Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir Ibni Katsir (1/6)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir Ibni Katsir

SŪRAT-UL-ḤĀQQAH

(Hari Kiamat)
Makkiyyah, 52 ayat
Turun sesudah Sūrat-ul-Mulk

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Ḥāqqah, ayat 1-12.

الْحاقَّةُ. مَا الْحَاقَّةُ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ. كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ وَ عَادٌ بِالْقَارِعَةِ. فَأَمَّا ثَمُوْدُ فَأُهْلِكُوْا بِالطَّاغِيَةِ. وَ أَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوْا بِرِيْحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ. سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُوْمًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيْهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ. فَهَلْ تَرَى لَهُمْ مِّنْ بَاقِيَةٍ. وَ جَاءَ فِرْعَوْنُ وَ مَنْ قَبْلَهُ وَ الْمُؤْتَفِكَاتُ بِالْخَاطِئَةِ. فَعَصَوْا رَسُوْلَ رَبِّهِمْ فَأَخَذَهُمْ أَخْذَةً رَّابِيَةً. إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ. لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَ تَعِيَهَا أُذُنٌ وَاعِيَةٌ.

69: 1. Hari Kiamat,
69: 2. apakah hari Kiamat itu?
69: 3. Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?
69: 4. Kaum Tsamūd dan ‘Ād telah mendustakan hari Kiamat.
69: 5. Adapun kaum Tsamūd, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.
69: 6. Adapun kaum ‘Ād, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang,
69: 7. yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ād pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
69: 8. Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka.
69: 9. Dan telah datang Fir‘aun dan orang-orang yang sebelumnya dan (penduduk) negeri-negeri yang dijungkir-balikkan karena kesalahan yang besar.
69: 10. Maka (masing-masing) mereka mendurhakai rasūl Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras.
69: 11. Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera,
69: 12. agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.

Al-Ḥāqqah adalah salah satu dari nama lain dari kiamat, karena di dalam hari kiamat direalisasikan janji dan ancaman Allah s.w.t. Karena itulah maka Allah membesarkan perihalnya. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ.

Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?” (Al-Ḥāqqah [69]: 3).

Kemudian Allah s.w.t. menceritakan kebinasaan yang Dia timpakan atas umat-umat yang mendustakan adanya hari kiamat. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

فَأَمَّا ثَمُوْدُ فَأُهْلِكُوْا بِالطَّاغِيَةِ.

Adapun kaum Tsamūd, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.” (Al-Ḥāqqah [69]: 5).

Yaitu pekikan yang mendiamkan mereka dan gempa yang sangat dahsyat yang mematikan mereka. Hal yang sama dikatakan oleh Qatādah, bahwa ath-Thāghiyah artinya pekikan yang mengguntur. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarīr. Mujāhid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Thāghiyah ialah dosa-dosa; hal yang senada dikatakan oleh ar-Rabī‘ ibnu Anas dan Ibnu Zaid, bahwa ma‘na yang dimaksud ialah perbuatan-perbuatan yang melampaui batas, dan Ibnu Zaid membaca firman-Nya:

كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ بِطَغْوَهَا.

(Kaum) Tsamūd telah mendustakan (rasūlnya) karena mereka melampaui batas.” (asy-Syams [91]: 11).

As-Suddī mengatakan bahwa kaum Tsamūd dibinasakan karena perbuatan yang melampaui batas, ya‘ni ulah orang yang menyembelih unta Nabi Shāliḥ.

وَ أَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوْا بِرِيْحٍ صَرْصَرٍ

Adapun kaum ‘Ād, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin.” (Al-Ḥāqqah [69]: 6).

Ya‘ni angin yang sangat dingin (yang membekukan segalanya). Qatādah, as-Suddī, dan ar-Rabī‘ ibnu Anas serta ats-Tsaurī telah mengatakan sehubungan dengan ma‘na firman-Nya:

عَاتِيَةٍ.

lagi amat kencang”. (Al-Ḥāqqah [69]: 6).

Maksudnya, sangat kuat tiupannya. Qatādah mengatakan bahwa angin itu melanda mereka hingga melubangi hati mereka. Adh-Dhaḥḥāk mengatakan sehubungan dengan ma‘na firman-Nya:

صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ.

yang sangat dingin lagi amat kencang.” (Al-Ḥāqqah [69]: 6).

Yaitu angin yang sangat dingin lagi mengamuk menghantam mereka tanpa belas-kasihan. ‘Alī dan lain-lainnya mengatakan bahwa angin itu menghantam gudang-gudang tempat penyimpanan makanan mereka, maka berhamburanlah isinya tanpa terhitung.

سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ

yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka.” (Al-Ḥāqqah [69]: 7).

Ya‘ni yang diperintahkan oleh Allah untuk menguasai mereka.

سَبْعَ لَيَالٍ وَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُوْمًا

selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus.” (Al-Ḥāqqah [69]: 7).

Maksudnya, genap selama itu secara terus-menerus tiada henti-hentinya. Ibnu Mas‘ūd, Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, ‘Ikrimah, ats-Tsaurī, dan lain-lainnya mengatakan bahwa husuman artinya terus-menerus tiada henti-hentinya. Diriwayatkan pula dari ‘Ikrimah serta ar-Rabī‘ ibnu Khaitsam, yang menimpakan kesialan-kesialan atas mereka, sema‘na dengan firman-Nya:

فِيْ يَوْمٍ نَحِسَاتٍ

dalam beberapa hari yang sial.” (Fushshilat [41]: 16).

Ar-Rabī‘ mengatakan bahwa angin itu mula-mula datang pada hari Jum‘at, selainnya mengatakan hari Rabu. Menurut pendapat yang lainnya lagi, hari itu dikenal di kalangan orang-orang dengan sebutan hari A‘jāz, seakan-akan mereka yang menamakan demikian mengambil kesimpulan dari apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

فَتَرَى الْقَوْمَ فِيْهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ.

maka kamu lihat kaum ‘Ād pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (Al-Ḥāqqah [69]: 7).

Menurut pendapat yang lain, dinamakan demikian karena angin itu terjadi di pertengahan musim dingin. Pendapat yang lainnya lagi menyebutnya hari A‘jāz, karena seorang nenek-nenek dari kaum ‘Ād memasuki bunker perlindungannya, tetapi angin masuk ke dalamnya dan membunuhnya di hari yang kedelapan. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh al-Baghawī.

Ibnu ‘Abbās mengatakan sehubungan dengan ma‘na firman-Nya:

خَاوِيَةٍ.

yang telah kosong (lapuk).” (Al-Ḥāqqah [69]: 7).

Ya‘ni telah rusak dan tiada isinya lagi. Selain Ibnu ‘Abbās mengatakan lapuk. Angin itu menimpa seseorang dari mereka, lalu menerbangkannya dan menjatuhkannya dengan kepala di bawah hingga kepalanya pecah dan mati, dan yang tertinggal hanyalah tubuhnya saja yang kaku bagaikan tunggul pohon kurma yang sudah tiada tangkai dan dedaunannya lagi. Di dalam hadits yang disebutkan di dalam kitab Shaḥīḥain dari Rasūlullāh s.a.w., bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah bersabda:

نُصِرْتُ بِالصَّبَا وَ أُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُوْرِ.

Aku diberi pertolongan dengan melalui angin shabā, dan kaum ‘Ād dibinasakan oleh angin dabur.”

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Yaḥyā ibn-udh-Dhāris al-‘Abdī, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail, dari Muslim, dari Mujāhid, dari Ibnu ‘Umar yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

مَا فَتَحَ اللهُ عَلَى عَادٍ مِنَ الرِّيْحِ الَّتِيْ هَلَكُوْا بِهَا إِلَّا مِثْلَ مَوْضِعَ الْخَاتِمِ فَمَرَّتْ بَأَهْلِ الْبَادِيَةِ فَحَمَلَتْهُمْ وَ مَوَاشيْهِمْ وَ أَمْوَالِهِمْ فَجَعَلَتْهُمْ بَيْنَ السَّمَاءِ وَ الْأَرْضِ فَلَمَّا رَأَى ذلِكَ أَهْلُ الْحَاضِرَةِ مِنْ عَادٍ الرِّيْحَ وَ مَا فِيْهَا قَالُوْا هذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا فَأَلْقَتْ أَهْلَ الْبَادِيَةِ وَ مَوَاشِيْهِمْ عَلَى أَهْلِ الْبَصْرَةِ.

Tiadalah angin yang dibukakan oleh Allah terhadap kaum ‘Ād yang membawa kebinasaan kepada mereka melainkan hanya sebesar lubang sebuah cincin. Lalu angin itu melanda penduduk daerah pedalaman mereka dan menerbangkannya berikut dengan ternak dan harta benda mereka. Angin itu membawa mereka ke angkasa di antara langit dan bumi. Ketika hal itu terlihat oleh penduduk perkotaan dari kalangan kaum ‘Ād, yaitu angin dan apa yang dibawanya, berkatalah mereka: “Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.” Lalu angin itu menjatuhkan penduduk daerah pedalaman berikut ternak mereka ke atas penduduk perkotaan.”

Ats-Tsaurī telah meriwayatkan dari Laits, dari Mujāhid, bahwa angin yang melanda kaum ‘Ād itu mempunyai dua buah sayap dan ekor.

فَهَلْ تَرَى لَهُمْ مِّنْ بَاقِيَةٍ.

Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka.” (Al-Ḥāqqah [69]: 8).

Maksudnya, apakah kamu melihat seseorang yang tersisa dari kalangan mereka, atau seseorang yang berketurunan dari kalangan mereka? Tidak, bahkan mereka binasa semuanya sampai ke akar-akarnya, dan Allah tidak menjadikan generasi penerus bagi mereka. Kemudian Allah s.w.t. berfirman dalam ayat berikutnya:

وَ جَاءَ فِرْعَوْنُ وَ مَنْ قَبْلَهُ

Dan telah datang Fir‘aun dan orang-orang yang sebelumnya.” (Al-Ḥāqqah [69]: 9).

Menurut suatu qirā’at dibaca qiblihi dengan huruf qāf yang di-kasrah-kan, artinya dari sisi Fir‘aun, ya‘ni mereka yang berada di masanya dari kalangan pengikut-pengikutnya, yaitu orang-orang kafir dari bangsa Egypt. Sedangkan ‘ulamā’ lainnya membacanya qablahu, yang artinya orang-orang yang sebelumnya dari kalangan umat-umat yang berperilaku seperti dia.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *