II
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ. وَ حُمِلَتِ الْأَرْضُ وَ الْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً. فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ. وَ انْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ. وَ الْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَ يَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ. يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ. فَأَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِيْنِهِ فَيَقُوْلُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوْا كِتَابِيَهْ. إِنِّيْ ظَنَنْتُ أَنِّيْ مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ. فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ. فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ. كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا هَنِيْئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ.
69: 13. Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.
69: 14. Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.
69: 15. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat itu.
69: 16. Dan terbelahlah langit, maka jadilah dia di hari itu lemah sekali.
69: 17. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjurunya, dan di atas mereka di hari itu, ‘Arsy Tuhan engkau akan dipikul oleh delapan malaikat.
69: 18. Pada hari itu kamu akan dihadapkan, tidak ada yang tersembunyi tentang diri kamu sedikit juapun.
69: 19. Maka barang siapa yang diberikan kitabnya dari kanannya, maka dia berkata: “Ambillah ini! Bacalah kitabku ini!”.
69: 20. Sesungguhnya saya telah yakin, bahwa saya akan menemui perhitunganku.
69: 21. Maka dia ini berada dalam hidup yang diridhai,
69: 22. Di dalam surga yang tinggi.
69: 23. Petikan buah-buahannya adalah dekat,
69: 24. Makan dan minumlah dengan sedapnya, tersebab ‘amal-‘amal yang telah kamu mulaikan pada hari-harimu yang telah berlalu”.
***
“Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.” (Ayat 13).
Menurut keterangan ar-Rāzī dalam tafsirnya tiupan sangkakala yang disebut di sini adalah tiupan yang pertama, karena sesudah ini akan ada tiupan lagi. Ibnu Katsīr menjelaskan lagi bahwa tiupan yang pertama ini adalah tiupan yang mengejutkan, tiupan yang kedua ialah tiupan meruntuhkan, sehingga runtuhlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali yang dikehendaki Allah. Tiupan ketiga ialah berbangkit semuanya dari ‘alam kuburnya, buat berdiri mempertanggung-jawabkan hidupnya di dunia, di hadapan Allah Rabb-ul-‘Ālamīn.”
Tiupan yang pertama itulah agaknya yang disyaratkan pada ayat 1 dan 2 dari surat ke-22, al-Ḥajj. Yaitu keguncangan besar, sehingga anak yang sedang disusukan ibunya terlepas dari tangannya dan perempuan yang sedang mengandung, gugur kandungannya.
“Lalu diangkatlah bumi dan gunung-gunung,” (Pangkal ayat 14). Kalau kita ketahui bahwa di dalam bumi ini tersimpan banyak sekali bahan-bahan yang dapat meledak dan meletus, dapatlah kita mengira-ngirakan bahwa suatu waktu tidak mustahil akan terjadi letusan besar, sehingga gunung-gunung itu sendiripun berserakan hancur; “Lalu dibenturkan keduanya sekali bentur.” (Ujung ayat 14). Hal-hal seperti ini dapat saja kejadian jika kita fikirkan berapa besarnya kekuasaan Ilahi. Bom atom yang sangat menakutkan yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada penutuk Perang Duani II masihlah seperseratus saja daripada bom-bom nuklir lain yang didapat di belakang. Maka kekuatan lain yang masih tersembunyi dalam ilmu Allah masihlah banyak lagi.
“Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat itu.” (Ayat 15). Kalau sudah demikian yang terjadi, itulah tanda bahwa kiamat telah datang. Yang ditunggu-tunggu dan yang ditakuti itu telah berlaku.
“Dan terbelahlah langit,” (Pangkal ayat 16). Bagaimanakah caranya terbelah langit itu? Apakah karena bintang-bintang telah terlepas dari undang-undang daya tarik, yang selama ini menjadi dia kuat, tidak berkisar daripada ukuran tempatnya yang telah ditentukan?: “maka jadilah dia di hari itu lemah sekali.” (Ujung ayat 16) – Yakni, kalau letak bintang-bintang telah kucar-kacir, niscaya pertahanan langit telah lemah. ‘Alam seluruhnya telah menjadi kacau-balau. Peraturan yang lama sudah berobah sama sekali. Menunggu datangnya susunan yang baru, mungkin berjuta tahun dalam kekacauan dan kelemahan.
“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjurunya,” (Pangkal ayat 17). Allah memerintahkan kepada malaikat-malaikat supaya mereka menjaga pada tiap-tiap penjuru menjaga supaya qudrat-iradat Allah berjalan dengan langsung tidak bertahan-tahan; “dan di atas mereka di hari itu, ‘Arsy Tuhan engkau akan dipikul oleh delapan malaikat.” (Ujung ayat 17). Artinya, bahwa selain dari malaikat-malaikat yang berdiri pada tiap-tiap penjuru itu, ada lagi delapan malaikat yang khusus pekerjaannya memikul ‘Arsy Tuhan. Menurut Sa‘īd bin Jubair ialah delapan shaf, atau delapan baris dari malaikat.
“Pada hari itu kamu akan dihadapkan,” (Pangkal ayat 18). Pada hari itulah atau pada masa itulah kelak manusia akan dihadapkan ke hadapan Mahkamah Tuhan. Untuk dipertimbangkan, diteliti, diperiksa semasa di dunia, dan Allah sendiri yang menjadi Hakimnya; “tidak ada yang tersembunyi tentang diri kamu sedikit juapun.” (Ujung ayat 18). Sebagaimana juga tersebut di dalam Surat ke-86, ath-Thāriq ayat 9 dan 10 bahwa pada hari itu akan terbukalah segala rahasia, maka tidaklah ada padanya suatu kekuatanpun dan tidak pula ada yang akan menolong mempertahankan.”
“Maka barang siapa yang diberikan kitabnya dari kanannya,” (Pangkal ayat 19). Kitab keputusan untuk yang hasil penyelidikan menunjukkan bahwa lebih banyak hidupnya mengerjakan ‘amalan yang baik daripada ‘amalan yang jahat, dari sebelah kananlah kitabnya akan diserahkan kepadanya. Niscaya gembiralah dia menerima kitab ini. Sebab sebelah kanan adalah alamat bahagia, bukti bahwa perjuangan hidupnya yang berat diterima oleh Tuhan.
Pemberian kitab dari kanan adalah lambang daripada penyerahan dengan hormat. Bahkan dalam kehidupan kita di dunia ini sajapun penyerahan suatu ijazah yang mulia dilakukan dengan upacara yang khidmat, apatah lagi penyerahan daripada Tuhan kepada hamba-Nya yang dikasihinya. Sebab itu maka setelah surat itu diserahkan, orang yang bersangkutan akan sangat bergembira, sehingga kepada orang-orang yang berada di kiri kanannya “maka dia berkata: “Ambillah ini! Bacalah kitabku ini!” (Ujung ayat 19).
“Sesungguhnya saya telah yakin, bahwa saya akan menemui perhitunganku.” (Ayat 20). Artinya bahwa sejak semula, sebelum dilakukan penyelidikan yang mendalam tentang ‘amalnya itu, dalam hatinya sudah ada juga keyakinan bahwa ‘amalnya akan diterima oleh Tuhan. Sejak semula dia telah berbaik-sangka. Itulah sebabnya maka Nabi s.a.w. memesankan kepada ummatnya bahwa jika dia telah merasa sakit akan mati, hendaklah dia berbaik sangka terhadap Tuhan.
Di dalam memberikan tafsir dan arti kita sebutkan “aku telah yakin” juga, padahal dalam ayat tersebut “innī zhanantu”, yang kalau diartikan secara harfiyyah tentunya “aku telah menyangka juga”. Tetapi ahli-ahli tafsir telah memberikan arti zhann itu dengan yakin. Adh-Dhahhak berkata: “Tiap bertemu kalimat zhann di dalam al-Qur’ān dari orang mu’min, artinya ialah yakin. Tetapi kalau timbul dari orang yang kafir artinya ialah syakk atau ragu-ragu.
Di dalam Surat al-Isrā’ (Surat 17) ayat 101 dan 102 bertemu berturut-turut dua kali kalimat “La azhunnuka”; Yang pertama diucapkan oleh Fir‘aun terhadap Mūsā, yang berarti bahwa Fir‘aun menyangka bahwa Mūsā itu adalah seorang yang kena sihir. Di ayat 102 bertemu “la azhunnu” yang diucapkan oleh Mūsā menangkis perkataan Fir‘aun, yang artinya ialah Mūsā yakin sangat bahwa Fir‘aun itu orang yang matsbūrun, yaitu dikutuk atau digagalkan Allah segala urusannya.
Mujāhid memberi penjelasan: “Zhann di dunia berarti ragu. Zhann di akhirat berarti yakin.”
Yang lebih menarik hati lagi ialah penafsiran dari al-Ḥasan al-Bashrī: “Seorang yang beriman baik zhann-nya kepada Tuhan, sebab itu selalu dia menaikkan mutu ‘amalannya. Tetapi orang yang munafiq jahat zhann-nya kepada Tuhan, sebab itu ‘amalnya tidak ada yang beres.”
“Maka dia ini berada dalam hidup yang diridhai.” (Ayat 21). Setelah orang yang menerima kitabnya dari jurusan sebelah kanan itu bergembira menerima suratnya maka akan diiringkanlah dia dengan serba-serbi kebesaran dan kemuliaan ke tempat yang disediakan buat dia dalam syurga, menerima keridhaan Ilahi. Sebab ridha Ilahi itulah puncak tujuan yang haqiqi dari setiap orang yang beriman: “Di dalam surga yang tinggi.” (Ayat 22). Yang disediakan buat orang-orang yang tinggi pula martabatnya dari nabi-nabi dan rasul-rasul, orang-orang yang meninggal sebagai syahid dan orang-orang yang hidup dalam keshalihan. “Petikan buah-buahannya adalah dekat” (Ayat 23). Yaitu bahwa berbagai ragam buah-buahan di dalam syurga atau taman Firdaus itu tidaklah tinggi hingga payah menjoloknya. Melainkan sangatlah dekatnya, hingga dapat dipegang dengan tangan, bahkan dapat dicapai dengan mulut saja saking dekatnya buah-buahan berbagai ragam itu. Dan mereka dipersilahkan oleh malaikat-malaikat ridhwan yang menjaga syurga itu: “Makan dan minumlah dengan sedapnya,” (Pangkal ayat 24), segala buah-buahan atau segala minuman yang selalu terhidang dan dihidangkan, oleh berbagai anak bidadari dan bidadara yang selalu siap sedia meladeni; “Tersebab ‘amal-‘amal yang telah kamu mulaikan pada hari-harimu yang telah berlalu”.” (Ujung ayat 24).
Artinya bahawasanya ni‘mat kurnia Ilahi yang kamu rasakan sekarang ini, tidak lain adalah hasil belaka daripada ‘amal yang telah kamu kerjakan terlebih dahulu di masa hidupnya di dalam dunia dahulu.