Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir Sayyid Quthb (3/6)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Kiamat, Peristiwa Mahadahsyat yang Menakutkan dan Mengerikan

Semua pemandangan yang besar dan menakutkan ini menjadi kecil bila dibandingkan dengan peristiwa menakutkan yang sangat dahsyat. Yaitu, peristiwa hari Kiamat yang didustakan oleh orang-orang yang mendustakannya. Padahal, mereka sudah menyaksikan puing-puing orang-orang terdahulu yang mendustakan hari Kiamat itu ….

Sesungguhnya ketakutan besar terhadap puing-puing kehancuran bangsa-bangsa terdahulu itu masih terbatas bila dibandingkan dengan ketakutan hari Kiamat yang tak terbatas, yang terjadi pada hari yang tersaksikan itu. Di sini, sesudah pendahuluan, disempurnakanlah penampilan hari Kiamat ini. Juga disingkapkanlah hal-hal yang sangat menakutkan itu, seakan-akan ia sebagai penyempurna terhadap pemandangan-pemandangan yang telah ditampilkan lebih dahulu.

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ. وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً. فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ. وَانشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ. وَالْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ.

Maka, apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka, pada hari itu terjadilah hari Kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. Malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arasy Tuhanmu di atas (kapala) mereka.” (al-Ḥāqqah: 13-17)

Kita percaya bahwa di sana ada tiupan sangkakala, dan sesudah itu akan terjadi berbagai macam peristiwa. Namun, kami tidak akan menambah perincian peristiwa-peristiwa itu, karena semua itu merupakan perkara gaib. Sebab, kita tidak mempunyai petunjuk tentang itu melainkan semacam nash-nash yang global ini, dan kita tidak memiliki sumber lain untuk merinci nash yang global ini. Sedangkan, memberikan perincian sendiri itu tidak akan menambah hikmah nash itu sama sekali. Kalau kita lakukan hanya akan menambah daftar kesia-siaan yang tak berujung melainkan semata-mata mengikuti dugaan yang pada dasarnya terlarang.

Apabila sangkakala ditiup dengan sekali tiup, maka diikutilah tiupan ini oleh gerakan yang sangat menakutkan.

Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.” (al-Ḥāqqah: 14)

Peristiwa diangkatnya bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur sehingga menjadi rata antara bagian atas dan bagian bawahnya, adalah suatu pemandangan yang menakutkan sekali. Bumi tempat manusia berkeliaran di celah- celahnya dengan aman tenteram, dan bumi sendiri berada di bawah manusia dengan mantap dan tenang. Gunung-gunung yang menjulang dan menancap kokoh yang keangkeran dan kekukuhannya sendiri sudah menakutkan manusia. Makhluk- makhluk seperti ini akan diangkat lalu dibentur-benturkan seperti bola di tangan anak kecil saja … Sungguh ini merupakan pemandangan yang menjadikan manusia merasa kerdil dan kecil berdampingan dengan qudrat yang berkuasa, pada hari yang besar itu …

Apabila hal ini terjadi, sangkakala ditiup dengan sekali tiup, bumi dan gunung-gunung diangkat lalu dibenturkan dengan sekali bentur, maka pada waktu itu terjadilah sesuatu yang dibicarakan oleh surah ini. “Maka pada hari itu terjadilah al-Wāqi’ah (sesuatu yang pasti terjadi, hari kiamat).” (al-Ḥāqqah: 15)

Al-Wāqi’ah” adalah salah satu nama hari kia-mat sebagaimana halnya al-Ḥāqqah dan al-Qāri’ah. Maka, hari kiamat disebut al-Wāqi’ah karena ia pasti terjadi, seakan-akan tabiatnya dan hakikatnya yang abadi kini menjadi kenyataan. Dan, ini adalah nama yang memiliki arahan dan maksud tertentu di dalam menghadapi peraguan dan pendustaan terhadapnya!

Pemandangan yang menakutkan dan menyeramkan ini tidak hanya terbatas pada diangkatnya bumi dan gunung-gunung lalu dibenturkan antara keduanya saja. Tetapi, langit pun pada hari itu tidak lepas dari peristiwanya yang menakutkan.

Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.” (al-Ḥāqqah: 16)

Kita tidak tahu bagaimana kondisi langit yang dimaksudkan dengan lafal yang disebutkan dalam al-Qur’ān ini. Tetapi, nash ini dan nash-nash lainnya mengisyaratkan kepada peristiwa-peristiwa alam pada hari itu yang sangat besar. Semuanya mengisyaratkan terlepaslah segala ikatan alam yang terlihat ini dan rusaknya ikatan-ikatan dan hubungan-hubungannya yang menjalinnya dalam keteraturan yang indah dan cermat selama ini, dan terurailah bagian-bagiannya setelah lepas dari ikatan peraturan semesta….

Barangkali merupakan suatu kebetulan yang aneh di mana para ahli ilmu falak kini dapat menginformasikan sedikit tentang sesuatu yang mirip dengan masa kondisi berakhirnya alam ini. Hal itu mereka gali dari penelitian ilmiah murni dan sedikit pengetahuan yang mereka miliki tentang tabiat alam semesta beserta ceritanya sebagaimana yang mereka tentukan.

Akan tetapi, kita hampir menyaksikan pemandangan-pemandangan yang menakutkan ini dari celah-celah nash al-Qur’ān yang bersifat pasti, yang merupakan nash-nash global yang memberikan kesan tentang sesuatu yang bersifat umum. Kita berhenti pada isyarat nash-nash ini, karena bagi kita nash-nash ini merupakan informasi satu-satunya yang akurat mengenai urusan ini. Pasalnya, ia bersumber dari Pemilik urusan ini sendiri, Yang menciptakannya, dan Yang mengetahui apa yang diciptakan-Nya itu dengan ‘ilm-ul-yaqīn.

Kita hampir-hampir menyaksikan bumi yang memuat gunung-gunung yang kukuh dan besar bila dibandingkan dengan diri kita ini… seakan-akan sesuatu yang kecil dibandingkan dengan alam semesta ini. Lalu, bumi dibenturkan sekali bentur.

Kita hampir-hampir menyaksikan langit yang terpecah-belah dan lemah sedang bintang-bintang berpelantingan ke sana-sini…. Semua itu tampak dari celah-celah nash al-Qur’ān yang hidup, yang menampilkan sosok pemandangan dengan segala kekuatannya seakan-akan peristiwa itu sedang terjadi di hadapan mata…

Kemudian pemandangan itu digenangi dan diliputi keagungan. Maka, menjadi redalah gemuruh yang memenuhi perasaan karena tiupan sangkakala dan benturan bumi dengan gunung-gunung serta terbelahnya langit dan berpelantingannya bintang-bintang. Semuanya menjadi reda, dan dalam pemandangan ini tampaklah Arasy Tuhan Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.

Malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (al-Ḥāqqah: 17)

Para malaikat berada di penjuru-penjuru dan ujung-ujung langit yang terpecah-belah itu, dan ‘Arasy di atas mereka dipikul oleh delapan malaikat … delapan orang malaikat atau delapan baris malaikat, atau delapan tingkatan malaikat, atau delapan apa lagi yang cuma Allah yang mengetahuinya. Kita tidak mengetahui siapa mereka itu dan bagai mana mereka itu, sebagaimana kita tidak tahu apakah Arasy itu? Juga kita tidak tahu bagaimana cara memikul Arasy.

Kita simpulkan saja semua perkara gaib yang kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya, dan Allah tidak menugasi kita untuk mengetahuinya kecuali apa yang diceritakan-Nya kepada kita. Kita simpulkan dari perkara-perkara gaib ini kepada bayang-bayangnya yang besar yang dilepaskannya di tempat perhentian ini, dan inilah yang kita dituntut untuk kita rasakan dengan hati nurani kita. Dan, ini pulalah maksud disebutkannya peristiwa- peristiwa ini supaya hati manusia merasakan keagungan, ketakutan, dan kekhusyuan, pada hari yang besar itu, di tempat perhentian yang agung.

يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنكُمْ خَافِيَةٌ.

Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (al-Ḥāqqah: 18)

Semuanya terbuka, terbuka fisiknya, terbuka jiwanya, terbuka hatinya, terbuka amalnya, dan terbuka akibatnya dan tempat kembalinya. Runtuhlah semua penutup yang dipergunakan untuk menutup rahasia-rahasia. Ditelanjangilah jiwa sebagaimana telanjangnya fisik, dan tampaklah segala yang rahasia sebagaimana tampaknya segala yang tersaksikan…. Manusia lepas dari kehati-hatiannya, lepas dari tipu dayanya, lepas dari rencananya, dan lepas dari perasaannya. Maka, terbukalah apa yang selama ini ia sangat antusias menutupinya, hingga terhadap dirinya sendiri, karena dia malu dilihat orang lain, karena dia merasa hina diketahui mata orang banyak! Akan tetapi mata Allah, segala sesuatu yang tersembunyi terbuka baginya setiap waktu. Namun, barangkali manusia tidak menyadari betul hal ini, karena dia tertipu dengan ketertutupan bumi.

Nah, sekarang dia merasakannya ketika dia seorang diri di hari kiamat. Segala sesuatu yang ada di alam ini tampak jelas. Bumi dibenturkan dan diratakan, dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di baliknya, baik yang biasa tersembunyi mau pun yang biasa tampak. Langit terbelah dengan kondisinya yang lemah, dengan tidak ada sesuatu pun yang tertutup di belakangnya, fisik telanjang dengan tidak tertutup oleh sesuatu pun, dan jiwa pun terbuka secara transparan tanpa ada yang tertutup dan tidak ada yang rahasia lagi!

Ingatlah, sesungguhnya ini adalah urusan yang amat kritis, lebih kritis daripada dibenturkannya bumi dengan gunung, dan lebih seru daripada terbelahnya langit. Dan, lebih dari itu manusia telanjang fisiknya, telanjang jiwanya, telanjang perasaannya, telanjang sejarahnya, dan telanjangnya amalnya yang selama ini terbuka ataupun tertutup, di depan kumpulan sesuatu yang menakutkan dari makhluk Allah, manusia, jin, dan malaikat. Juga di bawah keagungan Allah dan ‘Arasy-Nya yang tinggi di atas semuanya…

Tabiat manusia itu sungguh ruwet. Di dalam jiwanya terdapat keinginan-keinginan dan terdapat pintu-pintu yang bermacam-macam. Jiwanya menyambutnya dan menyelinap dengan segala perasaannya, kemauan-kemauannya, kesenangannya, getarannya, rahasianya, dan kekhususan-kekhususannya.

Manusia melakukan sesuatu melebihi apa yang diperbuat oleh siput yang lunak yang memanggil-manggil ketika menghadapi tusukan jarum, lalu ia melipat tubuhnya dengan cepat, dan mengerut di dalam rumahnya, atau menggantungkan jiwanya secara total. Dan, manusia melakukan sesuatu yang melebihi ini ketika ia merasa ada mata yang memandangnya dan menyingkap apa yang disembunyikannya, dan kerlingan pandangan mengenai jalannya yang samar atau tikingan yang misterius. Dia merasakan kekuasaan yang kokoh terhadap penderitaan yang menembus ketika seseorang melihatnya dalam kesendiriannya yang penuh perasaan.

Nah, bagaimana dengan makhluk (manusia) yang dalam keadaan telanjang, benar-benar telanjang (telanjang fisiknya, hatinya, perasaannya, niatnya, dan nuraninya)? Telanjang dari semua penutup… telanjang dan telanjang… Bagaimanakah perasaannya dalam keadaan yang seperti itu di bawah ‘Arasy Tuhan Yang Mahaperkasa, di depan kumpulan khalayak ramai dengan tanpa penutup?!

Ingatlah, ini adalah perkara yang sangat pahit, lebih pahit dari semua urusan!!!

Penerimaan Rapot Amal dan Implikasinya

Sesudah itu dibentangkanlah pemandangan mengenai orang-orang yang selamat dan orang-orang yang disiksa, seakan-akan pemandangan ini hadir di depan mata ….

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوا كِتَابِيهْ. إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيهْ. فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ. فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ. كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئاً بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ.

Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, ‘Ambillah, bacalah kitabku (ini). Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku.’ Maka, orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai. Dalam surga yang tinggi. Buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makan dan minum- lah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.’” (al-Ḥāqqah: 19:24)

Penerimaan kitab (rapot) dengan tangan kanan, tangan kiri, atau sambil membelakangi itu boleh jadi dalam arti kata yang sebenarnya. Namun, boleh jadi itu sebagai ungkapan bahasa yang berlaku dalam istilah bahasa Arab di mana mereka mengungkapkan segi kebaikan dengan kanan dan segi keburukan dengan kiri atau dari belakang… Baik dalam arti hakiki maupun kiasan, namun kandungan petunjuknya hanya satu, dan ini tidak perlu diperdebatkan di hadapan urusan yang demikian besar!

Pemandangan yang dibentangkan adalah pemandangan tentang orang yang selamat pada hari yang amat terik itu. Ia berjalan dengan penuh kegembiraan, di antara orang-orang yang sedang berhimpun berjejal-jejal. Kegembiraan meliputi seluruh organ tubuhnya hingga mencuat ke mulutnya seraya berteriak, “Ambillah, bacalah kitabku (ini)!” Kemudian dengan terus terang dia mengatakan bahwa dia tidak mengira bahwa dirinya akan selamat. Bahkan, dia mengira akan diuji dengan hisab, padahal “barang siapa yang diuji (dites) dengan hisab, maka dia sudah diazab” sebagaimana disebutkan dalam atsar.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari ‘Ā’isyah r.a. dia bahwa Rasulullah bersabda,

(مَنْ نُوْقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ. فَقُلْتُ : أَلَيْسَ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى” : فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا . وَ يَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوْرًا ؟ “فَقَالَ : إِنَّمَا ذَلِكَ الْعَرْضُ وَ لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلاَّ هَلَكَ)

Barang siapa yang diuji (dites) dengan hisab, maka dia telah disiksa.” Lalu ‘Ā’isyah bertanya, “Bukankah Allah berfirman, “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira?”” Beliau menjawab, “Sesungguhnya itu adalah pada waktu dihadapkan, dan tidak ada seorang pun yang dihisab pada hari Kiamat melainkan dia binasa.”

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Basyar bin Mathar al-Wasithi, dari Yazin bin Harun, dari Ashim, dari al-Ahwal, dari Abu Utsman bahwa dia berkata, “Orang mukmin diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya secara rahasia dari Allah, lalu dia membaca kejelekan-kejelekannya. Maka, Ketika dia membaca satu kejelekan, berubahlah warnanya. Sehingga, dia melewati kebaikan-kebaikanyna, lantas dia membacanya, kemudian kembalilah warnanya sebagaimana semula. Kemudian dia melihatnya lagi, tiba-tianya kejelekan-kejelekannya sudah diganti dengan kebaikan-kebaikan. Maka, pada waktu itu dia berkata, “Abillah, bacalah kitabku ini!””

Maka, orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi. Buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan), “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.”” (al-Ḥāqqah: 21:24)

Warna kenikmatan ini, beserta jenis penghormatan ini di mana mereka dapat Kembali kepada keluargaya (sesama mukmin) dan dikatakan kepadanya, “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”, … melebihi jenis kenikmatan yang dapat dicapai oleh pemahaman orang-orang yang diajak bicara oleh al-Qur’ān pada masa-masa awal hubungannya dengan Allah. Yakni, sebelum perasaannya mengalami peningkatan hingga melihat kedekatan kepada Allah itu lebih menyenangkan dari segala macam nikmat apa pun. Lebih dari itu, Dia selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang banyak jumlahnya sepanjang masa. Kenikmatan selai ini banyak selai dan bermacam-macam….

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *