Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir Sayyid Quthb (4/6)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir Sayyid Quthb

وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ….

Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya” Lalu dia tahu bahwa dia akan disiksa karena kejelekan-kejelekannya dan dia akan mendapatkan azab sebagai tempat kembalinya, maka dia berhenti di areal yang penuh sesak ini dengan penuh sesal, sedih, dan gundah gulana…

…فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيهْ. وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيهْ. يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ. مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيهْ. هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيهْ.

Maka, dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku ini dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku.”” (al-Ḥāqqah: 25:29)

Ini adalah perhentian yang panjang, penyesalan yang panjang, kesedihan yang memutusasakan, dan kebingungan yang menyedihkan. Konteks ini menampilkan dengan panjang peristiwa ini sehingga terkhayalkan oleh pendengar bahwa peristiwa ini tidak akan berkesudahan serta kesedihan dan penyesalan ini tak akan berujung. Inilah di antara bentuk keajaiban penampilan masalah dengan diperpanjang pada beberapa tempat dan dipersingkat di tempat lain, sesuai dengan arahan jiwa yang hendak diberikan kepada manusia. Dan, yang dimaksudkan di sini adalah hendak menetapkan sikap penyesalan dan mengisyaratkan kesedihan di balik pemandangan yang menyedihkan ini.

Karena itulah, penayangannya dipanjangkan dan dipanjangkan, dengan tanpa ada pembicaraan tetapi serba terperinci. Orang yang celaka itu berangan-angan alangkah senangnya kalau peristiwa ini tidak terjadi, dia tidak perlu diberi kitab, dan tidak perlu tahu bagaimana hisab terhadap dirinya. Hal ini sebagaimana dia berangan-angan kalau kiamat ini menjadi pemutus segala sesuatu, hingga berakhirlah keberadaan mereka dan tidak akan kembali lagi setelah itu untuk selama-lamanya.

Kemudian dia menyesal, karena apa yang selama ini dibangga-banggakan atau dikumpulkan tidak memberi manfaat sedikit pun kepadanya.

Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku.” (al-Ḥāqqah: 28-29)

Harta tidak berguna dan tidak memberi manfaat lagi, kekuasaan pun sudah tidak ada dan tidak dapat membelanya… Rintihan kesedihan dan penyesalan yang panjang penuh kesedihan terucapkan di ujung huruf pemisah yang bersukun dan pada ya’ huruf ‘illat sebelumnya sesudah huruf mad (panjang) dengan alif… penuh kesedihan dan penyesalan… Inilah sebagian dari bayang-bayang perhentian yang mengisyaratkan penyesalan dan keputusasaan dengan kesan yang dalam dan mengena. (11)

Tidak ada yang menghentikan rintihan kesedihan yang panjang ini kecuali perintah tertinggi yang pasti, dengan segala keagungannya, kebesarannya, dan kengeriannya.

خُذُوهُ فَغُلُّوهُ. ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ. ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعاً فَاسْلُكُوهُ.

(Allah berfirman), “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.”” (al-Ḥāqqah: 30:32)

Wahai, betapa menakutkan dan mengerikannya! Wahai, menakutkan dan mematikan! Wahai, betapa luhur dan agungnya!

Peganglah dia!…

Sebuah kalimat perintah yang bersumber dari Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahaluhur. Kemudian seluruh wujud bergerak menghadapi si miskin yang kecil dan kerdil ini, dan para petugas segera melaksanakan perintah dari segala penjuru, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Ḥātim dengan isnadnya dari al-Minhal bin Amr,

(إِذَا قَالَ اللهُ تَعَالَى ” : خُذُوْهُ ” اِبتَدَرَهُ سَبْعُوَنَ أَلْفَ مَلَكٍ . إِنَّ الْمَلَكَ مِنْهُمْ لَيَقُوْلُ هَكَذَا ، فَيُلْقِيَ سَبْعِيْنَ أَلْفًا فِي النَّارِ)

“Apabila Allah telah berfirman, “Peganglah dia!” maka tujuh puluh ribu malaikat segera melaksanakannya. Salah satu dari malaikat-malaikat itu berbuat demikian, lalu melemparkan tujuh puluh ribu orang ke dalam neraka….” Masing-masing malaikat bersegera menjalankan perintah terhadap sejemput kecil manusia yang sedih dan kebingungan ini!

…Lalu belenggulah tangannya ke lehernya!” (al-Ḥāqqah: 30)

Maka, entah siapa dari tujuh puluh ribu malaikat ini akan segera membelenggu tangannya ke lehernya…

Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala!” (al-Ḥāqqah: 31)

Seakan-akan kira mendengar suara gemuruh api yang berkobar-kobar dan menyala-nyala ….

Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta!” (al-Ḥāqqah: 32)

Satu hasta saja dari rantai neraka sebenarnya sudah cukup untuk membelitnya. Akan tetapi, isyarat panjang dan kengeriannya tersirat dari belakang lafal “tujuh puluh” dan gambarannya. Barangkali inilah isyarat yang dimaksudkan. (22)

Nah, setelah selesai membicarakan urusan ini, maka pembicaraan dialihkan kepada sebab-sebab yang menjadikan mereka bernasib sial seperti itu di akhirat nanti.

إِنَّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ. وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ.

Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Mahabesar. Dan juga tidak mendorong (orang lain) memberi makan orang miskin.” (al-Ḥāqqah: 33:34)

Hatinya telah kosong dari iman dan rasa kasih sayang kepada sesama hamba Allah. Karena itu, hati ini dianggap tidak pantas mendapatkan sesuatu selain api neraka dan azab yang pedih itu. Hatinya kosong dari iman kepada Allah, sehingga gersang dan mati, runtuh, dan hancur, kosong dari cahaya, nilainya sangat rendah, lebih rendah daripada binatang bahkan lebih rendah dari benda mati sekalipun. Karena segala sesuatu yang beriman, bertasbih dengan memuji Tuhannya, berhubungan dengan Sumber keberadaan dirinya. Sedangkan orang yang kafir ini, maka dia terputus hubungannya dari Allah, terputus hubungannya dengan setiap wujud yang beriman kepada Allah.

Hatinya kosong dari rasa kasih sayang kepada sesama hamba Allah, karena orang miskin adalah hamba yang paling membutuhkan kasih sayang. Tetapi, hati orang ini tidak merasakan seruan untuk memperhatikan urusan orang miskin ini, dan tidak menganjurkan orang lain untuk memberi makan kepada orang miskin ini. Padahal, menganjurkan ini merupakan langkah awal untuk memberi makan itu, dan memberikan isyarat bahwa di sana ada kewajiban sosial yang orang-orang mukmin saling menganjurkan dan saling mendorong untuk melaksanakannya. Sikap dan perbuatan ini sangat erat hubungannya dengan iman, berdampingan di dalam nash dan beriringan pula di dalam timbangan.

فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَاهُنَا حَمِيمٌ. وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِينٍ. لَا يَأْكُلُهُ إِلَّا الْخَاطِؤُونَ.

Maka, tiada seorang teman pun baginya pada hari ini di sini. Dan tiada (pula) makanan sedikit pun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa.” (al-Ḥāqqah: 35:37)

Ini merupakan kelengkapan pengumuman tertinggi dari tempat kembalinya orang yang celaka itu, karena dia tidak beriman kepada Allah Yang Mahaagung dan tidak menganjurkan manusia untuk memberi makan kepada orang miskin. Oleh karena itu, di sini dia terputus hubungannya dengan orang lain,

Maka, tiada seorang teman pun baginya pada hari ini di sini.” (al-Ḥāqqah: 35)

Dia terhalang untuk mendapatkan makanan,

Dan tiada (pula) makanan sedikit pun baginya kecuali dari darah dan nanah.” (al-Ḥāqqah: 36)

Ghislīn adalah cairan ahli neraka yang berupa darah luka dan nanah. Hal yang demikian ini cocok dengan hatinya yang kasar dan sunyi dari rasa kasih sayang terhadap sesama hamba Allah. Yah, makanan yang,

Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa.” (al-Ḥāqqah: 37)

Yakni, orang yang suka berbuat dosa, yang disifati sebagai orang yang gemar berbuat dosa dan kesalahan… termasuk kelompok mereka.

Waba’du, begitulah dia yang dijadikan Allah sebagai orang yang pantas ditangkap, dibeleggu tangannya, disamukkan ke dalam api neraka, dan dibelit dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta di dalam neraka yang apinya menyala-nyala itu. Dan, ini adalah tingkatan neraka jahanam yang sangat berat….

Nah, bagaimana lagi dengan orang yang menghalang-halangi orang lain untuk memberi makan kepada orang-orang miskin, serta orang yang memperlapar anak-anak, kaum wanita, dan orang-orang lanjut usia? Bagaimana lagi dengan orang yang bersikap bengis seperti para diktator terhadap orang yang menadahkan tangannya meminta sesuap nasi dan sehelai pakaian untuk mengusir dingin? Di manakah hilangnya mereka ini, padahal sewaktu di dunia mereka mudah dijumpai dari waktu ke waktu? Apakah yang disediakan Allah bagi mereka pada hal Allah telah menyediakan bagi orang yang tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin itu azab yang seperti itu di dalam neraka?

Sampai di sinilah pemandangan yang keras dan menakutkan ini. Barangkali dia datang dalam lukisannya yang menakutkan ini karena lingkungannya sangat kejam, bengis, dan keras kepala yang membutuhkan penampilan pemandangan-pemandangan yang keras ini supaya dapat mempengaruhinya, mengguncangkannya, dan menghidupkan hatinya. Lingkungan semacam ini banyak terdapat di kalangan jahiliah yang dilewati oleh manusia. Hal ini sebagaimana pada saat yang sama juga ditemukan lingkungan yang lemah lembut, sangat terpengaruh oleh peringatan ini, dan sangat responsif, karena hamparan bumi itu luas, dan distribusi kondisi dan kejiwaan itu berbeda-beda.

Al-Qur’ān berbicara kepada semua tingkatan dan semua jiwa dengan sesuatu yang dapat mempengaruhinya, dan dengan sesuatu yang akan disambutnya kalau mereka diseru kepadanya. Dan bumi sekarang ini, di beberapa penjurunya, memuat hati-hati manusia yang keras, watak yang kasar, dan karakter yang tidak dapat terpengaruh oleh apa pun kecuali kata-kata api neraka dan kobarannya seperti kalimat-kalimat Al-Qur’ān ini. Juga pemandangan-pemandangan dan gambaran-gambaran yang mengesankan seperti pemandangan dan lukisan yang mengesankan ini ….

Al-Qur’ān Bukan Syair dan Bukan Tenung

Di bawah bayang-bayang pemandangan yang keras dan berkobar-kobar berupa hukuman di dunia dan di akhirat, kehancuran alam semesta yang menyeluruh, jiwa yang transparan dan telanjang, serta kegembiraan yang membubung dan penyesalan yang memilukan…., datanglah ketetapan yang pasti tentang hakikat perkataan (Al-Qur’ān) yang dibawa Rasul yang mulia kepada mereka ini. Tetapi, mereka terima dengan ragu-ragu, dengan dipermainkan, dan didustakan.

فَلَا أُقْسِمُ بِمَا تُبْصِرُونَ. وَمَا لَا تُبْصِرُونَ. إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ. وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلاً مَا تُؤْمِنُونَ. وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ. تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ.

Maka, Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya Al-Qur’ān itu benar-benar wahyu Allah (yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al-Qur’ān itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.” (al-Ḥāqqah: 38-43)

Masalah ini sebetulnya tidak memerlukan sumpah, karena sudah demikian jelas, mantap, dan realistis. Tidak memerlukan sumpah karena dia adalah benar, bersumber dari Yang Mahabenar, bukan syair seorang pujangga, bukan tenung seorang tukang tenung, dan bukan pula hasil kebohongan seorang pembohong. Tidak! Tidak begitu! Maka, dia sama sekali tidak memerlukan penguatan dengan sumpah.

Maka, Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan apa yang tidak kamu lihat.” (al-Ḥāqqah: 38-39)

Dengan keagungan dan kebesaran ini, dan dengan keagungan perkara gaib yang tersembunyi, di samping yang tampak dan tersaksikan… Alam wujud itu sendiri jauh lebih besar dari apa yang dapat dilihat manusia, bahkan lebih besar dari apa yang tidak mereka lihat. Bagian alam yang dapat mereka lihat dan mereka capai itu hanyalah ujung-ujung kecil yang terbatas, yang mereka perlukan untuk memakmurkan dan mengelola bumi ini. Sedangkan, bumi itu sendiri secara keseluruhan tidak lain hanyalah sebutir debu yang hampir tak terlihat dan tak terasakan di dalam alam yang besar. Manusia tidak mampu melampaui apa yang diizinkan untuk mereka lihat dan mereka capai dari kerajaan yang terpampang ini. Juga urusan-urusannya, rahasia-rahasianya, dan undang-undangnya yang dibuat untuknya oleh Sang Pencipta alam semesta …

Maka, Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan denga napa yang tidak kamu lihat.

Isyarat semacam ini akan membukakan hati dan menyadarkan pikiran bahwa di sana (di balik jangkauan mata memandang, dan di balik batas-batas penglihatan manusia) terdapat segi-segi dan alam-alam serta rahasia-rahasia lain yang tidak dapat dilihat dan dijangkau oleh manusia. Dengan pengertian seperti ini, maka menjadi luaslah cakrawala pandang manusia terhadap alam dan hakikatnya. Sehingga, mereka tidak hidup dengan terpenjara oleh apa yang terlihat oleh kedua matanya dan tidak tertawan oleh pengetahuannya yang terbatas. Alam itu lebih luas dan hakikatnya lebih besar daripada persiapan dan perbekalan manusia dengan kemampuannya yang terbatas sesuai dengan tugasnya di alam ini. Dan, tugasnya di alam dunia adalah menjadi khalifah atau pengelola di bumi ini…. Akan tetapi, ia memiliki kemampuan untuk menjangkau sasaran dan ufuk yang lebih besar dan lebih tinggi pada saat ia meyakini bahwa pandangan mata dan pengetahuan indranya terbatas. Sedangkan, di balik apa yang dapat dicapai mata dan pengetahuannya … terdapat alam-alam dan hakikat-hakikat yang lebih besar dari apa yang dapat dicapainya. Pada waktu itu ia dapat mengungguli dan melebihi dirinya sendiri. Juga berhubungan dengan sumber-sumber pengetahuan yang menyeluruh yang melimpah pada hatinya dengan ilmu dan cahaya serta hubungan langsung dengan apa yang ada di balik tabir penutup ini!

Sesungguhnya orang-orang yang mengurung jiwanya di dalam batas-batas yang dapat dilihat oleh mata dan dicapai pikirannya dengan perangkat yang dimudahkan untuknya, adalah orang-orang miskin yang terpenjara oleh perasaannya dan pikirannya yang terbatas. Juga terkepung di dalam alam yang sempit padahal alam ini luas, dan kecil ketika dibandingkan dengan kerajaan yang besar itu.

Dalam masa yang berbeda-beda dari sejarah manusia, banyak atau sedikit orang yang memenjarakan jiwanya dengan tangannya dalam penjara perasaan yang terbatas, dan pada apa yang tampak di depan mata. Mereka menutup jendela-jendela makrifah dan cahaya bagi jiwanya, dan menutup hubungan dengan Allah Yang Mahabesar dan Mahabenar lewat iman dan perasaan. Mereka berusaha hendak menutup jendela-jendela ini buat orang-orang lain sesudah mereka menutupnya dengan tangan mereka buat diri mereka sendiri… Sekali waktu dengan nama jahiliah, dan sekali tempo dengan nama sekularisme. Keduanya adalah sama-sama merupakan penjara besar, penderitaan yang pahit, dan keterputusan dari sumber-sumber makrifah dan cahaya.

Catatan:

  1. 1). Silakan baca pasal “At-Tanāsuq-ul-Fanniy” dalam kitab at-Tashwīt-ul Fanniy fī-l-Qur’ān. Dan dapat pula Anda periksa pembahasan surah al-Ḥāqqah ini dalam kitab Masyāhid-ul-Qiyāmah fī-l-Qur’ān, terbitan Dār-usy-Syurūq.
  2. 2). Lihat Masyāhid-ul-Qiyāmah, surah al-Ḥāqqah, terbitan Dār-usy-Syurūq.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *