّ صُوْرَةٍ مَّا شَاءَ رَكَّبَكَ. كَلَّا بَلْ تُكَذِّبُوْنَ بِالدِّيْنِ. وَ إِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِيْنَ. كِرَامًا كَاتِبِيْنَ. يَعْلَمُوْنَ مَا تَفْعَلُوْنَ. إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ. وَ إِنَّ الْفُجَّارَ لَفِيْ جَحِيْمٍ. يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّيْنِ. وَ مَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِيْنَ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّيْنِ. ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّيْنِ. يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِّنَفْسٍ شَيْئًا وَ الْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ للهِ.

82: 1. Apabila langit terbelah,
82: 2. dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,
82: 3. dan apabila lautan dijadikan meluap,
82: 4. dan apabila kuburan-kuburan dibongkar,
82: 5. maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.
82: 6. Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.
82: 7. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang,
82: 8. dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu.
82: 9. Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.
82: 10. Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
82: 11. yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),
82: 12. mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
82: 13. Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan,
82: 14. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.
82: 15. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.
82: 16. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu.
82: 17. Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
82: 18. Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
82: 19. (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.

 

Sebagai permulaan Surat At-Takwir yang telah lalu, awal Surat Al-Infithaar ini pun tidaklah jauh daripada itu, yaitu menggambarkan betapa hebat betapa dahsyat ihwal hari kiamat itu kelak. “Apabila langit telah terbelah.” (ayat 1). Artinya peredaran cakrawala tidak lagi teratur dengan seksama sebagaimana biasa dan lantaran itu tentu: “Dan apabila bintang-bintang telah jatuh berserak.” (ayat 2). Tidak lagi terikat oleh daya tarik antara satu dengan yang lain, yang menyebabkan terdapat keseimbangan perjalanan alam ini. “Dan apabila lautan telah meluap-luap.” (ayat 3), menggelegak, mendidih karena goncangan yang ada pada seluruh permukaan jagat ini. Sebab yang satu bertali teguh dengan yang lain, yang menyebabkan rusak satu, hancur semuanya. “Dan apabila kubur-kubur telah dibongkar.” (ayat 4), karena manusia yang berkubur dihidupkan kembali menghadap hari mahsyar, hari berkumpul. Di dalam saat yang demikian: “Mengetahuilah jiwa apa yang telah pernah dikerjakannya dahulu dan dia kerjakan kemudian.” (ayat 5). Artinya mengertilah suatu diri, baik dari engkau ataupun diriku, pekerjaan dan perbuatan yang di masa hidup pernah dikerjakan; baik yang segera dikerjakan dan diamalkan, atau yang dilengah dilalaikan lalu terlambat mengerjakannya, sehingga yang penting menjadi dianggap kurang penting, dan umur pun habis.

SIKAP MANUSIA

Tadi pada ayat kelima telah diterangkan bahwa diri manusia sendiri di saat kiamat itu akan tahu sendiri dan menilai sendiri pekerjaan yang pernah mereka kerjakan tatkala masih hidup di dunia. Ada pekerjaan yang segera dikerjakan, didahulukannya dari yang lain semata-mata karena kepentingan diri, dan ada pula yang dilalaikannya, dita’khirkannya daripada mestinya, sehingga sampai dia mati pekerjaan yang wajib dia kerjakan itu tidak pernah jua dikerjakannya, sehingga terbengkalai sampai dia mati.

Sekarang datanglah pertanyaan Allah pada ayat yang ke-6: “Wahai manusia, apakah yang telah memperdaya kamu, terhadap Tuhan kamu yang Maha Pemurah?” (ayat 6).

Begitu Allah mencurahkan kurnia-Nya, belas-kasihan-Nya, kepada kamu, namun kamu lalai jua. Yang patut segera kamu kerjakan, tidak jua kamu kerjakan. Apakah gerangan yang menyebabkan kamu lalai dan lengah dari panggilan Tuhan? Siapa yang memperdayakan kamu, hingga kamu lupa? Tentu saja yang pertama sekali memperdayakan kamu dari menghadap Tuhan ialah, musuh besarmu yang bernama Syaitan Iblis itu. Dialah yang menyebabkan kamu akan menyesal untuk selama-lamanya. Tidak ada yang lain yang menghambat langkah maju, menuju Tuhan melainkan Iblis! Sehingga kamu lengah dari kemuliaan Tuhan:

“Yang telah menciptakan kamu.” (pangkal ayat 7). Dia ciptakan daripada air mani yang keluar dari shulbi seorang laki-laki dengan air yang keluar daripada taraaib seorang perempuan, dikandung di dalam rahim ibu menurut ukuran hari-hari dan bulan-bulan tertentu: “Lalu menyempurnakan kejadian kamu.” Sejak dari segumpal air yang dinamai nuthfah, beransur menjadi segumpal darah yang dinamai ‘alaqah, lanjut menjadi segumpal daging yang dinamai mudhghah. “Lalu menjadikan kamu seimbang.” (ujung ayat 7). Bentuk tubuh manusia benar-benar djadikan Allah seimbang, sehingga dengan mengukur jejak kaki saja pun orang dapat menaksir berapa luas muka, berapa panjang tangan, berapa besar kepala dan berapa pula panjang tungkai kaki. Karena besar badan, tingginya, bidang dadanya, luas bahunya dan seluruh badan manusia adalah seimbang. Seumpama ukuran sehesta tangannya, sama persis dengan panjang kaki dari lutut sampai ke tumit. Itu jugalah yang dimaksudkan dengan menyatakan bahwa Allah menjadikan manusia dalam seindah-indah bentuk. (Surat 95, At-Tin : 4).

“Pada bentuk apapun yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (ayat 8). Allah membuat bentuk tubuh manusia itu sesuka-Nya sendiri; ada yang tinggi, ada yang rendah, ada yang gemuk dan ada yang kurus. Warna kulit pun tidak sama. Sehingga 10 orang bersaudara, satu ayah satu ibu, berbeda wajahnya, berbeda suaranya dan berbeda pula masing-masing sidik jarinya; tidak ada yang sama dan tidak pula sedikit pun masuk kekuasaan manusia buat menentukan bakat atau bawaan dari masing-masing manusia.

“Bukan itu saja!” (pangkal ayat 9). Bukan saja manusia itu telah lalai di dalam ingat kepada Allah, entah apa yang telah memperdayakannya: “Bahkan kamu dustakan pula Hari Pembalasan.” (ujung ayat 9). Di ayat 6 Tuhan menanyakan, hai manusia, apa yang memperdayakan kamu sehingga kamu terlalai dan terpesona ke jalan lain lalu lupa kepada Tuhan. Sekarang pada ayat 9 dijelaskan lagi, bukan saja kamu lupa kepada Tuhan, bahkan kamu dustakan pula Hari Pembalasan. Yaitu yang disebut Yaumad Din.

Yaumad Din berarti pada pokoknya Hari agama. Ad-Din mengandung dua arti. Arti pertama iala Agama. Arti kedua ialah Hari akan dibalas segala amal manusia. Dan kedua arti ini dapat digabungkan jadi satu. Sebab kita memeluk satu Din dan mengerjakan perintah dan menghentikan yang dilarang dalam dunia ini ialah karena satu tujuan saja, yaitu agar mendapat pembalasan yang setimpal daripada Tuhan di hari akhirat kelak. Amalan agama yang baik akan diganjari dengan baik di hari akhirat dan amalan yang jahat akan diganjari dengan neraka. Oleh sebab itu tidaklah salah jika dikatakan bahwa Hari Akhirat itu memang Hari Agama.

Hari Agama inilah yang mereka dustakan.

“(Padahal) sesungguhnya terhadap kepada kamu ada yang memelihara.” (ayat 10). Artinya, bahwasanya setiap saat kita hidup di dunia ini senantiasa ada mereka-mereka yang memelihara kita atau menjaga kita dan mengawasi kita, yang telah ditentukan Allah pekerjaannya menjaga itu:

Mereka itu ialah: “Yang mulia-mulia, para penulis.” (ayat 11).

Mereka itu ialah malaikat-malaikat yang mulia. Lantaran itu bukanlah mereka sembarang makhluk, malahan makhluk pilihan yang terdekat kepada Tuhan. Mereka itu telah ditugaskan Allah menjaga, memelihara dan mengawasi tingkah laku manusia di dalam kehidupan. Jelaslah dalam urutan ayat ini bahwa malaikat-malaikat yang mulia-mulia itu bukan seorang, melainkan banyak. “Mereka itu tahu apa jua pun yang kamu kerjakan.” (ayat 12). Sehingga tidaklah kita ini pernah terlepas dari pengawasan dan penjagaan. Maka janganlah kita menyangka ketika kita sedang berada seorang diri bahwa kita memang sepi seorang! Di kiri kanan kita ada makhluk yang selalu mengawasi kita. Dia menjaga moga-moga jangan sampai kita terjatuh. Sedang di samping malaikat-malaikat yang memelihara itu ada pula makhluk yang selalu ingin agar kita jatuh masuk jurang kehinaan. Itulah musuh kita Syaitan dan Iblis. Maka kepercayaan kepada Allah yang sangat dekat kepada kita, lebih dekat dari urat leher kita sendiri, di samping itu ada pula penjagaan malaikat yang banyak atas diri kita, malaikat yang mulia-mulia, sekali-kali tidaklah orang yang beriman akan merasa sepi dalam kehidupan ini.

YANG BERBAKTI DAN YANG DURHAKA

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti.” (pangkal ayat 13). “Al-Abrar” kita artikan orang-orang yang banyak berbakti, berbuat jasa, meninggalkan kenang-kenangan yang baik di dalam hidupnya, terutama kepada sesama hamba Allah: “Benar-benarlah di dalam syurga yang penuh nikmat.” (ujung ayat 13).

Artinya, Mahkamah Ilahiah yang berdiri dan berlakulah pertimbangan Hukum Allah Yang Maha Adil. Tidak akan ada penganiayaan Hukum, sebab Allah Yang Maha Kuasa tiadalah berkepentingan untuk dirinya sendiri untuk melakukan kezaliman. Dan semua makhluk adalah sama di sisi Allah.

Menurut sebuah riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Asakir dengan sanadnya daripada Abdullah bin Umar bahwa yang dimaksud dengan orang yang disebut Al-Abrar ialah orang yang berkhidmat kepada sesama manusia, terutama kepada kedua orang ibu bapa. Demikian juga memberikan pendidikan yang baik kepada anak dan keturunan.

“Dan sesungguhnya orang-orang yang berbuat durhaka.” (pangkal ayat 14). Yakni orang yang dengan sengaja melanggar segala apa yang ditentukan oleh Allah, tidak perduli akan nilai-nilai kebenaran: “Benar-benarlah dia dalam neraka jahim.” (ujung ayat 14). Jahim adalah salah satu nama dari neraka, di samping sa’iir, jahannam, saqar, lazhaa, huthamah. “Mereka akan bergelimang di dalamnya pada Hari Pembalasan itu.” (ayat 15). Yaitu Yaumud Din itu.

“Dan tidaklah mereka akan terhindar jauh daripadanya.” (ayat 16). Artinya, apabila mereka telah dimasukkan ke dalamnya, tidaklah mereka kuasa atau sanggup keluar lagi, sehingga apabila dipanggil mereka dalam neraka itu, mereka akan senantiasa menjawab ada.

“Dan tahukah engkau, apakah Hari Pembalasan itu?” (ayat 17). Dan pertanyaan pertama ini diikuti lagi oleh pertanyaan kedua: “Kemudian itu, tahukah engkau, apakah Hari Pembalasan itu?” (ayat 18).

Diulang-ulangkan pertanyaan yang serupa sampai dua kali, untuk menarik perhatian betapa hebatnya hari itu:

“Pada hari yang tidaklah berkuasa satu diri terhadap diri yang lain sedikit pun.” (pangkal ayat 19). Maka bapak tidaklah dapat menolong anaknya, anak tak dapat menolong ayah, isteri terhadap suami, suami terhadap isteri. Guru terhadap murid, raja terhadap rakyat dan seterusnya; semuanya tidaklah ada kekuasaan akan menolong, akan membela atau mengadakan pertahanan. Masing-masing orang sibuk membela dirinya sendiri. Maka salahlah persangkaan orang yang merasa bahwa seorang guru thariqat, atau guru suluk misalnya, dapat menolong muridnya pada hari itu, atau seorang kiyai dalam menolong santrinya. Semua orang akan terlepas daripada kengerian hari itu hanyalah karena amalnya dan jasanya sendiri: “Dan segala urusan, pada hari itu adalah dalam kekuasaan Allah semata-mata.” (ujung ayat 19).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *