Hati Senang

Surah al-Ikhlash 112 ~ Tafsir al-Munir – Marah Labid

TAFSĪR AL-MUNĪR
(MARĀḤ LABĪD)
(Judul Asli: At-Tafsīr-ul-Munīru Lima‘ālim-it-Tanzīl)
Penyusun: Al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (Banten).


(Jilid ke 6 dari Surah al-Aḥqāf s.d. an-Nās)

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, L.C.
Dibantu oleh: H. Anwar Abu Baka, L.C.

Penerbit: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung

سُوْرَةُ الْإِخْلَاصِ

SURAH AL-IKHLĀSH

 

Surah al-Ikhlāsh disebut pula dengan nama surah al-Ma‘rifah, surah al-Jamal, surah at-Tauḥīd, surah an-Najāt, surah an-Nūr, surah al-Mu’awwidzah dan surah al-Māni‘ah, karena sesungguhnya surah ini dapat mencegah siksa kubur dan jilatan api neraka. Surah itu pun disebut dengan nama surah al-Barā’ah karena membebaskan pembacanya dari kemusyrikan. Surah ini termasuk ke dalam kelompok surah Makkiyyah, terdiri atas empat ayat, lima belas kalimat, dan empat puluh tujuh huruf.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

 

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

1. Katakanlah (Muḥammad): “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. (al-Ikhlāsh [112]: 1).

(قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ) “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa” sesungguhnya surah ini diturunkan karena adanya pertanyaan dari kaum musyrik.

Adh-Dhaḥḥāk mengatakan bahwa sesungguhnya kaum musyrik mengirimkan ‘Āmir ibn-uth-Thufail kepada Nabi s.a.w. untuk mengatakan pesan mereka kepada beliau: “Engkau telah mencaci maki tuhan-tuhan sembahan kami dan engkau telah menentang agama nenek moyangmu. Jika engkau miskin, maka kami dapat menjadikanmu kaya, jika engkau gila, maka kami akan mengobatimu, dan jika engkau cinta kepada seorang wanita, maka kami akan mengawinkanmu dengannya.”

Lalu Nabi s.a.w. menjawab:

لَسْتُ بِفَقِيْرٍ وَ لَا مَجْنُوْنٍ وَ لَا هَوَيْتُ امْرَأَةً أَنَا رَسُوْلُ اللهِ أَدْعُوْكُمْ مِنْ عِبَادَةِ الْأَصْنَامِ إِلَى عِبَادِتِهِ.

Aku bukan orang yang miskin, bukan orang yang gila dan bukan pula lelaki yang sedang mencintai seorang wanita, aku adalah utusan Allah yang menyeru kamu untuk menyembah Allah s.w.t. dan meninggalkan menyembah berhala. Kemudian, mereka mengirimkan ‘Āmir ibn-uth-Thufail untuk kedua kalinya dengan mengatakan bahwa tanyakanlah kepada Muḥammad hendaklah dia menjelaskan kepada kita jenis sembahannya, apakah terbuat dari emas ataukah dari perak? Maka Allah s.w.t. menurunkan surah ini.

Mereka berkata kepada Nabi s.a.w.: “Tiga ratus enam puluh berhala saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami, oleh karena itu mana mungkin satu Tuhan dapat memenuhi kebutuhan seluruh makhluk.” Lalu turunlah firman-Nya:

وَ الصَّفَّاتِ صَفًّا.

Demi (rombongan malaikat) yang berbaris bershaf-shaf (ash-Shāffāt: 1)

sampai dengan firman-Nya:

إِنَّ إِلهَكُمْ لَوَاحِدٌ

Sungguh, Tuhanmu benar-benar Esa. (ash-Shāffāt: 4).

Kemudian, mereka pun mengirimkan ‘Āmir ibn-uth-Thufail untuk menanyakan: “Jelaskanlah kepada kami apa saja yang telah diperbuat-Nya!” Maka turunlah firman Allah s.w.t.

إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَ الْأَرْضَ.

Sungguh, Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi (al-A‘rāf: 54).

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās bahwa ‘Āmir ibn-uth-Thufail dan Arbād ibnu Rabī‘ah datang menemui Nabi s.a.w. lalu ‘Āmir bertanya: “Hai Muḥammad, engkau menyeru kami agar menyembah siapa?” Nabi s.a.w. menjawab:

إِلَى اللهِ تَعَالَى.

Menyembah Allah s.w.t.

‘Āmir bertanya: “Gambarkanlah Dia kepada kami, apakah dari emas, perak, besi ataukah kayu,” maka turunlah surah ini. Kemudian Allah s.w.t. membinasakan Arbād dengan halilintar dan ‘Āmir ibnut-Thufail dengan penyakit tha‘un.

Menurut pendapat yang lain disebutkan bahwa surah ini diturunkan berkenaan dengan pertanyaan orang-orang Nasrani. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās bahwa ada delegasi dari Najran datang lalu mereka bertanya: “Gambarkanlah kepada kami mengenai Tuhanmu, apakah dai Zabarjad, Yaqut, emas atau perak?” Maka Rasūlulāh s.a.w. bersabda:

إِنَّ رَبِّيْ لَيْسَ مِنْ شَيْءٍ لِأَنَّهُ خَالِقُ الْأَشْيَاءِ.

Sungguh, Tuhanku bukan dari sesuatu karena Dia adalah Pencipta segala sesuatu.

maka turunlah firman-Nya:

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. (al-Ikhlāsh [112]: 1).

Mereka berkata: “Dia satu dan engkau satu.” Nabi s.a.w. bersabda:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.

Mereka berkata: “Tambahkanlah lagi kepada kami.” Maka turunlah firman-Nya:

اللهُ الصَّمَدُ

Allah adalah Tuhan tempat bergantung segala sesuatu. (al-Ikhlāsh [112]: 2).

Mereka bertanya: “Apakah yang dimaksud dengan ash-Shamad itu?” Nabi s.a.w. menjawab:

الَّذِيْ يَصْمُدُ إِلَيْهِ الْخَلْقُ فِي الْحَوَائِجِ.

Tempat bergantung seluruh makhluk kepada-Nya dalam segala keperluan.

Mereka pun berkata lagi: “Tambahkanlah kepada kami dengan lebih jelas.” Maka turunlah firman-Nya:

لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ

Dia (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. (al-Ikhlāsh [112]: 3).

Yakni, Dia tidak beranak sebagaimana Maryam beranak dan tidak pula diperanakkan sebagaimana ‘Īsā diperanakkan.

وَ لَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya. (al-Ikhlāsh [112]: 4).

Yakni tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang setara dengan-Nya.

Ad-Dhaḥḥāk, Qatādah dan Muqātil mengatakan bahwa para rahib Yahudi datang kepada Nabi s.a.w. lalu mengatakan: “Gambarkanlah kepada kami tentang Tuhanmu, mungkin saja kami mau beriman kepadamu, karena sesungguhnya Allah telah menurunkan sifat-Nya di dalam kitab Taurat, oleh karena itu ceritakanlah kepada kami siapakah Dia, apakah Dia makan dan minum, siapakah yang diwarisi-Nya dan yang akan mewarisi-Nya?” Maka turunlah surah al-Ikhlāsh ini.

Allah itu adakalanya bersifat Idhāfiyah dan adakalanya Silbiyyah. Idhāfiyah adalah seperti ucapan kita bahwa Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Pencipta. Sedangkan sifat Silbiyyah adalah seperti ucapan kita bahwa Dia bukan berupa tubuh, bukan berupa zat dan bukan pula berupa benda.

Lafal Allah menunjukkan pengertian gabungan seluruh sifat Idhāfiyah dan lafal Aḥad menunjukkan pengertian gabungan sifat-sifat Silbiyyah. Hal itu karena Allah s.w.t. Yang berhak disembah dan keberhakan untuk disembah tidak layak kecuali bagi Yang menguasai pengadaan. Penguasaan pengadaan tidak akan terjadi kecuali dari Tuhan yang bersifat Maha Kuasa dan Maha Sempurna, juga Kehendak-Nya terlaksana dan Maha Mengetahui seluruh pengetahuan baik secara global maupun terperinci.

Selain itu, yang dimaksud dengan sifat Aḥad adalah keberadaan hakikat sifat itu sendiri Esa dan suci dari dimensi segala partikel dan susunan.

اللهُ الصَّمَدُ

2. Allah adalah Tuhan tempat bergantung segala sesuatu. (al-Ikhlāsh [112]: 2).

(اللهُ الصَّمَدُ) “Allah adalah Tuhan tempat bergantung segala sesuatu” yakni Tuhan tempat menggantungkan segala keperluan kepada-Nya.

Ibnu Mas‘ūd dan adh-Dhaḥḥāk mengatakan bahwa ash-Shamad adalah Tuhan Yang Maha Mulia yang tidak ada yang lebih mulia dari-Nya.

Menurut pendapat yang lain disebutkan bahwa ash-Shamad adalah Tuhan yang tidak ada seorang pun berada di atas-Nya, sehingga Dia tidak takut kepada siapa pun, dan tidak berharap dari orang yang berada di bawah-Nya yang melaporkan segala kebutuhannya kepada-Nya.

Qatādah mengatakan bahwa ash-Shamad adalah Yang Kekal sesudah semua makhluk fanā’ dan Yang tidak makan dan tidak minum, bahkan Dia-lah yang memberi makan dan tidak diberi makan.

Ubay bin Ka‘b mengatakan bahwa ash-Shamad adalah Yang tidak mati dan tidak diwaris, bahkan Dia-lah yang mempusakai langit dan bumi.

Ibnu Kaisān mengatakan Dia-lah Yang tidak menyandang sifat-sifat siapa pun.

Muqātil ibnu Ḥayyān mengatakan bahwa Dia adalah Yang tidak mempunyai cacat.

لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ

3. Dia (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. (al-Ikhlāsh [112]: 3).

(لَمْ يَلِدْ) “Dia tidak beranak” yakni tidak keluar anak dari-Nya karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.

(وَ لَمْ يُوْلَدْ) “dan tidak pula diperanakkan” yakni Dia tidak keluar dari sesuatu karena mustahil menisbatkan “tiada” kepada-Nya baik sebelum maupun sesudah-Nya.

Menurut pendapat yang lain disebutkan bahwa Dia tidak beranak yang akan mewarisi kerajaan-Nya. Selain itu, tidak pula diperanakkan sehingga Dia mewarisi kerajaan darinya. Dia tidak mewarisi dan tidak pula diwarisi.

وَ لَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

4. dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya. (al-Ikhlāsh [112]: 4).

(وَ لَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ) “dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya” yakni tidak ada seorang pun yang serupa dengan-Nya, apakah itu istri atau yang lainnya. Karena itu mustahil ada sesuatu dari makhluk yang setara dengan sifat-sifat Kebesaran dan Kemuliaan-Nya.

Kemudian, ayat yang pertama membatalkan alasan Tsanawiyyah yang mengatakan terang dan kegelapan, membatalkan pendapat orang-orang Nasrani yang mengatakan trinitas, dan membatalkan pendapat orang-orang Shābi‘īn yang mempercayai falak dan perbintangan.

Ayat yang kedua membatalkan aliran orang yang menetapkan adanya pencipta selain Allah s.w.t. karena sesungguhnya seandainya ada pencipta lain, tentulah Tuhan Yang Maha Ḥaqq tidak menjadi tempat bergantung bagi segala sesuatu untuk meminta segala keperluannya.

Ayat yang ketiga untuk membatalkan aliran orang-orang Yahudi berkenaan dengan ‘Uzair dan orang-orang Nasrani berkenaan dengan al-Masīḥ dan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah.

Ayat yang keempat untuk membatalkan aliran kaum musyrik ketika mereka menjadikan berhala-berhala sebagai sekutu-sekutu Allah s.w.t. Nabi s.a.w. telah bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ نُوْرًا وَ نُوْرُ الْقُرْآنِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

Sesungguhnya segala sesuatu itu mempunyai cahaya dan cahaya al-Qur’ān adalah Qul Huwallāhu Aḥad, yakni surah al-Ikhlāsh.

Diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. memasuki masjid, lalu beliau mendengar seorang lelaki memanjatkan doa sebagai berikut:

أَسْأَلُكَ يَا اللهُ يَا أَحَدٌ يَا صَمَدٌ يَا مَنْ لَمْ يَلِدْ وَ لَمْ يُوْلَدْ وَ لَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ فَقَالَ غُفِرَ لَكَ غُفِرَ لَكَ غُفِرَ لَكَ.

Aku memohon kepada Engkau ya Allah, Yang Maha Esa, ya Tuhan tempat bergantung segala sesuatu, Ya Tuhan yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.” Nabi s.a.w. pun menjawab: “Engkau telah diampuni, engkau telah diampuni, engkau telah diampuni.

Nabi s.a.w. mengatakannya sebanyak tiga kali.

Diriwayatkan dari Sahl ibnu Sa‘d bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. yang mengadukan kemiskinan yang dialaminya, maka Nabi s.a.w. bersabda kepadanya:

إِذَا دَخَلْتَ بَيْتَكَ فَسَلِّمْ إِنْ كَانَ فِيْهِ أَحَدٌ وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ أَحَدٌ فَسَلِّمْ عَلَى نَفْسِكَ وَ اقْرَأْ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ مَرَّةً وَاحِدَةً.

Apabila engkau memasuki rumahmu, maka bacalah salam jika di dalamnya ada seseorang. Jika tidak ada seorang pun di dalamnya, maka bersalamlah untuk dirimu sendiri, lalu bacalah surah al-Ikhlāsh sekali.

Lalu lelaki itu mengamalkan apa yang dinasihatkan oleh Nabi s.a.w. maka Allah mencurahkan rezeki kepadanya dengan rezeki yang berlimpah sehingga ia dapat melimpahkannya kepada tetangga-tetangganya.

Selain itu, diriwayatkan dari Abū Hurairah r.a. yang telah menceritakan bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

مَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ إِثْنَتَى عَشَرَ مَرَّةً فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ وَ كَانَ أَفْضَلُ أَهْلِ الْأَرْضِ يَوْمَئِذٍ إِذَا اتَّقَى.

Barang siapa yang membaca surah al-Ikhlāsh sebanyak dua belas kali sesudah shalat shubuh, maka seakan-akan dia membaca al-Qur’ān sebanyak empat kali. Selain itu, dia menjadi penghuni bumi yang paling utama jika ia bertaqwā.

Diriwayatkan pula bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

مَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ فِيْ مَرَضِهِ الَّذِيْ يَمُوْتُ فِيْهِ لَمْ يُفْتَنْ فِيْ قَبْرِهِ وَ أَمِنَ مِنْ ضَغْطَةِ الْقَبْرِ وَ حَمَلَتْهُ الْمَلَائِكَةُ بِأَكُفِّهَا حَتَّى تُجِيْزَهُ مِنَ الصِّرَاطِ إِلَى الْجَنَّةِ.

Barang siapa yang membaca surah al-Ikhlāsh ketika sakit yang membawanya kepada kematian, maka dia tidak akan mengalami siksa kubur dan selamat dari himpitan kubur dan para malaikat membawanya dengan telapak tangan mereka hingga ia dapat melewati shirāth sampai ke surga.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.