بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan Nama Allah, Yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang
Beberapa ayat tertentu dalam surah ini khusus ditujukan kepada orang-orang yang secara aktif menentang Nabi, dan sebagian di antara mereka namanya telah disebutkan. Mereka semua sangat kaya, dan menurut dugaan memiliki kekuatan besar serta tak henti-hentinya menyombongkan kekuatan dan kekayaannya seraya menghina kaum muslim.
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
1. Celakalah bagi setiap pengumpat dan pemfitnah!
Wayl berarti ‘kemalangan atau kesukaran yang besar’, dan diterjemahkan sebagai seruan ‘Celakalah!’ Wayl menyebabkan timbulnya salah satu sungai di neraka. Dalam sifat manusia ada tuntutan untuk mengusahakan dukungan dari orang lain, sehingga kita hanya mencari sahabat yang dapat memperkuat keabsahan segala perbuatan kita.
Humazah adalah ‘pengumpat’ atau ‘pemfitnah’. Dalam bahasa ‘Arab, huruf hamzah adalah penghentian suara dalam celah suara, dan hamazat-usy-syayāthīn adalah bisikan jahat setan, bisikan halus yang kita dengar dalam diri kita.
Lumazah berarti ‘pencari kesalahan’, dan berasal dari kata kerja lamaza, yang berarti ‘mengedipkan mata pada seseorang, menjelekkan seseorang, mengkritik, mencela, memfitnah, mencemarkan nama baik’. Barang siapa memfitnah orang lain berarti mengungkapkan kelemahannya sendiri dan memberitahukan kegelisahannya, sebagaimana keangkuhan menunjukkan ketidakpastian yang besar tentang diri seseorang. Jika seseorang benar-benar yakin bahwa ia berada di jalan yang benar, jika ia mengakui ketergantungannya pada Allah dan menyadari bahwa setiap orang akan mengetahui kebenaran secara utuh dan mutlak, maka ia tidak akan menyerah kepada ajakan untuk mengumpat orang lain. Sebenarnya, umpatan dan kesombongannya itu hanya mengungkapkan penyakit dan keadaan sakitnya, sehingga datang peringatan bahwa kecelakaan akan menimpanya, dan ia akan hancur.
الَّذِيْ جَمَعَ مَالاً وَ عَدَّدَهُ
2. Yang menumpuk-numpuk harta dan menghitungnya [sebagai persediaan],
Ayat ini berkenaan dengan orang yang mengumpulkan harta dan mencari perlindungan serta penguatan dengan menghitungnya terus-menerus. Penumpukan terus-menerus dan memeriksa apa yang dimiliki seseorang adalah bentuk lain dari mencari keamanan. Orang-orang saleh berkata, ‘Orang yang mencintai harta adalah seorang munafik, dan orang yang menimbun harta adalah orang jahil.’ Bukti kemunafikan (nifāq) dan kejahilan terdapat pada pengumpulan dan penimbunan harta (māl).
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
3. Ia mengira bahwa hartanya akan mengekalkan dia.
Ḥasaba berarti ‘menghitung, menggabungkan’. Ia mengira bahwa ia bergerak mendekati khuld (keabadian) dengan menghitung dan melindungi apa yang secara keliru dikiranya akan memberinya umur panjang dan kekekalan. Ibadahnya sesat. Kekal adalah sifat Allah lainnya: al-Khālid. Kita semua ingin mengetahui yang Mahakekal karena hanya dengan begitu kita akan selamat, kita mengetahui bahwa yang ada hanyalah keabadian. Tapi barang siapa percaya bahwa apa yang telah ditimbunnya akan memberi dia keamanan maka ia benar-benar telah tergelincir dari jalan yang benar.
كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ
4. Tidak! Dia pasti akan dilemparkan ke dalam neraka yang menghancurkan.
Nabadza berarti ‘melemparkan, membuang, mengafkir, mengusir, melepaskan’. Dengan membuang hal yang tak berguna atau berbahaya berarti kita diproteksi dari kejahatan di dalamnya.
Ḥuthamah, sebutan untuk neraka, artinya ‘bencana yang menghancurkan’, dan berasal dari ḥathama, ‘memecahkan, menghancurkan, merusak’. Sangat pasti, barang siapa mencari perlindungan pada hartanya, atau pada apa saja dari dunia nyata, berarti tidak percaya bahwa tangan Yang Mahagaib berada di balik yang nyata. Dia akan dilempar ke tempat yang hanya akan menyebabkannya hancur.
وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
5. Dan apa yang membuat engkau tahu apakah neraka yang menghancurkan itu?
Lagi-lagi kita ditanya, seakan menekankan pentingnya ḥuthamah: ‘Dan apa yang engkau tahu tentang itu? Makna lain dari ḥuthamah berasal dari kata kerja bentuk keduanya—yang artinya ‘memecahkan’—yang menunjukkan bahwa agar pecah atau rusak, maka obyek yang dilibatkan harus cukup solid untuk mulai menghancurkan. Penekanan ganda pada ḥuthamah ini dimaksudkan untuk memberitahukan, dengan cara yang senyata mungkin, tentang konsekuensi-konsekuensi yang menyakitkan akibat dari melihat kepada selain Allah.
نَارُ اللهِ الْمُوْقَدَةُ
6. Api yang dinyalakan oleh Allah,
Bencana yang menghancurkan adalah Api Allah yang menyala selamanya.
الَّتِيْ تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ
7. Yang menjilat-jilat ke hati.
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُّؤْصَدَةٌ
8. Sesungguhnya itu akan tertutup rapat mengelilingi mereka.
Api Allah ini terkunci di dalam hati manusia. Itulah api yang menyebabkan manusia berada dalam kerugian, dan berusaha mencari perlindungan dalam keamanan materi, harta dan kekuasaan. Kita menyaksikan hal ini dalam kultur kita sekarang, karena kita telah benar-benar mencari perlindungan dengan mengikuti berbagai perkiraan dan kalkulasi kita. Kita mengira bahwa yang memiliki kepentingan paling besar adalah yang dapat dilihat atau nyata, tapi yang nyata itu bukanlah keseluruhan dari apa yang ada dalam dunia ini; itu hanyalah satu aspek daripada yang ada di dunia ini, satu manifestasi dari realitas. Tegasnya, ada daya atau kekuatan lain di belakang layar.
فِيْ عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ
9. Pada tiang-tiang yang terulur.
Api akan rapat mengelilingi hati pada tiang-tiang yang memanjang, dan membentuk dinding yang panas yang diciptakan oleh hati itu sendiri karena kejahilannya. Beberapa orang saleh berbicara tentang dua macam api: api kejahilan yang hanya menyebabkan kehancuran, dan cahaya ilmu. Namun, surah ini biasanya ditafsirkan sebagai ditujukan kepada orang-orang yang merugi. Hati mereka terkunci dalam api pengetahuan terakhir yang dinampakkan.
Karena surah ini berbicara tentang orang-orang yang berlindung dalam dunia materi yang bersifat nyata serta yakin bahwa tidak ada apa-apa di luar dunia materi, maka surah berikutnya menjelaskan melalui contoh tentang sesatnya keyakinan mereka.