TAFSIR SURAH KE-69
سُوْرَةُ الْحَاقَّةِ
AYAT 1 s/d 52
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Surah al-Ḥāqqah (Yang Pasti Datang) adalah surah yang ke-69 dalam susunan surah-surah yang terkandung dalam Mushḥaf ‘Utsmāni. Ayat-ayat surah al-Ḥāqqah ini berjumlah 52 ayat. Tetapi Ibnu ‘Abbās menghitung sebanyak 50 ayat, jumlah kata yang terdapat di dalamnya ada sebanyak 256 kata dan jumlah huruf adalah 1480 huruf. Seluruh ayat surah al-Ḥāqqah dikatakan termasuk ke dalam kelompok ayat-ayat Makkiyyah. Berbagai riwayat memberikan informasi bahwa surah al-Ḥāqqah diturunkan oleh Allah s.w.t. pada urutan ke-77 surah-surah al-Qur’ān. Ia turun sebelum surah al-Ma‘ārij dan sesudah surah al-Mulk.
Surah ini diberi nama al-Ḥāqqah, yang terambil dari kata al-ḥaqqah, ya‘ni kata yang pertama kali diucapkan ketika membaca surah ini, yang terdapat dalam ayat pertamanya. Di samping nama al-Ḥāqqah, surah ini juga diberi nama dengan al-Wā‘iyah dan as-Silsilah. Nama al-Wā‘iyah yang mengandung arti wadah atau tempat, terambil dari kata yang terdapat pada ayat 12. Sedangkan nama as-Silsilah yang mengandung arti rantai, terambil dari kata yang terdapat dalam ayat 32.
Adapun munasabah (korelasi) antara surah sebelumnya, ya‘ni surah al-Qalam dengan surah al-Ḥāqqah, dapat dilihat dari kandungan kedua surah ini. Surah al-Qalam berbicara tentang pribadi Nabi Muḥammad yang dituduh sebagai orang yang gila. Ia adalah seorang yang mempunyai akhlaq paripura. Surah ini juga memuat tentang larangan untuk tidak kufur ni‘mat serta kecaman Allah dan ‘adzab yang dijatuhkan kepada orang-orang yang ingkar. Sedangkan dalam surah al-Ḥāqqah ini ditegaskan bahwa contoh-contoh sejarah tentang apa yang dialami oleh kaum ‘Ād, Tsamūd, Fir‘aun, dan umat Nabi Nūḥ, umat yang ingkar.
Pokok-pokok kandungan surah al-Ḥāqqah adalah, di samping mengisahkan peristiwa yang dialami oleh kaum ‘Ād, Tsamūd, Fir‘aun, dan umat Nabi Nūḥ, juga menggambarkan Hari Kiamat. Surah ini merinci kejadian-kejadian pada Hari Kiamat itu serta pelaksanaan perhitungan ‘amal yang dilakukan di dunia. Serta ditegaskan pula dalam surah ini bahwa al-Qur’ān sungguh-sungguh wahyu dari Allah s.w.t.
الْحَاقَّةُ. مَا الْحَاقَّةُ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ.
69: 1. Al-Ḥāqqah/Hari Kiamat.
69: 2. Mal-Ḥāqqah/Apakah hari Kiamat itu?
69: 3. Wa mā adrāka mal-ḥāqqah/Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?
AYAT 1
الْحَاقَّةُ.
“Al-Ḥāqqah/Hari Kiamat.”
Pendek, padat, dahsyat, menggetarkan. Itulah kesan yang muncul ketika melafalkan kata al-ḥāqqah, bila ia dibaca dengan kesungguhan hati dan tajwid yang sempurna. Sayyid Quthb berkomentar tentang hal ini. Lafazh al-Ḥāqqah dengan nada dan ma‘na yang terkandung di dalamnya memberikan kesan kepada perasaan tentang pengertian keseriusan, kepastian, kebenaran, dan ketetapan. Dan mengucapkan lafazhnya sendiri sama dengan mengangkat suatu yang berat dalam waktu yang lama, kemudian meletakkannya dalam posisi yang mantap. Pengertian mengangkat terdapat saat memanjangkan bacaan huruf hā’ karena ada alif sesudahnya, kemudian pengertian berat terdapat saat men-tasydīd-kan qāf yang jatuh sesudah alif, kemudian pengertian memantapkannya terdapat pada ujung lafazh yang diakhiri dengan tā’ marbūthah yang bila dibaca waqaf berbunyi hā’ yang di-sukūn-kan.
Mengerikan, menakutkan, benar, dan pasti. Itulah kesan yang hendak dimunculkan oleh surah al-Ḥāqqah ini, Semata-mata hanya sebagai peringatan agar manusia mempergunakan pertimbangan akal sehatnya serta hari nuraninya untuk mempercayai kepastian datangnya Hari Kiamat. Benar, bahwa tidak ada yang tahu kapan peristiwa itu akan terjadi. Tidak ada satu makhluq pun yang tahu kapan Hari Kiamat akan terjadi. Hanya Allah saja yang tahu tentang itu.
Yang sudah pasti adalah bahwa hari itu adalah hari di mana akan terjadi kehancuran total alam semesta. Alam semesta akan dihancurkan dan punah. Semua makhluq hidup akan mengalami kematian. Hari di mana sesudah itu manusia akan dibangkitkan dan dihadapkan ke Mahkamah Ilahi untuk menerima ḥisāb (perhitungan). Manusia akan menghadapi perhitungan untuk mempertanggungjawabkan segala ‘amal perbuatan yang dilakukannya selama menjalani kehidupan di dunia.
AYAT 2
مَا الْحَاقَّةُ.
“Mal-Ḥāqqah/Apakah hari Kiamat itu?”
Kata al-ḥāqqah terambil dari kata ḥaqqa yang mempunyai arti pasti terjadi. Yang dimaksud dengan pasti terjadi itu adalah Hari Kiamat. Buya Hamka, menukil penafsiran Fakhr-ud-Dīn ar-Rāzī tentang kata al-ḥāqqah ini. Menurut ar-Rāzī terdapat sepuluh pengertian tentang kata al-ḥāqqah, yaitu:
Seluruh pengertian yang diuraikan oleh ar-Rāzī, demikian Buya Hamka, tidaklah banyak perbedaan dan tidaklah berjauhan artinya, dan semuanya itu akan dihadapi pada Hari Kiamat. Demikian dinukil oleh Buya Hamka dalam tafsir beliau Tafsīr al-Azhar. Sementara al-Qur’ān mempergunakan kata yang bermacam-macam juga untuk menggambarkan Hari Kiamat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’ān mempunyai kosa kata yang kaya dalam menggambarkan apa itu Hari Kiamat.
Semua agama besar dunia meyakini tentang adanya Hari Kiamat. Hari Kiamat yang dipahami sebagai peristiwa kehancuran alam semesta, sampai sehancur-hancurnya, merupakan bagian integral dari ‘aqidah atau kredo yang harus dipercaya. Ia adalah ajaran eskatologis yang harus diimani dan diterima secara dogmatis. Tidak ada yang tersisa atau selamat dari kehancuran itu. Siapa yang tidak mempercayai adanya Hari Kiamat, dalam pandangan Islam, membuat seseorang menjadi kafir.
AYAT 3
وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ.
“Wa mā adrāka mal-ḥāqqah/Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?”
Al-Qur’ān mempergunakan pengungkapan wa mā adrāka mā untuk menjelaskan al-ḥāqqah. Dalam kaidah tafsir semua pengungkapan yang mempergunakan wa mā adrāka mā, maka sesuatu yang mengiringi kemudian adalah suatu peristiwa yang dahsyat, agung, dan istimewa. Ungkapan wa mā adrāka mā ini terulang 13 kali dalam al-Qur’ān. Bila pengungkapan tersebut dirinci lebih teliti, maka akan ditemukan informasi: tiga kali dihubungkan dengan neraka, enam kali dihubungkan dengan hari kehancuran, satu kali dihubungkan dengan bintang, satu kali dihubungkan dengan jalan penuh kesulitan, dan satu kali dengan malam kemuliaan. Semuanya adalah peristiwa yang maha hebat dan maha dahsyat.
M.Quraisy Shihāb memberi imbuh, bahwa pengungkapan tersebut digunakan al-Qur’ān untuk menggambarkan sesuatu yang sangat agung dan sulit, bahkan mustahil dijangkau hakikatnya oleh manusia – tanpa bantuan Allah – karena umumnya redaksi tersebut dikaitkan dengan alam metafisika, seperti surga dan neraka dalam berbagai namanya dan hal-hal yang amat luar biasa, seperti Lailat-ul-Qadar dan al-‘Aqabah (jalan mendaki menuju kejayaan).
Pada ayat ini kalimat wa mā adrāka mā tersebut dikaitkan dengan al-ḥāqqah, Hari Kiamat yang memang hakikat dan waktunya tidak diketahui kecuali oleh Allah s.w.t. Di balik peristiwa Kiamat itu, terjadi serangkaian peristiwa lagi, ya‘ni ditiupnya sangkakala kali kedua, bumi dan gunung diangkat tinggi lalu dibenturkan satu sama lain, terbelahnya langit dan planet-planet tidak berada lagi pada posisinya, terlepas jauh dari orbitnya dan saling bertabrakan, berlangsungnya hari perhitungan dan hari pembalasan. Semua itu adalah peristiwa-peristiwa dahsyat dan menakjubkan.