Surah al-Haqqah 69 – Tafsir Khuluqun ‘Azhim (7/7)

Tafsir Khuluqun ‘Azhim
Budi Pekerti Agung

Oleh: Prof. M. Dr. Yunan Yusuf
 
Diterbitkan oleh: Penerbit Lentera Hati.
 
Tafsir JUZ TABARAK
Khuluqun ‘Azhīm

(BUDI PEKERTI AGUNG)

Rangkaian Pos: Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir Khuluqun 'Azhim

9. Nabi Muḥammad Tidak Mengada-ada tentang al-Qur’ān.

وَ لَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيْلِ. لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِيْنِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِيْنَ. فَمَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِيْنَ.

69: 44. Seandainya dia (Muḥammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami.
69: 45. Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
69: 46. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.
69: 47. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami).

 

AYAT 44

وَ لَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيْلِ.

Seandainya dia (Muḥammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami.

Untaian ayat-ayat yang lalu menegaskan bahwa al-Qur’ān itu bukan perkataan penyair, juga bukan perkataan tukang tenung, tetapi perkataan Allah s.w.t. Nabi Muḥammad menyampaikannya kepada umat manusia hanya berfungsi sebagai penyampai saja. Beliau tidak menambah dan tidak mengurangi apa yang disampaikan itu. Sebab bila Nabi Muḥammad menambah dan mengurangi ayat-ayat al-Qur’ān tersebut, maka Allah akan memberikan sanksi kepada beliau.

Inilah yang ditegaskan oleh Allah dalam firman berikut: Seandainya dia (Muḥammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami. Andaikata Nabi Muḥammad membuat-buat sendiri ayat-ayat al-Qur’ān atau mengada-adakan sendiri firman Allah, lalu menyatakan bahwa itu adalah wahyu dari Allah, itu adalah sebuah kebohongan publik. Bayangkan apa yang akan terjadi bila berita tentang al-Qur’ān itu adalah kebohongan. Alangkah canggihnya kebohongan itu. Sudah berlalu berabad-abad, kebohongan tidak terbongkar.

Oleh sebab itu, ayat ini adalah sebuah pengandaian yang sebenarnya tidak akan terjadi dan tidak pernah terjadi. Sebab sebagai seorang ummi mustahil Nabi Muḥammad menyusun dan merangkai ayat-ayat yang begitu sempurna dan pada kandungannya, yang tidak mungkin diciptakan oleh manusia. Al-Qur’ān menantang manusia yang tidak mau percaya untuk membuat seperti al-Qur’ān. Tantangan itu berlaku sepanjang zaman, sampai Hari Kiamat. Namun tidak ada seorang pun manusia yang mampu menandinginya.

 

AYAT 45

لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِيْنِ.

Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.

Bila itu yang terjadi, bahwa Nabi Muḥammad mengada-ada tentang ayat-ayat al-Qur’ān tersebut, maka Allah Sendiri yang akan memberikan sanksi. Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Tangan kanan adalah simbol kekuatan bila dibandingkan dengan tangan kiri. Maka bila dikatakan dipegang dengan tangan kanan, berarti pegangannya adalah pegangan yang kuat, beda dengan pegangan dengan tangan kiri yang tidak begitu kuat.

Pemahaman inilah yang hendak digambarkan oleh ayat ini, ya‘ni sanksi yang akan dijatuhkan kepada Nabi Muḥammad s.a.w. bila beliau mengada-ada dalam menyampaikan ayat-ayat al-Qur’ān. Kalau orang biasa yang mengada-ada atau melakukan kesalahan, patut mendapat sanksi. Apalagi seorang Nabi melakukan kesalahan yang sebenarnya menjadi panutan. Dia adalah manusia yang sengaja dipilih oleh Allah s.w.t. sebagai utusan-Nya, seharusnya tidak boleh berbuat salah dan berbohong.

Jangankan membuat-buat ataupun mengada-ada, mengurangi satu kata saja atau menambah satu kata dari apa yang beliau terima dari malaikat Jibrīl, tidaklah dibenarkan. Sebab bila terjadi pengurangan atau penambahan itu, berarti Nabi Muḥammad tidak amanah lagi. Bila beliau tidak amanah berarti beliau tidak dapat dipercaya sebagai seorang nabi dan rasūl. Untuk itu beliau akan dipegang dengan sangat kuat sebagaimana seseorang ditangkap karena berbuat kesalahan dan kebohongan.

 

AYAT 46

ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِيْنَ.

Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.

Setelah ditangkap dan dipegang dengan kuat, kemudian akan dipotong urat jantungnya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Hukuman yang sangat keras dan juga mengerikan akan dijatuhkan kepada Nabi Muḥammad bila beliau membuat-buat ayat-ayat al-Qur’ān. Hukuman itu adalah memotong urat jantungnya. Memotong urat jantung akan berakibat kematian seseorang. Oleh sebab itu, tidak berlebihan bila dikatakan bila Nabi Muḥammad benar-benar melakukan perbuatan mengada-ada terhadap ayat-ayat suci al-Qur’ān, maka beliau akan dihukum mati.

Secara logika, bila Nabi Muḥammad benar melakukan perbuatan yang tidak jujur, dengan cara membuat-buat dan mengarang sendiri ayat-ayat al-Qur’ān, maka Allah pasti sudah membinasakannya. Karena Allah sudah mengumumkan sanksi hukuman mati tersebut bagi Nabi Muḥammad. Tetapi hukuman itu tidak pernah terjadi baik di dunia, juga di akhirat kelak, karena beliau sudah dijamin oleh Allah sebagai pribadi yang ma‘shūm (terpelihara dari dosa).

Bila Nabi Muḥammad sudah dihukum mati berarti ayat-ayat al-Qur’ān pun berhenti diinformasikan. Tetapi ayat-ayat al-Qur’ān tetap diturunkan oleh Allah dan turun secara sempurna sampai ke ayat terakhir. Ini berarti secara logikal Nabi Muḥammad tidak mengada-ada terhadap ayat-ayat suci al-Qur’ān tersebut. Beliau tidak mengarang-ngarang sendiri tentang ayat-ayat yang beliau terima. Ini adalah bukti dengan “pembuktian terbalik” dari kebenaran wahyu al-Qur’ān.

 

AYAT 47

فَمَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِيْنَ.

Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami).

Kalau Allah sudah berkehendak untuk memotong urat jantung Nabi Muḥammad tersebut, maka tidak ada seorang pun yang mampu menghalanginya. Inilah yang ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya pada ayat ini. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. Siapakah yang mampu menghalangi kehendak dan kekuasaan Allah? Allah adalah eksistensi Maha Berkehendak dan Maha Berkuasa. Kehendak dan Kekuasaan-Nya itu adalah mutlak. Tidak ada eksistensi mana pun yang menghalangi Allah untuk menghentikan kehendak dan kekuasaan itu.

Di dalam pemikiran Kalām terdapat dua aliran yang berbicara tentang kehendak dan kekuasaan mutlak Allah ini. Aliran Kalam Tradisional yang diwakili oleh aliran Asy‘ariyyah dan Māturīdiyyah Bukhārā berpandangan bahwa kehendak dan kekuasaan mutlak Allah itu harus berlaku semutlak-mutlaknya. Sebab bila kehendak dan kekuasaan itu tidak berlaku semutlak-mutlaknya, maka berarti Allah mempunyai sifat lemah (al-‘ajzu) dan itu adalah mustahil bagi Allah.

Sebaliknya Aliran Kalām Rasional yang diwakili oleh Mu‘tazilah dan Māturīdiyyah Samarkand berpandangan bahwa kehendak dan kekuasaan Allah tidak berlaku semutlak-mutlaknya. Sebab Allah Sendiri yang membatasi kemutlakan tersebut dengan adanya janji Allah, kebebasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia dan adanya hukum alam yang tidak berubah-ubah. Jadi keterbatasan tidak dilakukan oleh eksistensi di luar Allah, tetapi Allah Sendirilah yang membatasi untuk Diri-Nya.

10. Al-Qur’ān Menjadi Petunjuk Agar Manusia Bertaqwa.

وَ إِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ. وَ إِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُّكَذِّبِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَحَسْرَةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِيْنِ. فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ.

69: 48. Dan sesungguhnya al-Qur‘ān itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.
69: 49. Dan sesungguhnya Kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan (nya).
69: 50. Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat).
69: 51. Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar kebenaran yang diyakini.
69: 52. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang Maha Besar.

 

AYAT 48

وَ إِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ.

Dan sesungguhnya al-Qur‘ān itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.

Semua tuduhan terhadap al-Qur’ān telah dijawab dengan tuntas. Semua hujatan terhadap Nabi Muḥammad sebagai orang yang mengada-ada tentang al-Qur’ān, telah dipatahkan dengan argumentasi yang sangat kokoh dan kuat. Itulah komunikasi efektif yang dilakukan oleh al-Qur’ān terhadap orang-orang yang menentangnya. Komunikasi yang secara ungkapan bahasa Indonesia dikatakan “berkata sekali sudah”. Komunikasi yang menghentikan semua kerancuan berpikir orang-orang yang pendek pikirannya.

Sekarang al-Qur’ān datang dengan komunikasi persuasif terhadap orang-orang yang mau menerimanya. Dan sesungguhnya al-Qur‘ān itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. Ya‘ni orang-orang yang mau mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Tidak mungkin seseorang mendapatkan sebanyak-banyak manfaat dari al-Qur’ān, sementara dia tidak percaya kepada al-Qur’ān. Oleh sebab itu, hanya orang-orang yang bertaqwalah yang memperoleh sebesar-besar manfaat tersebut.

Dengan membaca, memahami, dan mengamalkan al-Qur’ān, maka kehidupan akan menjadi lebih sempurna. Sebab al-Qur’ān merupakan pedoman bagi setiap pribadi dan undang-undang bagi seluruh masyarakat. Memang ia merupakan pedoman praktis yang menjamin dasar yang mengarah bagi kehidupan pribadi, hubungannya dengan Tuhannya, hubungannya dengan alam dan kehidupan sekitarnya, hubungannya dengan dirinya, hubungannya dengan keluarga, tetangga dan masyarakatnya, hubungannya dengan kaum Muslim, hubungannya dengan kaum non-Muslim, baik yang berdamai maupun yang memeranginya. Hubungannya dengan Allah dalam bentuk menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan lain-Nya. (71) Kesempurnaan hidup di dunia akan melahirkan kebahagiaan hidup di akhirat dengan beroleh keni‘matan yang berlimpah-ruah tiada tara.

 

AYAT 49

وَ إِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُّكَذِّبِيْنَ.

Dan sesungguhnya Kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan (nya).

Begitu terang-benderangnya petunjuk al-Qur’ān dan begitu kokohnya argumen tentang kebenaran al-Qur’ān, namun selalu saja ada orang yang mendustakannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan (nya). Tentang apa yang membuat para pendusta al-Qur’ān ini mendustakannya, sesungguhnya diketahui oleh Allah s.w.t.

Bukan saja mengetahui esensi hujatan dan kritikan terhadap kandungan al-Qur’ān, tetapi juga mengetahui apa yang tersimpan dalam hati mereka, yang tidak mereka nyatakan secara terbuka. Ya‘ni ketakutan akan kehilangan kedudukan sosial, politik, dan keagamaan. Di masa Jāhiliyyah banyak orang-orang yang menolak al-Qur’ān dengan alasan takut kehilangan kedudukan dan kehormatan di tengah kaumnya. Walīd ibn-ul-Mughīrah dan Abū Jahal adalah tipikal orang-orang seperti itu. Mereka menolak kebenaran al-Qur’ān karena mereka takut kehilangan kekuasaan dan kehilangan wibawa dari kaum musyrik Quraisy.

Kondisi ketakutan seperti itu bukan saja muncul pada masa Nabi Muḥammad s.a.w. di awal turunnya wahyu Allah ini. Ketakutan itu juga muncul sampai ke zaman informasi sekarang ini. Mereka yang ketakutan, melakukan upacara pembakaran al-Qur’ān, sebagai simbol kedustaan terhadap al-Qur’ān.

 

AYAT 50

وَ إِنَّهُ لَحَسْرَةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ.

Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat).

Tak pelak lagi, dengan membaca, memahami, dan mengamalkan al-Qur’ān dalam kehidupan dunia, pasti akan beroleh kesejahteraan hidup di akhirat kelak. Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat). Sebaliknya, bila tidak membaca, memahami, dan tidak mengamalkan al-Qur’ān di dunia, maka akan beroleh kehidupan celaka di akhirat kelak. Mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jaḥīm dengan api yang menyala-nyala.

Inilah suatu penyesalan yang sebesar-besarnya. Ya‘ni penyesalan yang tidak dapat diperbandingkan dengan penyesalan mana pun. Kenapa dahulu dalam kehidupan dunia mereka tidak mau menerima al-Qur’ān sebagai tuntunan hidup. Mereka mengambil ajaran lain sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan, dengan mengenyampingkan sama sekali ajaran-ajaran al-Qur’ān. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, tidak dapat diulang kembali. Adalah mustahil mengembalikan manusia ke dunia, karena kehidupan dunia sudah berakhir, tidak bisa diulang kembali.

Informasi al-Qur’ān yang telah mereka dustakan tidak memberi manfaat bagi mereka sedikit pun. Tuntunan dan pedoman hidup yang disodorkan oleh al-Qur’ān kepada mereka, dilecehkan dan disingkirkan dengan congkak dan kesombongan. Mereka mengganggap bahwa ayat-ayat al-Qur’ān tidak memberikan apa-apa bagi kehidupan mereka. Al-Qur’ān hanyalah berisi dongeng-dongeng masa lampau yang tidak ada artinya sama sekali.

 

AYAT 51

وَ إِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِيْنِ.

Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar kebenaran yang diyakini.

Tak dapat disangkal lagi, walaupun al-Qur’ān itu didustakan oleh orang-orang yang ketakutan kehilangan kedudukan sosial, politik, dan keagamaan, namun al-Qur’ān tetap kebenaran yang diyakini. Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar kebenaran yang diyakini. Diyakini oleh orang-orang yang beriman, yang dengan petunjuk dan pedoman al-Qur’ān itu mereka melakukan ‘amal-‘amal kebajikan dan menghindari berbuat kerusakan di muka bumi.

Kebenaran al-Qur’ān itu adalah kebenaran yang sempurna. Sebab al-Qur’ān berasal dari Allah s.w.t. sumber Yang Maha Benar dan Maha Sempurna. Tidak ada keraguan sedikit pun di dalam al-Qur’ān itu dan dia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Firman Allah dalam surah al-Baqarah [2]: 2:

ذلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيْهِ، هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ.

Kitāb (al-Qur’ān) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”

Ketaqwaan memang dimulai dari iman kepada Allah, sebagai sumber nilai yang bersifat absolut. Kemudian dimanifestasikan dengan keislaman dalam sikap penyerahan diri dan ketundukan secara total kepada Allah. Akhirnya dengan meng‘amalkan seluruh yang disuruh dan menghentikan seluruh yang dilarang, maka seseorang akan mencapai derajat ketaqwaan dengan kemampuan memelihara diri dari perbuatan-perbuatan tercela di dunia serta memelihara diri dari hukuman Allah di akhirat.

 

AYAT 52

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ.

Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang Maha Besar.

Karena seluruh tuduhan dan hujatan kepada al-Qur’ān sudah dijawab, pelecehan dan penghinaan terhadap Nabi Muḥammad sudah dihentikan, orang-orang yang mendustakan al-Qur’ān sudah dibungkam dengan argumen rasional, maka terpancarlah cahaya al-Qur’ān dengan terang-benderang di hadapan umat manusia. Bersinarlah kecemerlangan wahyu Allah. Oleh sebab itu, bergembiralah dengan bertasbih kepada Allah, bukan dengan pesta pora dan huru-hara. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang Maha Besar. Menyucikan Allah dari segala sesuatu yang diperserikatkan dengan-Nya. Karena Allah sudah menegaskan bahwa laisa kamitslihi syai’un (tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya).

Dialah Allah, eksistensi Yang Maha Esa, yang tiada Tuhan melainkan Dia, Dzāt Yang Maha Suci. Segala yang maujud, baik yang ada di langit, maupun yang ada di bumi, bertasbih kepada-Nya. Oleh sebab itu, bertasbihlah dengan menyebut asma’ Allah Yang Maha Agung. Karena dengan menyucikan-Nya, jiwa akan menjadi suci dan merdeka, tidak terbelenggu oleh sesuatu yang menguasai jiwa. Hakikat bertasbih itu terkandung dalam asmā’ al-Quddūs, salah satu al-asmā’-ul-ḥusnā, yang mengandung ma‘na bahwa Dia Maha Suci dari segala sifat yang dapat dijangkau indra, dikhayalkan oleh imajinasi, diduga oleh waham, atau yang terlintas dalam nurani dan pikiran.

Dengan menundukkan kepala dan menyerahkan diri secara total kepada Allah, segala yang bersifat alam menjadi kecil belaka. Harus terbuhul dalam tekad setiap Mu’min bahwa Allah saja eksistensi Yang Maha Besar, segala eksistensi di luar Allah tidak punya arti apa-apa. Manusia yang merdeka dari seluruh makhluq ciptaan Allah, tetapi terbelenggu hanya dalam kecintaan terhadap Allah Sang Pencipta, adalah hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya.

 

  1. Natījah.
  2. Mengerikan, menakutkan, benar, dan pasti! Itulah kesan yang hendak dimunculkan oleh surah al-Ḥāqqah, sebagai peringatan agar manusia mempergunakan pertimbangan akal sehatnya serta hati nuraninya untuk mempercayai kepastian datangnya Hari Kiamat. Hari di mana akan terjadi kehancuran total alam semesta dan sesudah itu manusia akan dibangkitkan untuk mempertanggungjawabkan segala ‘amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia.
  3. Telah banyak bangsa dan para tokoh mendustakan Hari Kiamat di‘adzab oleh Allah. Karena mendustakan Hari Kiamat tersebut mereka tidak menyadari bahwa kelak akan dibangkitkan, sehingga mereka melakukan kerusakan di bumi, seperti kaum Tsamūd dan ‘Ād, penguasa zhalim Fir‘aun, kaum Nabi Nūḥ, dan kaum Nabi Lūth, yang telah mengalami kebinasaan serta punah dari sejarah.
  4. Ketika sangkakala sudah ditiup sebagai awal dari Hari Kiamat, bumi dan gunung diangkat tinggi, lalu dibenturkan satu sama lain, sehingga hancur berantakan. Langit pun kemudian terbelah dan planet-planet tidak berada lagi pada posisinya, terlempar jauh dari orbitnya dan saling bertabrakan, sehingga terjadi kehancuran total alam semesta.
  5. Sesudah kehancuran total tersebut manusia kemudian dibangkitkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ada orang-orang yang menerima catatan rekam jejak dari sebelah kanan, pertanda orang-orang yang ber‘amal shalih di dunia. Mereka diberi keni‘matan surga dengan berbagai anugerah yang terdapat di dalamnya. Ada orang-orang yang menerima catatan rekam jejak dari sebelah kiri, sebagai pertanda orang-orang pendusta Hari Kiamat. Mereka diberi sanksi ‘adzab neraka Jaḥīm dengan api yang bernyala.
  6. Al-Qur’ān adalah kitab suci yang mengandung kebenaran dan ia benar-benar wahyu dari Allah Yang Maha Benar. Ia diturunkan oleh Allah melalui perantara malaikat Jibrīl yang ditujukan kepada manusia pilihan Nabi Muḥammad s.a.w. Nabi Muḥammad s.a.w. tidak mengada-ada tentang al-Qur’ān. Beliau hanya berfungsi sebagai penerima yang tidak boleh menambah dan juga mengurangi apa yang beliau terima dari malaikat Jibrīl.
  7. Tidak ada keraguan sedikit pun tentang apa yang terkandung di dalam al-Qur’ān itu dan dia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Derajat ketaqwaan akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk memelihara diri dari perbuatan-perbuatan tercela di dunia serta ketaqwaan itu pula yang juga memelihara diri dari sanksi yang dijatuhkan Allah di akhirat. Ketaqwaan menjadi batu ujian tentang apakah seseorang mulia di hadapan Allah atau tidak.

Ya Allah, peliharalah kesadaran jiwa kami akan keyakinan Hari Kiamat dan lembutkanlah selalu hati kami untuk membaca, memahami, dan meng‘amalkan hidayah dan tuntunan yang terkandung di dalam wahyu-Mu. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab suci-Mu, al-Qur’ān. Bukakanlah kepada kami yang benar itu memang benar dan beri kami kekuatan untuk meng‘amalkannya. Bukakan juga kepada kami yang salah itu memang salah dan beri kami kekuatan untuk menghindarinya dan melenyapkannya. Wa Allāhu A‘lam.

Catatan:

  1. 7). Yusuf Qaradhawi, Kaifa Nata‘amal ma‘a al-Qur’ān al-‘Azhīm, terj. ‘Abdul-Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, Rajab 1420 H/Oktober 1999 M), hal. 596.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *