فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ فَيَقُوْلُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ. إِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنِّيْ مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ. فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ. فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ. كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ.
69: 19. Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”.
69: 20. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku.
69: 21. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai.
69: 22. Dalam surga yang tinggi.
69: 23. Buah-buahannya dekat,
69: 24. (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan ‘amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.
AYAT 19
فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ فَيَقُوْلُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ.
“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”.”
Di padang Maḥsyar, di hadapan Allah, Hakim Yang Maha ‘Adil, dihadapkan orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang menyesal. Adapun orang-orang yang bahagia, ya‘ni orang-orang yang diberikan kepadanya kitab catatan ‘amal-nya dari sebelah kanannya, maka dia dengan penuh perasaan gembira dan bahagia dia berkata kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: “Ambillah kitab rekaman ‘amalku in. dan bacalah kitab laporan perjalanan-ku (ini)”.
Dalam kehidupan sehari-hari di dunia, sebelah kanan adalah pertanda baik, sedangkan sebelah kiri adalah pertanda buruk. Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya. Mereka adalah orang-orang yang mengalami keselamatan dan kebahagian. Karena mereka di dunia melakukan ‘amal shalih dan ‘amal-‘amal kebajikan. Mereka melalukan itu karena mereka sangat percaya terhadap Hari Kiamat. Mereka yakin betul bahwa apa yang ditemui saat Hari Kiamat itu pasti terjadi.
Maka dengan penuh kegembiraan dan perasaan bahagia mereka memperlihatkan hasil ‘amalan itu kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Dapat dibayangkan setelah suasana mencekam dengan kehancuran total alam semesta, kemudian dihadapkan secara kolosal di padang Mahsyar membuat hati menjadi kecut. Belum tahu apa yang akan diperoleh sebagai imbalan. Kondisi orang-orang selamat dan orang-orang binasa, sebelum dibukakan rekaman ‘amal itu sama saja. Tetapi sudah dilihat apa yang terekam, maka melonjaklah kegembiraan orang-orang yang menerima rekaman dari sebelah kanan. Karena itu adalah pertanda kebahagiaan.
AYAT 20
إِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنِّيْ مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ.
“Sesungguhnya aku menduga, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku.”
Kenapa mereka bahagia, melonjak keriangan, dan memperlihatkan kitab rekaman ‘amal mereka kepada orang-orang yang ada di sekitar? Sesungguhnya aku menduga, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Sejak di dunia mereka sudah menduga dan meyakini bahwa kelak kelak mereka akan menghadapi situasi ini. Mereka sudah sangat percaya bahwa anugerah apa yang akan mereka terima karena sudah berbuat ‘amal selama hidup di dunia.
Mereka yakin dan percaya bahwa Allah Memang Maha ‘Adil dan Maha Bijaksana. Keadilan-Nya mengatasi keadilan yang pernah mereka saksikan di dunia. Tidak ada yang terzhalimi dalam keadilan Allah tersebut. Betapapun kecilnya ‘amal shalih yang dilakukan pasti tercatat dengan rapi, sebagaimana firman Allah dalam surah az-Zalzalah [99]: 7-8:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَ مَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.”
Tidak ada yang terlewat sedikit pun dari perbuatan itu. Sekecil apa pun kejahatan pasti akan dibalas, sebagaimana juga sekecil apa pun kebaikan pasti akan diberi balasan juga. Itulah yang mereka duga dengan kuat ketika mereka hidup di dunia.
AYAT 21
فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ.
“Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai.”
Gambaran yang dibayangkan sebagai balasan ketika hidup di dunia itu selalu ber‘amal shalih, adalah pertanda dari kehidupan yang diridhai. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai. Al-Qur’ān memberi istilah kehidupan yang diridhai adalah ‘īsyatun rādhiyah. Inilah dambaan setiap orang yang beriman. Keridhaan Allah inilah yang menjadi cita-cita terakhir dari orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya serta selalu ber‘amal shalih.
Kehidupan diridhai ini adalah dampak dari kepercayaan terhadap Hari Kiamat. Dengan mempercayai Hari Kiamat, maka seseorang akan berhati-hati menjalani kehidupan di dunia yang fanā’. Dalam pandangan Islam hidup itu baik dan berharga, tetapi ia harus diisi dengan nilai-nilai yang baik dan juga berharga pula. Pandangan itu didasarkan pada pesan al-Qur’ān, bahwa apa saja yang diciptakan oleh Allah tidak ada yang sia-sia. Semua berharga dan bermanfaat termasuk kehidupan itu sendiri. Firman Allah dalam sura Āli ‘Imrān [3]: 191:
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَ قُعُوْدًا وَ عَلَى جُنُوْبِهِمْ وَ يَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.””.
Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang menjalani dan mengisi hidup dengan berdzikir serta berpikir, pasti akan merasakan bahwa tidak ada yang sia-sia dari apa yang diciptakan Allah. Bahkan setiap orang diminta untuk selalu berdoa dan menghindarkan diri dari ‘adzab api neraka. Itu sebabnya ajaran Islam melarang menghilangkan atau melenyapkan hidup seseorang, tanpa alasan yang benar dan kuat. Kalau dia menghilangkan atau melenyapkan hidup seseorang, maka itu berarti dia sudah melenyapkan hidup seluruh umat manusia, sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah dalam surah al-Mā’idah [5]: 32:
مِنْ أَجْلِ ذلِكَ كَتَبْنَا عَلى بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًا وَ مَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا وَ لَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ
“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Isrā’īl, bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasūl-rasūl Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi”.
Karena hidup itu baginya sangat berharga, maka ia akan berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Sebab bila tidak berhati-hati dia akan terjerumus ke jalan yang sesat yang akan menjerumuskannya ke jurang kehancuran. Bila itu yang terjadi, dia tidak lagi menempuh jalan yang lurus dan benar, maka ia akan menerima kehidupan yang sengsara serta ‘adzab kelak di akhirat. Ia sangat menjaga diri dan keluarganya agar tidak masuk dan menerima siksa api neraka.
AYAT 22
فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ.
“Dalam surga yang tinggi.”
Yang sudah pasti dengan kehidupan yang diridhai itu mereka mendapat anugerah yang tiada tara. Ya‘ni dianugerahi keni‘matan dengan ditempatkan di jannatun ‘āliyah (surga yang tinggi). Dalam surga yang tinggi. Disebutkan surga yang tinggi karena para penghuni surga itu adalah orang-orang yang mulia dan terhormat, serta mempunyai harkat dan martabat yang tinggi ketika hidup di dunia. Mereka tidak pernah mendurhaka menserikatkan Allah.
Bukan orang-orang yang mempunyai harkat dan martabat yang rendah. Mereka adalah orang-orang yang mulia dan diridhai oleh Allah. Mereka ada bersama-sama dengan para nabi dan rasūl serta orang-orang yang shalih menerima anugerah keni‘matan yang tiada tara itu. Kehidupan yang diridhai itu bukanlah kehidupan yang sembarangan. Tetapi kehidupan yang menyandang dua keshalihan sekaligus, ya‘ni keshalihan individual dan keshalihan sosial.
Mereka adalah orang-orang yang memang layak ditempatkan di tempat yang tinggi itu. Tinggi keni‘matan dan anugerahnya, dan yang diberikan oleh Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Perkasa. Dia Pencipta dan Pemilik alam semesta yang tiada tuhan melainkan Dia. Ia anugerahkan surga yang tinggi kepada orang-orang yang diridhai-Nya. Di surga yang tinggi itu mereka mendapatkan berbagai keni‘matan yang tak terhingga banyaknya dan tiada tara ni‘matnya.
AYAT 23
قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ.
“Buah-buahannya dekat.”
Surga digambarkan sebagai kebun. Penggambaran sebagai kebun ini sangat relevan dengan kehidupan padang pasir yang kering kerontang. Di kebun itu diperoleh buah-buahan dengan cita rasa yang bermacam-macam. Buah-buahannya dekat. Juga buah-buahan tersebut sangat dekat dengan para penghuni surga itu, sehingga dengan santai saja dapat memetiknya, karena buah-buahannya sangat dekat. Tidak perlu mengerahkan tenaga yang banyak untuk memetiknya seperti yang terdapat di kehidupan dunia.
Ungkapan dāniyah yang berarti dekat, pada ayat ini adalah untuk menggambarkan berapa keni‘matan akhirat yang terdapat di surga itu sangat lengkap. Bukan saja ketersediaan segala sesuatu yang diinginkan semuanya ada di surga, tetapi juga untuk memperolehnya pun sangatlah mudah tanpa kesulitan. Seseorang tidak perlu mengerahkan tenaga yang banyak untuk mendapatkan berbagai keni‘matan tersebut. Seseorang tidak perlu bersusah-payah untuk mendapatkannya.
Sekali jangkau saja dengan tangan, buah-buahan itu sudah dapat dipetik dan dimakan. Gambaran dipetik langsung dengan tangan ini dikontraskan dengan memetik buah dengan galah atau dengan memanjat pohonnya. Bila buah-buahan dipetik dengan galah, tentulah memerlukan tenaga yang berlebih. Demikian pula dia memetik buah-buahan dengan memanjatnya, memerlukan tenaga yang lebih banyak lagi. Tetapi dengan jangkauan tangan dapat memetiknya, adalah gambaran kemudahan dari keni‘matan surga itu.
AYAT 24
كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ.
“(kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan ‘amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.”
Setelah berada di dalam surga yang tinggi itu, orang-orang yang diridhai dijamu dengan suka cita oleh para pelayan surga. (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah apa yang sudah disediakan di surga dan juga buah-buahan yang beraneka ragam macamnya, dengan sedap dan penuh keni‘matan, disebabkan oleh ‘amal shalih yang telah kamu perbuat dan kerjakan pada hari-hari ketika hidup di dunia yang sekarang waktunya telah lama ber- lalu.
Inilah panen yang sesungguhnya. Ya‘ni panen untuk menuai ‘amal-‘amal kebajikan yang sudah dilakukan di dalam kehidupan dunia. Panen hasil dari menanam kebajikan di dunia. Dunia adalah dār-ul-mamarr, semata-mata sebagai tempat lewat untuk mendapatkan akhirat adalah dār-ul-maqarr, tempat menetap untuk hidup selama-lamanya. Dan pada tempat menetap selama-lamanya itu seluruh ‘amal kebajikan akan diberi balasan kenikmatan surga.
Sekarang dipersilakan menikmati hidangan serta buah-buahan yang sudah tersedia. Oleh sebabi itu (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap. Nikmatilah semua yang tersedia itu dengan suka cita. Rasakanlah dengan gembira dan senang hati anugerah dari Allah Yang Maha Kuasa. Anugerah yang Dia peruntukkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih yang senantiasa memberikan kepedulian terhadap anak yatim dan fakir-miskin.
Semua bentuk kenikmatan itu sebagai anugerah dari Allah, disebabkan ‘amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu. Di dunia kalian sudah beramal shalih dan sekarang di akhirat menerima hasil ‘amal shalih tersebut sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah. Allah pasti akan memenuhi janji-Nya. Siapa yang melakukan kebajikan pasti akan dibalas dengan kenikmatan surgawi, dan sebaliknya siapa yang melakukan kejahatan pasti akan disiksa dengan ‘adzab yang pedih.