فَلَا أُقْسِمُ بِمَا تُبْصِرُوْنَ. وَ مَا لَا تُبْصِرُوْنَ. إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍ. وَ مَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيْلًا مَا تُؤْمِنُوْنَ. وَ لَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيْلًا مَا تَذَكَّرُوْنَ. تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعَالَمِيْنَ.
69: 38. Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat.
69: 39. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.
69: 40. Sesungguhnya al-Qur’ān itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasūl yang mulia,
69: 41. dan al-Qur’ān itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.
69: 42. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya.
69: 43. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.
Allah s.w.t. bersumpah kepada makhluq-Nya dengan menyebut segala sesuatu yang disaksikan oleh mereka, yaitu tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terdapat pada semua makhluq-Nya, yang menujukkan kesempurnaan-Nya dalam asmā’-asmā’ dan sifat-sifatNya. Dia juga bersumpah kepada mereka dengan menyebut semua perkara ghaib yang tidak dapat dilihat oleh mereka, bahwa sesungguhnya al-Qur’ān ini adalah kalām-Nya dan wahyu-Nya yang diturunkan-Nya kepada hamba dan rasūl-Nya yang telah Dia pilih untuk menyampaikan risalah dan menunaikan amanat-Nya. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:
فَلَا أُقْسِمُ بِمَا تُبْصِرُوْنَ. وَ مَا لَا تُبْصِرُوْنَ. إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍ.
“Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya al-Qur’ān itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasūl yang mulia”.
Ya‘ni Nabi Muḥammad s.a.w., lalu di-mudhāf-kan kepadanya dengan mengandung ma‘na tablīgh (menyampaikan), karena sesungguhnya tugas rasūl itu ialah menyampaikan apa yang dititipkan kepadanya. Untuk itulah maka di-mudhāf-kan pula ma‘na ini kepada malaikat yang dipercaya untuk menyampaikannya, sebagaimana yang terdapat di dalam surat at-Takwīr, yaitu:
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍ. ذِيْ قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِيْنٍ. مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِيْنٍ.
“Sesungguhnya Al-Qur’ān itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibrīl), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arasy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya”. (At-Takwīr [81]: 19-21)
Yang ini adalah malaikat yang menyampaikannya dari Allah kepada Nabi s.a.w. yaitu Jibril a.s. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
وَ مَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُوْنٍ.
“Dan temanmu (Muḥammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila”. (At-Takwīr [81]: 22)
Yaitu temanmu Muḥammad s.a.w.
وَ لَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِيْنِ.
“Dan sesungguhnya Muḥammad itu melihat Jibrīl di ufuk yang terang”. (At-Takwīr [81]: 23)
Ya‘ni Nabi Muḥammad s.a.w. melihat rupa asli Malaikat Jibrīl a.s.
وَ مَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِيْنٍ.
“Dan Dia (Muḥammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib”. (At-Takwīr [81]: 24)
Maksudnya, di bukanlah orang yang menerka-nerka yang ghaib.
وَ مَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيْمٍ.
“Dan Al Qur’ān itu bukanlah perkataan syaithan yang terkutuk”. (At-Takwīr [81]: 25)
Maka demikian pula yang disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
وَ مَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيْلًا مَا تُؤْمِنُوْنَ. وَ لَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيْلًا مَا تَذَكَّرُوْنَ.
“Dan al-Qur’ān itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya”. (Al-Ḥāqqah [69]: 35-37).
Terkadang Allah meng-idhāfah-kan kepada malaikat yang diutus-Nya, terkadang meng-idhāfah-kannya (mengaitkan al-Qur’ān) kepada manusia yang diutus-Nya, karena masing-masing dari keduanya bertugas menyampaikan wahyu dan kalām-Nya yang dipercayakan kepadanya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعَالَمِيْنَ.
“Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam”. (Al-Ḥāqqah [69]: 43).
Imām Aḥmad mengatakan, telah meriwayatkan kepada kami Abul-Mughīrah, telah meriwayatkan kepada kami Shafwān, telah meriwayatkan kepada kami Syuraiḥ ibnu ‘Ubaid yang mengatakan bahwa ‘Umar ibn-ul-Khaththāb pernah mengatakan bahwa sebelum masuk Islam, ia pernah keluar untuk menghadang Rasūlullāh s.a.w. Ternyata ia menjumpai beliau telah mendahuluinya berada di masjid. Lalu ia berdiri di belakang beliau, maka beliau membaca surat al-Ḥāqqah, dan ia merasa kagum dengan susunan kata-kata al-Qur’ān. Ia berkata dalam hatinya: “Dia, demi Allah, adalah seorang penyair seperti yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy.” Maka beliau membaca firman-Nya:
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍ. وَ مَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيْلًا مَا تُؤْمِنُوْنَ.
“Sesungguhnya al-Qur’ān itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasūl yang mulia, dan al-Qur’ān itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya”. (Al-Ḥāqqah [69]: 40-41).
Kemudian aku (‘Umar) berkata: “Dia adalah seorang tukang tenung.” Maka Nabi s.a.w. membaca firman selanjutnya:
وَ لَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيْلًا مَا تَذَكَّرُوْنَ. تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَ لَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيْلِ. لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِيْنِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِيْنَ. فَمَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِيْنَ……
“Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya dia (Muḥammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu”. (Al-Ḥāqqah [69]: 42-47), hingga akhir surat.
Selanjutnya ‘Umar mengatakan bahwa lalu sejak saat itu Islam mulai meresap dan menimbulkan kesan yang mendalam di dalam hatiku. Ini merupakan salah satu dari penyebab yang dijadikan oleh Allah untuk memberikan hidayah kepada ‘Umar ibn-ul-Khaththāb. Sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam karya tulis yang terpisah mengenai Sirah perjalanan hidupnya, yang di dalamnya dijelaskan bagaimana keadaannya ketika mula-mula masuk Islam.
وَ لَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيْلِ. لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِيْنِ. ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِيْنَ. فَمَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ. وَ إِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُّكَذِّبِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَحَسْرَةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ. وَ إِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِيْنِ. فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ.
69: 44. “Seandainya dia (Muḥammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,
69: 45. Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
69: 46. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.
69: 47. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.
69: 48. Dan sesungguhnya al-Qur‘ān itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.
69: 49. Dan sesungguhnya Kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan (nya).
69: 50. Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat).
69: 51. Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar kebenaran yang diyakini.
69: 52. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang Maha Besar”.
Firman Allah s.w.t.:
وَ لَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا
“Seandainya dia (Muḥammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami”. (Al-Ḥāqqah [69]: 44).
Ya‘ni seandainya Muḥammad mengada-adakan atas nama Kami sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang musyrik Makkah, yaitu menambahkan sesuatu dari dirinya ke dalam risalah itu atau mengurangi sesuatu darinya atau mengatakan sesuatu dari dirinya, lalu dinisbatkan kepada Kami, padahal tidaklah demikian keadaannya, niscaya Kami akan menyegerakan siksaan atas dirinya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِيْنِ.
“Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya”. (Al-Ḥāqqah [69]: 45).
Menurut suatu pendapat, ma‘na ayat ialah niscaya Kami hukum dia dengan tangan kanan (kekuasaan) Kami. Dikatakan demikian karena pukulan yang dilakukan olehnya jauh lebih keras. Menurut pendapat yang lainnya lagi mengatakan, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِيْنَ.
“Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya”. (Al-Ḥāqqah [69]: 46).
Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa al-watīn artinya urat tali jantungnya. Hal yang semisal dikatakan oleh ‘Ikrimah, Sa‘īd ibnu Jubair, al-Ḥakam, Qatādah, adh-Dhaḥḥāk, Muslim al-Bāthin, dan Abū Sakhr alias Ḥumaid ibnu Ziyād. Menurut Muḥammad ibnu Ka‘b, ma‘na yang dimaksud ialah jantung dan semua uratnya serta semua bagian yang berada di dekatnya.
Firman Allah s.w.t.:
فَمَا مِنْكُمْ مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِيْنَ.
“Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu”. (Al-Ḥāqqah [69]: 47).
Ya‘ni tiada seorang pun dari kalian yang dapat menghalang-halangi antara Kami dan dia, jika Kami menghendaki sesuatu dari itu terhadapnya. Ma‘na yang dimaksud ialah bahkan dia adalah seorang yang benar, berbakti, lagi mendapat petunjuk. Karena Allah s.w.t. mengakui kebenaran dari apa yang disampaikan dia dari-Nya dan mengukuhkannya dengan mu‘jizat-mu‘jizat yang cemerlang dan dalil-dalil yang pasti lagi mematahkan hujjah lawan. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
وَ إِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ.
“Dan sesungguhnya al-Qur‘ān itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Ḥāqqah [69]: 48).
Ya‘ni al-Qur’ān itu merupakan pelajaran bagi mereka yang bertaqwa, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قُلْ هُوَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا هُدًى وَ شِفَاءٌ، وَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ فِيْ آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَ هُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى.
“Katakanlah: “Al-Qur’ān itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan al-Qur’ān itu suatu kegelapan bagi mereka.” (Fushshilat; 44).
Adapun firman Allah s.w.t.:
وَ إِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُّكَذِّبِيْنَ.
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan (nya)”. (Al-Ḥāqqah [69]: 49).
Yaitu sekalipun al-Qur’ān demikian jelas dan terangnya, tetapi masih ada di antara kalian orang-orang yang mendustakannya. Dalam firman berikutnya disebutkan:
وَ إِنَّهُ لَحَسْرَةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ.
“Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat)”. (Al-Ḥāqqah [69]: 50).
Ibnu Jarīr mengatakan bahwa sesungguhnya perbuatan mendustakan itu benar-benar akan menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir kelak di hari kiamat. Ibnu Jarīr telah meriwayatkan hal yang semisal dari Qatādah.
Ibnu Abī Ḥātim telah meriwayatkan melalui jalur as-Suddī, dari Abū Mālik sehubungan dengan ma‘na firman-Nya:
وَ إِنَّهُ لَحَسْرَةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ.
“Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat)”. (Al-Ḥāqqah [69]: 50).
Ya‘ni sesungguhnya Nabi s.a.w. menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir di hari kemudian. Dhamīr ini dapat pula dikaitkan dengan al-Qur’ān, artinya sesungguhnya al-Qur’ān dan beriman kepadanya benar-benar akan menjadi penyesalan bagi orang-orang yang kafir dan mengingkarinya”, sema‘na dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
كَذلِكَ سَلَكْنَاهُ فِيْ قُلُوْبِ الْمُجْرِمِيْنَ. لَا يُؤْمِنُوْنَ بِهِ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيْمَ.
“Demikianlah Kami masukkan al-Qur’ān ke dalam hati orang-orang yang durhaka, mereka tidak beriman kepadanya, hingga mereka melihat ‘adzab yang pedih.” (asy-Syu‘arā’: 200-201).
Dan firman-Nya:
وَ حِيْلَ بَيْنَهُمْ وَ بَيْنَ مَا يَشْتَهُوْنَ.
“Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini.” (Saba’: 54)
Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
وَ إِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِيْنِ.
“Dan sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar kebenaran yang diyakini”. (Al-Ḥāqqah [69]: 51).
Yaitu berita yang benar lagi hak, yang tiada keraguan dan tiada kebimbangan padanya. Kemudian surat ini ditutup oleh firman-Nya:
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ.
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang Maha Besar”. (Al-Ḥāqqah [69]: 52).
Ya‘ni Yang telah menurunkan al-Qur’ān yang agung ini.