Hati Senang

Surah al-Haqqah 69 ~ Tafsir al-Aisar (2/3)

TAFSĪR AL-AISAR
(Judul Asli: أَيْسَرُ التَّفَاسِيْرِ لِكَلَامِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ)
Edisi Indonesia:
Tafsir al-Qur’an al-Aisar (Jilid 7)

Penulis: Syaikh Abū Bakar Jābir al-Jazā’irī


(Jilid ke 7 dari Surah Qāf s.d. an-Nās)   Penerbit: Darus Sunnah

Sūrat-ul-Ḥāqqah: Ayat 25-37

وَ أَمَّا مَنْ أُوْتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُوْلُ يَا لَيْتَنِيْ لَمْ أُوْتَ كِتَابِيَهْ. وَ لَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ. يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ. مَا أَغْنَى عَنِّيْ مَالِيَهْ. هَلَكَ عَنِّيْ سُلْطَانِيَهْ. خُذُوْهُ فَغُلُّوْهُ. ثُمَّ الْجَحِيْمَ صَلُّوْهُ. ثُمَّ فِيْ سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُوْنَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوْهُ. إِنَّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ. وَ لَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ. فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَاهُنَا حَمِيْمٌ. وَ لَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِيْنٍ. لَا يَأْكُلُهُ إِلَّا الْخَاطِؤُوْنَ.

69: 25. Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini),
69: 26. Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku,
69: 27. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu.
69: 28. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku.
69: 29. Telah hilang kekuasaanku dariku”.
69: 30. (Allah berfirman): “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.”
69: 31. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
69: 32. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.
69: 33. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.
69: 34. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin.
69: 35. Maka tiada seorang teman pun baginya pada hari ini di sini.
69: 36. Dan tiada (pula) makanan sedikit pun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.
69: 37. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa.

PENJELASAN KATA

(يَا لَيْتَنِيْ لَمْ أُوْتَ كِتَابِيَهْ.) Yā laytanī lam ūta kitābiyah: Lebih baik ia tidak menerima buku catatan amalnya, karena bukunya penuh dengan kejelekan.

(كَانَتِ الْقَاضِيَةَ.) Kānat-il-Qādhiyata: Kematian di dunia yang memutuskan kehidupanku sampai aku dibangkitkan.

(هَلَكَ عَنِّيْ سُلْطَانِيَهْ.) Halaka ‘Annī Sulthāniyah: Kekuasaanku tidak bermanfaat.

(خُذُوْهُ) Khudzūhu: Wahai malaikat, seretlah orang kafir ini!

(فَغُلُّوْهُ.) Faghullūhu: Belenggulah kedua tangan hingga ke lehernya.

(ثُمَّ الْجَحِيْمَ صَلُّوْهُ.) Tsumm-al-Jaḥīma Shallūhu: Kemudian masukkan ke dalam neraka yang membakar, panasilah ibarat kambing yang sedang dipanggang.

(حَمِيْمٌ.) Ḥamīmun: Kerabat atau teman yang akan menolongnya.

(إِلَّا مِنْ غِسْلِيْنٍ.) Illā min Ghislīnin: Nanah para penghuni neraka yang keluar dari perut mereka karena telah memakan pohon “Ghislīn”.

MAKNA AYAT 25-37 SECARA UMUM

Ayat-ayat di atas masih membahas tentang pengukuhan ‘aqidah tentang adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan dengan menyebutkan fenomena yang terjadi di hari Kiamat seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Seperti orang yang akan menerima buku catatan amalnya dengan tangan kanannya (6981) akan menerima kemuliaan di sisi Rabb-nya.

Di dalam ayat-ayat ini dijelaskan tentang orang-orang yang akan menerima kitabnya dengan tangan kirinya, maka balasan kehinaan dan siksa yang akan mereka terima sebagai bentuk balasan atau kekafiran mereka. Allah ta‘ālā berfirman: “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya”, (6992) di hari Kiamat kelak, ia akan berkata setelah melihat kitab beserta isinya yang penuh dengan kejelekan, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini)”, ia berangan-angan seandainya ia tidak menerima kitabnya. Ia pun tidak mengetahui (7003) hisab apa yang akan menerima dirinya. Ia menginginkan bahwa kematian yang pernah ia alami dahulu di dunia akan memutuskan kehidupannya sehingga ia tidak akan dibangkitkan.

Hal inilah yang membuatnya menyesali dan merasa bersedih seraya berkata: “Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku,” yaitu hartaku dan huruf hā’ pada kata māliyah, kitābiyah, ḥisābiyah dan sulthāniyah disebut huruf hā’ saktah (berhenti) yang hurufnya berakhir dengan harakat sukūn, sebagaimana yang dibaca semua para qari’.

Allah ta‘ālā berfirman: “Telah hilang kekuasaanku dariku”, yaitu alasan-alasanku menghilang dariku, (7014) sehingga aku tidak menemukan sesuatu yang dapat aku jadikan sebagai alasan bagi diriku. Allah ta‘ālā berfirman kepada malaikat Zabāniyah: “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya”, (7025) maksudnya tariklah kedua tangannya hingga lehernya kemudian belenggulah. “Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala” (7036) masukkanlah ia ke dalam neraka dan pangganglah di dalam derajat yang paling panas sebagaimana seekor kambing yang sedang dibakar. “Kemudian belitlah dia dengan rantai”, yang panjangnya, “yang panjangnya tujuh puluh hasta”, belitlah, tidak ada yang mengetahui jarak panjang hasta yang tercantum di dalam ayat ini, kecuali apabila pundak orang kafir berjarak seperti antara Makkah dan Qadīd, sekitar 150 mil.

Belenggu yang panjangnya 70 hasta ini tentu akan sesuai dengan tubuh (penghuni neraka). “Belitlah dia”, maksudnya masukkanlah belenggu tersebut dari mulutnya dan keluarkanlah melalui duburnya, laksana seseorang yang memasukkan benang ke lubang jahitan.

Allah ta‘ālā menyebutkan sebab-sebab hukuman ini dengan firman-Nya: “Sesungguhnya dia dahulu”, yaitu ketika di dunia, “tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan (7047) orang miskin.” Dosanya hanya dua, yaitu kafir kepada Allah dan tidak mau mengeluarkan hak-hak yang wajib dikeluarkan dari hartanya.

Kemudian Allah memberitahukan tentang nasib orang kafir ini yang sedang menderita di neraka Jahannam dengan firman-Nya, “Maka tiada seorang teman pun baginya pada hari ini”, yaitu di neraka Jahannam, “api yang panas”, (7058) tidak ada teman atau kerabat yang menolong atau meringankan siksanya. “Dan tiada (pula) makanan sedikit pun (baginya) kecuali dari darah dan nanah”. Maksudnya tidak ada makanan yang dapat dimakan, kecuali hanya ada nanah para penghuni neraka. Karena, ketika para penduduk neraka memakan pohon Ghislīn, maka ia menjadi seperti orang yang sedang mengeluarkan isi perutnya. Maka keluarlah seluruh isi perutnya dan itulah yang disebut dengan Ghislīn yang akan mereka makan.

Ghislīn ini hanya akan dimakan oleh orang-orang yang berdosa, yaitu orang-orang yang melakukan dosa kekufura, wal-‘iyādzu billāh.

PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI AYAT 25-37.

  1. Penetapan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan dengan menyebutkan beberapa kejadian di akhirat.
  2. Orang-orang yang mendapatkan harta dari menjual umat dan agamanya, maka hartanya tersebut tidak mampu mendatangkan manfaat sedikit pun.
  3. Pemberitahuan tentang kekufuran dan siapa saja orangnya.
  4. Dosa yang sangat besar jika tidak mau mengeluarkan zakat harta dan lain sebagainya.

Catatan:

  1. 698). Telah dijelaskan bahwa Abū Salamah bin ‘Abd-il-Asad al-Makhzūmī dan istrinya yaitu Ummu Salamah Umm-ul-Mu’minīn yang dinikahi oleh Rasūlullāh s.a.w. sepeninggal Abū Salamah. Adapun orang yang celaka, yaitu al-Aswad bin ‘Abd-il-Asad, saudaranya Abū Salaman.
  2. 699). Buku catatan amal perbuatannya yang buruk, seperti kemusyrikan dan dosa-dosanya, baik dosa besar maupun kecil, yang akan diberikan dengan tangan kiri atau dilempar dari arah belakang punggungnya.
  3. 700). Inilah peristiwa luar biasa (hisab yang berat) yang mereka saksikan dan hal ini masuk di dalam angan-angannya. Hal ini juga sebagai bukti bahwa ketika ia di dunia tidak beriman dengan hisab dan tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada saat itu. Oleh sebab itu, pada hari itu. ia sangat kaget dibuatnya dan merasa sangat susah.
  4. 701). Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbās r.a.
  5. 702). Ayat yang berbunyi “peganglah dia,” adalah perkataan Allah kepada malaikat Zabāniyyah seperti yang diterangkan di dalam tafsir ini. Sedangkan ayat yang berbunyi “belenggulah” yaitu dengan cara memasang belenggu atau rantai yang dikatakan di leher seorang tahanan.
  6. 703). Kata “shala-n-Nāru yashlāhā” yaitu ketika penghuni neraka merasakan panasnya api neraka. Kemudian berubah bentuk memakai tasydīd sehingga menjadi “shallāhu-n-nāru” atau dengan diawali huruf hamzah yaitu pada kata “ashlāhu yushlīhi naran.” (artinya dipanggang oleh api neraka).
  7. 704). Kata “ath-tha‘āmu” (makanan) berma‘na “al-ith‘āmu” (memberi makan).
  8. 705). Arti kata “al-ḥamīmu” di dalam ayat ini adalah kerabat yang menaruh belas-kasihan kepadanya dan melindunginya dari keburukan.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.