فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ. وَ حُمِلَتِ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً. فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ. وَ انْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ. وَ الْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَ يَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ. يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ.
69: 13. Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.
69: 14. Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.
69: 15. Maka pada hari itu terjadilah Hari Kiamat.
69: 16. Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.
69: 17. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.
69: 18. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
AYAT 13
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ.
“Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.”
Pada untaian ayat yang lalu, al-Qur’ān telah menggambarkan fenomena bangsa-bangsa serta tokoh yang mendurhaka kepada Allah s.w.t. Juga dibentangkan kesudahan dari kedurhakaan mereka itu. Semuanya lumat tiada tersisa, sehingga bangsa dan tokoh itu punah dari sejarah. Maka pada untaian ayat berikut al-Qur’ān masuk ke dalam inti persoalan yang hendak disampaikan oleh surah ini, yaitu masalah datangnya Hari Kiamat. Maka apabila waktunya sudah tiba, sangkakala pun sudah ditiup dengan enteng saja sekali tiup sebagai tanda datangnya Hari Kiamat.
Tiupan sangkakala adalah pertanda Hari Kiamat sudah tiba. Sangkakala itu ditiup oleh malaikat Isrāfīl. Dalam ayat ini dikatakan tiupannya adalah sekali tiup saja. Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup. Itu adalah pertanda Hari Kiamat akan dimulai. Kehancuran total alam semesta akan terjadi. Malaikat Isrāfīl memberikan aba-aba tersebut. Tiupan sekali saja itu dimaksudkan menimbulkan kesan, bahwa pekerjaan itu mudah dan enteng saja bagi Allah, ya‘ni menghancurkan alam semesta seketika.
Kewajiban kita mengimani terjadinya tiupan itu secara ijmālī (global). Kita tidak perlu mengetahui detail cara peniupan sangkakala tersebut. Tidak mengetahuinya secara rinci tidaklah merusak iman kita. Bagaimana bentuk dan cara meniupnya secara rinci tidaklah masuk ke dalam ranah keimanan. Ini adalah masalah ghaib yang Allah saja yang Maha Tahu. Dia Mengetahui tentang perinciannya hari tersebut, kapan akan terjadinya, dan bagaimana kesudahan manusia sesudah hari itu.
AYAT 14
وَ حُمِلَتِ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً.
“Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.”
Sesudah tiupan sangkakala pertanda datangnya Hari Kiamat ditiup dengan sekali tiup, maka terjadilah peristiwa-peristiwa berikut secara berurutan. Ya‘ni peristiwa Hari Kiamat itu sendiri yang sudah diisyaratkan oleh Allah sebelumnya. Dan diangkatlah dengan enteng saja bumi di mana manusia melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan gunung-gunung yang terpacak di permukaan bumi, lalu dibenturkan dan dihantamkan keduanya bumi dan gunung-gunung itu sekali bentur saja.
Al-Qur’ān menggambarkan tentang diangkatnya bumi dan gunung-gunung. Kemudian bumi dan gunung-gunung itu dihancurkan dengan cara membenturkannya dengan sekali benturan saja. Tidak perlu berkali-kali membenturkannya. Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Bumi tempat segala makhluq berdiam termasuk manusia diangkat setinggi-tingginya, sesudah itu dibenturkan dengan gunung yang juga sudah menjulang tinggi.
Susunan redaksi mengungkapkan benturan itu mempergunakan susunan redaksi maf‘ūl muthlaq. Ya‘ni objek dari prediket kalimat tersebut adalah kata jadian dari verb atau kerja atau fi‘il dari kata yang sama. Bila maf‘ūl-nya adalah maf‘ūl muthlaq, maka ma‘na esensinya adalah benturan yang sungguh-sungguh benturan benturan sepenuh-penuhnya dan sekuat-kuatnya. Betapa hancur lebur berantakan.
AYAT 15
فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ.
“Maka pada hari itu terjadilah Hari Kiamat.”
Inilah informasi yang selalu diingat-ingatkan oleh Allah. Informasi ini selalu diulang-ulang oleh al-Qur’ān. Dengan informasi yang berulang-ulang ini, ingin ditegaskan bahwa Hari Kiamat itu adalah hari yang termasuk ke dalam sesuatu yang ghaib, tetapi pasti akan terjadi. Berita tentang Hari Kiamat itu bukanlah kebohongan, tetapi ia adalah suatu kebenaran yang pasti. Maka pada hari itu terjadilah Hari Kiamat. Pada ayat ini Kiamat itu mempergunakan kata al-wāqi‘ah.
Kata itu berasal dari kata waqa‘a berarti terjadi, sehingga fil-waqī‘ mengandung ma‘na yang sekarang terjadi. Sementara surah ini memperugunakan kata al-ḥāqqah untuk menyebut Hari Kiamat dan pada surah yang lain al-Qur’ān mempergunakan kata al-qāri‘ah. Temu saja semua pemakaian kosa kata ini semua merujuk kepada pengertian Hari Kiamat yang pasti terjadi sebagai akhir dari kehidupan dunia.
Menurut Sayyid Quthb inilah karakter dan hakikat Hari Kiamat itu. Di sini disebutkan al-Wāqi‘ah yang artinya pasti terjadi, seakan-akan karakter dan hakikat yang tetap dari hari ini adalah kepastian kejadiannya. Dan penyebutan nama ini mempunyai isyarat tertentu, yaitu isyarat yang dimaksudkan untuk menyanggah keraguan dan pendustaan terhadapnya. Demikian dinukil dari Sayyid Quthb.
AYAT 16
وَ انْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ.
“Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.”
Pada waktu itu langit pun terbelah, karena langit ketika sudah menjadi lemah, tidak lagi bisa berdiri dengan kokoh. Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. Kita tidak mengetahui apa yang sesungguhnya rincian kejadian terbelahnya langit. Lalu langit mana yang terbelah. Berapa lapis langit yang mengalami terbelah itu. Tetapi sebagai orang yang beriman ayat ini hendak menggambarkan peristiwa kehancuran total alam semesta ini, karena alam mengalami peristiwa Hari Kiamat.
Dikatakan langit melemah karena planet-planet yang menjadi konsep dari pengertian langit tersebut tidak lagi berada di tempat. Setiap planet tidak lagi beredar sesuai dengan gerak edarnya yang biasa. Gerak edarnya sudah kacau balau dan susunannya tidak harmonis lagi. Masing-masing planet sudah terlempar jauh dari tempatnya semula dan melayang-layang dengan arah yang tidak beraturan. Seperti layaknya layang-layang yang putus talinya.
Oleh sebab itu, tidak dapat dihindari, terjadilah saling tabrakan di antara planet-planet tersebut. Planet yang satu menabrak planet yang lain, atau bisa jadi sebaliknya planet yang satu ditabrak oleh planet yang lain. Terjadi kekacaubalauan dalam gerak benda-benda angkasa tersebut. Disebabkan saling tabrak itu, planet-planet pun mengalami kehancuran dan keporak-porandaan. Inilah yang digambarkan dengan ungkapan langit terbelah dan melemah.
AYAT 17
وَ الْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَ يَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ.
“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.”
Setelah itu Allah mengerahkan malaikat-malaikat untuk menjaga berbagai penjuru langit yang sudah hancur berantakan itu. Dan malaikat-malaikat atas perintah Allah Yang Maha Kuasa berada di penjuru-penjuru langit untuk menjaga dan bersiap sedia menerima perintah Allah, dan pada hari itu delapan orang dari para malaikat tersebut menjunjung ‘Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka dengan penuh rasa hormat dan memuliakan.
Malaikat memenuhi penjuru langit sebagai penjaga yang sedang mempersiapkan diri, karena sebuah pengadilan akan digelar secara kolosal. Untuk itu Allah digambarkan sudah berada di “lembaga pengadilan” itu duduk di “kursi keadilan-Nya, yang dijunjung oleh malaikat yang bertugas untuk itu. Malaikat berfungsi sebagai pengawas dan pengawal manusia-manusia yang akan digiring ke pengadilan. Pada hari itu manusia akan diperiksa melalui pembacaan buku catatan rekam jejaknya selama hidup di dunia.
Allah hadir untuk mendengarkan dan menerima pertanggungjawaban setiap hamba yang akan dihadapkan satu persatu. Setiap hamba kelak akan membaca sendiri buku catatan ‘amalnya. Adanya catatan ‘amal ini dijelaskan oleh firman Allah dalam surah Qāf [50]: 16-17:
وَ لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَ نَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَ نَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ. إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat ‘amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.”
Tentu saja apa yang digambarkan di atas adalah penggambaran simbolis dari peristiwa ghaib itu. Malaikat yang disebutkan sebanyak delapan malaikat juga dalam ungkapan simbolik. Yang digambarkan itu adalah gambaran sebatas kemampuan akal manusia. Bagaimana gambaran sesungguhnya hanya Allah Yang Maha Tahu. Karena semua yang digelar itu adalah terjadi pada hari Akhirat, bukan terjadi di dunia.
AYAT 18
يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ.
“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).”
Setelah digambarkan suasana, di mana para malaikat sudah memenuhi cakrawala langit dan Allah bersemayam di atas ‘Arasy, yang dijunjung oleh para malaikat, maka dimulailah pengadilan yang dipimpin oleh Hakim Yang Maha ‘Adil, ya‘ni Allah Rabb-ul-‘Izzati. Allah kemudian berfirman: Pada hari Kiamat itu kamu dihadapkan satu persatu (kepada Tuhanmu) untuk mempertanggungjawabkan ‘amal perbuatan selama di dunia, tiada sesuatu dan sekecil apa pun dari keadaanmu sebagai hasil perbuatan yang tersembunyi (bagi Allah) walaupun kamu tutup-tutupi serapat-rapatnya.
Kini tiba saatnya memperhitungkan apa yang sudah dilakukan di dunia. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu). Seluruh manusia dibangkitkan untuk dihadapkan kepada Allah, Hakim Yang Maha ‘Adil. Membaca kembali riwayat perjalanan selama hidup di dunia. Ibarat petani, di dunia hari-hari kesempatan menanam, maka sekarang waktu menanam sudah selesai. Seluruh pekerjaan menanam berhenti. Karena hari ini adalah hari mengetam, mendapatkan, dan menerima hasil dari apa yang ditanam di dunia.
Suasana pertanggungjawaban sangat transparan. Semua terbuka, tidak ada yang tersembunyi, tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah). Semua “telanjang” di hadapan Allah. Satu persatu ‘amal dibaca, bukan oleh orang lain, tetapi oleh pelaku ‘amal itu sendiri. Lidah mengatakannya dan anggota badan menjadi saksi. Tidak ada peluang lagi untuk berbohong. Tidak ada celah lagi untuk menyembunyikan sesuatu. Sekecil apa pun ‘amal yang disembunyikan itu akan terlihat dengan jelas.