Surah al-Hasyr 59 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan (1/3)

Tafsīru Hidāyat-il-Insān
Judul Asli: (
هداية الإنسان بتفسير القران)
Disusun oleh:
Abū Yaḥyā Marwān Ḥadīdī bin Mūsā

Tafsir Al Qur’an Al Karim Marwan Bin Musa
Dari Situs: www.tafsir.web.id

Rangkaian Pos: Surah al-Hasyr 59 ~ Tafsir Hidayat-ul-Insan

Surah al-Ḥasyr (Pengusiran) (18201)

Surah ke-59. 24 ayat. Madaniyyah

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Pengagungan bagi Allah subḥānahu wa ta‘ālā dan penampakkan kekuasaan-Nya di mana di antara bukti kekuasaannya adalah pengusiran orang-orang Yahūdī dari Madīnah yang sebelumnya menyangka sebagai golongan yang kuat karena memiliki benteng-benteng yang kokoh.

سَبَّحَ للهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَ مَا فِي الْأَرْضِ وَ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.

  1. (18212) Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

هُوَ الَّذِيْ أَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوْا وَ ظَنُّوْا أَنَّهُمْ مَّانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِّنَ اللهِ فَأَتَاهُمُ اللهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوْا وَ قَذَفَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِأَيْدِيْهِمْ وَ أَيْدِي الْمُؤْمِنِيْنَ فَاعْتَبِرُوْا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ.

  1. Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitāb (18223) dari kampung halamannya (18234) pada saat pengusiran yang pertama (18245). Kamu (18256) tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar (18267) dan mereka pun yakin, benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah (18278); maka Allah mendatangkan (siksaan) kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka (18289); sehingga mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mu’min (182910). Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (183011).

وَ لَوْلَا أَنْ كَتَبَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَلَاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ.

  1. (183112) Dan sekiranya tidak karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, pasti Allah meng‘adzāb mereka di dunia (183213). Dan di akhirat mereka akan mendapat ‘adzāb neraka.

ذلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللهَ وَ رَسُوْلَهُ وَ مَنْ يُشَاقِّ اللهَ فَإِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ.

  1. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasūl-Nya. Barang siapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.

مَا قَطَعْتُمْ مِّنْ لِّيْنَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوْهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُوْلِهَا فَبِإِذْنِ اللهِ وَ لِيُخْزِيَ الْفَاسِقِيْنَ.

  1. (183314) Apa yang kamu (183415) tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya (183516), maka (itu) terjadi dengan idzin Allah; (183617) dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fāsiq.

Catatan:

  1. 1820). Imām Bukhārī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Sa‘īd bin Jubair, ia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbās: “(Ada apa dengan) surah at-Taubah?” Ia menjawab: “Ia adalah surah yang membuka aib (orang-orang munāfiq), di mana ia selalu turun (dengan kata-kata): “Wa minhum-wa minhum,” (artinya: dan di antara mereka), sehingga mereka (orang-orang munafik) mengira bahwa surah tersebut tidaklah menyisakan seorang pun di antara mereka kecuali disebutkan di dalamnya.” Aku (Sa‘īd bin Jubair) berkata: “(Bagaimana dengan) surah al-Anfāl?” Ia menjawab: “Ia (surah tersebut) turun berkenaan dengan perang Badar.” Aku bertanya lagi: “(Bagaimana dengan) surah al-Ḥasyr?” Ia menjawab: “Ia turun berkenaan dengan Bani Nadhir.” Ḥākim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Ā’isyah radhiyallāhu ‘anhā ia berkata: Perang Bani Nadhir, ya‘ni segolongan orang-orang Yahūdī terjadi pada penghujung bulan keenam dari peristiwa Badar. Rumah mereka (Bani Nadhir) dan pohon kurma mereka berada di tepi Madīnah, lalu Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengepung mereka sehingga mereka setuju berpindah tempat dengan syarat untuk mereka apa yang diangkut oleh unta berupa barang-barang dan harta kecuali ḥalqah, yaitu senjata, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā menurunkan ayat: “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbīḥ kepada Allah…dst.” Sampai firman-Nya: “Pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka,…dst.” Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka sehingga melakukan shulḥ (perjanjian damai) dengan mereka dengan syarat mereka pindah, lalu Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengungsikan mereka ke Syām, padahal mereka berasal dari suku yang belum pernah mendapat pengusiran di zaman dahulu dan Allah subḥānahu wa ta‘ālā telah menetapkan demikian (pengusiran) kepada mereka. Jika tidak ada ketetapan itu, tentu Dia telah meng‘adzāb mereka di dunia dengan dibunuh dan ditawan. Adapun firman-Nya: “Pada saat pengusiran yang pertama,” maka maksudnya, bahwa pengusiran tersebut adalah pengusiran pertama di dunia ke Syām.” (Ḥākim berkata: “Hadits ini hadits shaḥīḥ sesuai syarat Bukhārī dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkan.” Syaikh Muqbil berkata: “Demikianlah yang dikatakan Ḥākim raḥimahullāh, hadits tersebut memang shaḥīḥ akan tetapi tidak dengan syarat keduanya (Bukhārīi-Muslim) karena keduanya tidak menyebutkan hadits dari Zaid bin al-Mubārak (rawi hadits tersebut) dan Muḥammad bin Tsaur. Hadits tersebut disebutkan pula oleh Baihaqī dalam Dalā’il-un-Nubuwwah juz 2 hal. 444)
  2. 1821). Syaikh as-Sa‘dī menerangkan, bahwa surah ini adalah surah Bani Nadhir, dimana mereka adalah sekelompok besar dari kalangan orang-orang Yahūdī yang tinggal bersebelahan dengan Madīnah di saat Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dibangkitkan. Setelah Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam diutus dan berhijrah ke Madīnah, maka mereka kafir kepada Beliau bersama orang-orang Yahūdī lainnya. Ketika Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam telah tinggal di Madīnah, maka Beliau berdamai dengan seluruh orang-orang Yahūdī yang menjadi tetangga Beliau di Madīnah. Kira-kira enam bulan setelah perang Badar berlalu, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam keluar menemui mereka (orang-orang Yahūdī) dan berbicara dengan mereka agar mereka mau membantu Beliau dalam menuntut diyat dua orang dari Bani Killāb yang dibunuh oleh ‘Amr bin Umayyah adh-Dhamurī, lalu mereka berkata: “Kami akan lakukan wahai Abul-Qāsim! Duduklah bersama kami sehingga kami bisa memenuhi keperluanmu,” lalu sebagian mereka dengan sebagian yang lain diam-diam bermusyāwarah untuk membunuh Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam karena dijadikan indah oleh syaithān, mereka berkata: “Siapakah di antara kamu yang mau mengambil penggilingan ini lalu ia angkat kemudian menaruhnya di atas kepala Beliau untuk dipecahkan dengannya?” Maka orang yang paling celaka di antara mereka, yaitu ‘Amr bin Jaḥḥasy berkata: “Saya,” maka Salam bin Misykam berkata: “Jangan kalian lakukan. Demi Allah, akan diberitahukan niat kalian itu dan hal itu merupakan pembatalan janji yang telah dilakukan di antara kita dengan Beliau.” Maka datanglah wahyu kepada Beliau dari Tuhannya mengenai niat jahat mereka itu. Segeralah Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bangun dan menuju Madīnah lalu ditemui oleh para sahabat dan mereka berkata: “Engkau bersiap-siap, namun kami tidak menyadari,” maka Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada mereka niat orang-orang Yahūdī itu. Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengirim orang untuk memberitahukan: “Keluarlah kamu (wahai orang-orang Yahūdī) dari Madīnah dan jangan tinggal bersamaku di sini, dan aku beri tangguh kepadamu selama sepuluh hari. Barang siapa yang ditemukan tetap di situ setelah pemberitahuan itu, maka akan dipenggal lehernya.” Lalu mereka tinggal beberapa hari untuk bersiap-siap dan seorang munāfiq bernama ‘Abdullāh bin Ubay bin Salūl mengirim orang kepada mereka memberitahukan: “Janganlah kalian keluar dari tempat tinggalmu karena bersamaku ada 2.000 orang yang akan masuk ke bentengmu bersamamu, mereka siap mati untuk membelamu, Bani Quraizhah akan menolongmu, demikian pula sekutu kamu dari Ghatfan.” Maka Ḥuyay bin Akhthab tokoh mereka senang dengan ucapan itu sehingga mengirimkan orang untuk mengatakan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam: “Kami tidak akan keluar dari tempat tinggal kami. Oleh karena itu, lakukanlah apa yang hendak kamu lakukan.” Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bertakbīr, demikian pula para sahabatnya dan pergi berangkat menuju mereka, sedangkan ‘Alī bin Abī Thālib membawa panji bendera, lalu mereka tinggal di dekat benteng mereka dengan melempari panah dan batu, sedangkan Bani Quraizhah tidak membantu mereka, dan ‘Abdullāh bin Ubay serta para sekutu mereka mengkhianati mereka, maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengepung mereka, menebang pohon kurma mereka dan membakar, lalu mereka mengirimkan orang untuk memberitahukan bahwa mereka akan keluar dari Madīnah.” Maka Beliau membiarkan mereka dengan syarat mereka harus keluar dari Madīnah membawa diri dan anak keturunan mereka dan bahwa untuk mereka apa yang diangkut unta selain senjata. Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam memegang harta dan senjata mereka. Harta-harta Bani Nadhir ini khusus untuk Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk keperluan Beliau dan maslahat kaum muslimīn dan Beliau tidak membagi seperlima, karena Allah subḥānahu wa ta‘ālā yang memberikan harta fa’i itu kepada Beliau, sedangkan kaum muslimīn tidak bersusah payah mengerahkan kuda dan unta untuknya, dan Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengusir mereka ke Khaibar yang di tengah-tengah mereka terdapat Ḥuyay bin Akhthab tokoh mereka. Beliau shallallūhu ‘alaihi wa sallam telah menguasai tanah dan tempat tinggal mereka, mengambil senjata, sehingga terkumpul 50 baju besi, 50 tutup kepala dari besi dan 340 pedang, itulah kesimpulan kisah mereka sebagaimana diterangkan oleh Ahli Sejarah. Maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā memulai surah ini dengan memberitahukan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi bertasbīḥ dengan memuji Tuhannya serta menyucikan-Nya dari segala yang tidak layak dengan keagungan-Nya, menyembah-Nya dan tunduk kepada kebesaran-Nya karena Allah Mahaperkasa yang menundukkan segala sesuatu sehingga tidak ada sesuatu pun yang menolaknya, dan Dia Mahabijaksana yang bijaksana dalam ciptaan-Nya dan dalam perintah-Nya, Dia tidaklah menciptakan sesuatu main-main dan tidaklah mensyarī‘atkan hal yang tidak ada maslahatnya dan tidaklah melakukan kecuali yang di sana sejalan dengan ḥikmah-Nya. Termasuk di antaranya adalah Allah subḥānahu wa ta‘ālā menolong Rasūl-Nya terhadap orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab, yaitu Bani Nadhir ketika mereka melanggar perjanjian dengan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam sehingga Beliau mengusir mereka dari tempat tinggal mereka yang biasa mereka tempati dan mereka cintai. Pengusiran tersebut adalah pengusiran pertama yang ditetapkan Allah subḥānahu wa ta‘ālā untuk mereka melalui tangan Rasūl-Nya Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka mereka pun keluar menuju Khaibar. Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa mereka akan mendapat pengusiran lagi di samping ini dan ternyata demikian, yaitu mereka (sisa-sisa orang-orang Yahūdī) diusir lagi dari Khaibar oleh ‘Umar radhiyallāhu ‘anhu di zaman pemerintahannya.
  3. 1822). Yaitu Bani Nadhir.
  4. 1823). Di Madīnah.
  5. 1824). Merekalah orang-orang yang pertama dikumpulkan untuk diusir keluar dari Madīnah menuju Syām dan diusir kembali oleh ‘Umar radhiyallāhu ‘anhu dalam masa pemerintahannya.
  6. 1825). Wahai kaum mu’min.
  7. 1826). Karena kuatnya pertahanan mereka dan terhormatnya mereka di sana.
  8. 1827). Mereka merasa ujub dengan benteng-benteng mereka, bahwa benteng tersebut tidak akan dapat ditembus oleh seorang pun, padahal taqdīr Allah subḥānahu wa ta‘ālā di atas semua itu, benteng, pertahanan dan kekuatan mereka tidak berguna sedikit pun bagi mereka di hadapan kekuasaan Allah subḥānahu wa ta‘ālā. Barang siapa yang percaya kepada selain Allah, maka dia akan ditelantarkan dan barang siapa yang cenderung kepada selain Allah, maka dia akan mendapatkan akibat yang buruk, maka mereka ditimpa perkara dari langit yang menimpa hati mereka, di mana hati merupakan tempat teguh dan sabar atau lemah dan kendur. Allah subḥānahu wa ta‘ālā menyingkirkan kekuatannya dan menggantikan dengan kelemahan dan ketakutan sehingga yang demikian merupakan pertolongan kepada kaum muslimīn.
  9. 1828). Rasa takut yang Allah tanamkan ke dalam hati mereka adalah tentara-Nya yang paling besar, di mana tidak bermanfaat jumlah yang banyak dan perlengkapan bersamanya.
  10. 1829). Hal itu, karena sebelumnya mereka telah berjanji kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwa untuk mereka apa yang diangkut oleh unta. Oleh karena itu, mereka robohkan atap-atap yang sebelumnya mereka pandang indah dan memberikan kekuasaan kepada orang-orang mu’min dengan merobohkan rumah dan benteng mereka.
  11. 1830). Ya‘ni mempunyai pandangan yang dalam dan akal yang sempurna, karena dalam hal ini terdapat pelajaran yang dengannya diketahui tindakan Allah subḥānahu wa ta‘ālā terhadap orang-orang yang menentang kebenaran dan mengikuti hawa nafsu, di mana keperkasaan mereka tidak memberi manfaat apa-apa bagi mereka, demikian pula kekuatan mereka dan benteng yang mereka buat saat datang perkara Allah dan hukuman-Nya disebabkan dosa-dosa mereka. Sebagaimana ‘ibrah (yang dijadikan pelajaran) adalah berdasarkan keumuman lafaz bukan kekhususan sebab (al-‘ibrah bi’umūm-il-lafzhi lā bikhushūs-is-sabab), maka ayat ini terdapat dalil perintah I‘tibar, yaitu mengambil pelajaran dari yang serupa untuk yang serupa dan sesuatu diqiaskan dengan yang semisalnya, demikian pula memikirkan hukum-hukum yang dikandungnya berupa ma‘na-ma‘na dan ḥikmah-ḥikmah yang menjadi pusat pemikiran. Dengan itulah akal menjadi tajam, bashīrah (mata hati) menjadi bersinar dan iman menjadi bertambah dan tercapai pemahaman yang hakiki.
  12. 1831). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā memberitahukan bahwa orang-orang Yahūdī belum mendapatkan semua hukuman dan bahwa Allah subḥānahu wa ta‘ālā meringankan hal itu untuk mereka. Kalau bukan karena Allah subḥānahu wa ta‘ālā telah menetapkan pengusiran untuk mereka tentu mereka mendapatkan hukuman yang lain di dunia. Meskipun begitu, mereka tetap akan mendapatkan ‘adzāb neraka di akhirat yang tidak mungkin diketahui dahsyatnya kecuali oleh Allah subḥānahu wa ta‘ālā. Oleh karena itu, janganlah mereka mengira bahwa hukuman untuk mereka telah selesai dan tidak ada lagi, bahkan ‘adzāb yang Allah sediakan untuk mereka di akhirat lebih besar dan lebih merata. Hal itu, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat selanjutnya karena mereka menentang Allah dan Rasūl-Nya, memusuhi dan memerangi keduanya serta berusaha mendurhakai keduanya. Itulah kebiasan yang berlaku bagi orang-orang yang menentang keduanya, dan barang siapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.
  13. 1832). Dengan dibunuh dan ditawan sebagaimana yang Dia lakukan terhadap Bani Quraizhah.
  14. 1833). Imām Bukhāriī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Umar radhiyallāhu ‘anhumā ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam membakar pohon kurma milik Bani Nadhir dan menebangnya di Buwairah, maka turunlah ayat: “Apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu) terjadi dengan idzin Allah;”Tirmidzī meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu ‘Abbās tentang firman Allah: “Apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya,” Ia berkata: “Līnah adalah pohon kurma.” (Firman-Nya): “dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fāsiq.” Ia (Ibnu ‘Abbās) berkata: “Yaitu meminta mereka turun dari benteng mereka.” Ibnu ‘Abbās juga berkata: “Mereka (kaum muslimīn) diperintahkan untuk menebang pohon kurma, lalu mereka merasa tidak enak dalam hatinya, mereka (kaum muslimīn) berkata: “Kami telah menebang sebagian dan membiarkan sebagian. Kami akan bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam; apakah menebangnya mendapatkan pahala dan meninggalkannya mendapatkan dosa?” Maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā menurunkan ayat: “Apa yang kamu tebang di antara pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (itu) terjadi dengan idzin Allah,…dst.” (Hadits ini menurut Syaikh al-Albānī dalam Shaḥīḥ-ut-Tirmidzī 7/303, shaḥīḥ isnādnya.)
  15. 1834). Wahai kaum muslimīn.
  16. 1835). Maksudnya, pohon kurma milik musuh, untuk kepentingan dan siasat perang dapat ditebang atau dibiarkan tumbuh.
  17. 1836). Ketika Bani Nadhir mencela Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimīn karena menebang pohon kurma dan pepohonan lainnya dan mereka menganggap bahwa hal itu termasuk fasād (melakukan kerusakan) sehingga karena hal itu mereka mencela kaum muslimīn, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā memberitahukan bahwa penebangan pohon itu atau tidak adalah dengan idzin Allah ta‘ālā dan perintah-Nya serta untuk menghinakan orang-orang fasik, di mana Dia telah memberikan kekuasaan kepada kaum muslimīn untuk menebang pohon kurma mereka dan membakarnya agar hal itu menjadi peringatan bagi mereka serta kerendahan untuk mereka di dunia serta penghinaan yang dapat diketahui kelemahan mereka yang sempurna karena tidak dapat menyelamatkan pohon kurma mereka yang menjadi sumber makanan mereka.