Surah al-Ḥadīd (Besi)
Surah ke-57. 29 ayat. Madaniyyah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-6: Bertasbīḥnya makhlūq kepada Allah subḥānahu wa ta‘ālā, dan penjelasan tentang sifat dan kekuasaan Allah subḥānahu wa ta‘ālā; di mana di Tangan-Nya kerajaan segala sesuatu.
سَبَّحَ للهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.
- (1640[efn_note]1640). Allah subḥānahu wa ta‘ālā memberitahukan tentang keagungan-Nya, kebesaran-Nya dan luasnya kerajaan-Nya, yaitu bahwa semua yang ada di langit dan di bumi baik makhlūq hidup yang bisa berbicara maupun yang diam dan lainnya serta benda-benda mati bertasbīḥ dengan memuji Tuhannya serta mensucikan-Nya dari segala yang tidak layak dengan keagungan-Nya, dan bahwa semuanya taat kepada Allah Tuhannya dan tunduk kepada keperkasaan-Nya, di mana tampak di sana atsār (pengaruh) ḥikmah (kebijaksanaan)-Nya. Oleh karena itu, Dia berfirman: “Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”[/efn_note]) Apa yang di langit dan di bumi bertasbīḥ kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (1641[efn_note]1641). Dalam ayat ini terdapat penjelasan meratanya rasa butuh makhlūq baik yang berada di alam bagian atas maupun alam bagian bawah kepada Tuhannya dalam semua keadaannya. Demikian pula terdapat penjelasan meratanya keperkasaan-Nya kepada segala sesuatu dan meratanya kebijaksanaan-Nya pada ciptaan-Nya dan pada perintah-Nya. Dan pada ayat selanjutnya, Dia memberitahukan tentang meratanya kepemilikan-Nya.[/efn_note]).
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ يُحْيِيْ وَ يُمِيْتُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
- Milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi (1642[efn_note]1642). Dia yang menciptakannya, memberi rezeki dan mengaturnya dengan kekuasaan-Nya.[/efn_note]), Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
هُوَ الْأَوَّلُ وَ الْآخِرُ وَ الظَّاهِرُ وَ الْبَاطِنُ وَ هُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ.
- Dialah Yang Awwal, Yang Ākhir (1643[efn_note]1643). Yang dimaksud dengan al-Awwal ialah, yang tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya, al-Ākhir ialah yang tidak ada sesuatu pun setelah-Nya.[/efn_note]), Yang Zhāhir dan Yang Bāthin (1644[efn_note]1644). Maksud azh-Zhāhir ialah, yang tidak ada sesuatu pun di atas-Nya, dan al-Bāthin ialah yang tidak ada sesuatu pun di bawah-Nya. Dengan demikian, nama-Nya azh-Zhāhir menunjukkan tingginya Dia di atas semua makhlūq-Nya, sedangkan nama-Nya al-Bāthin menunjukkan bahwa ‘ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang menghalangi-Nya, pendengaran-Nya mengena kepada semua suara dan penglihatan-Nya menembus semua makhlūq-Nya (Lihat Anwār-ul-Hilālain fit-Ta‘aqqubāt ‘alal–Jalālain oleh Dr. ‘Abd-ur-Raḥmān al-Khumais).[/efn_note]); dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (1645[efn_note]1645). ‘Ilmu-Nya meliputi segala yang tampak maupun yang tersembunyi, yang samar maupun yang tertutup, perkara yang dahulu maupun yang akan datang.[/efn_note]).
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ فِيْ سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَ مَا يَعْرُجُ فِيْهَا وَ هُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ.
- Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (1646[efn_note]1646). Dimulai dari hari Aḥad dan diakhiri pada hari Jum‘at. Adapun hari Sabtu, tidak terjadi penciptaan, karena ia adalah hari ketujuh, sehingga dari sanalah dinamakan Sabtu, yang artinya berhenti. Hari di sini menurut sebagian ‘ulamā’ seperti hari di dunia, namun ada yang berpendapat bahwa satu hari tersebut lamanya 1.000 tahun sebagaimana dinyatakan Mujāhid dan Imām Aḥmad, wallāhu a‘lam.[/efn_note]); kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (1647[efn_note]1647). Bersemayam di atas ‘Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah ‘azza wa jalla, di atas semua makhlūq-Nya.[/efn_note]). Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi (1648[efn_note]1648). Seperti air hujan, benih, orang-orang yang telah mati dan lainnya.[/efn_note]) dan apa yang keluar dari dalamnya (1649[efn_note]1649). Seperti tumbuhan, hewan dan barang tambang.[/efn_note]), apa yang turun dari langit (1650[efn_note]1650). Seperti malaikat, taqdīr, rezeki, rahmat dan ‘adzāb.[/efn_note]) dan apa yang naik ke sana (1651[efn_note]1651). Seperti malaikat, rūḥ, ‘amal-‘amal, doa-doa hamba dan lainnya.[/efn_note]). Dan Dia bersama kamu (1652[efn_note]1652). Dengan ‘ilmu-Nya. Hal ini seperti dalam firman Allah ta‘ālā: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tidak ada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tidak ada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Terj. al-Mujādilah: 7) Oleh karena itu, pada akhir ayat Allah subḥānahu wa ta‘ālā menjanjikan untuk memberikan balasan terhadap ‘amal yang dikerjakan hamba.[/efn_note]) di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (1653[efn_note]1653). Ya‘ni Dia melihat ‘amal yang muncul dari kamu dan apa yang muncul dari ‘amal itu, baik atau buruk, lalu Dia akan memberikan balasan terhadapnya dan menjaganya untukmu.[/efn_note]).
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ إِلَى اللهِ تُرْجَعُ الْأُمُوْرُ.
- Milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi (1654[efn_note]1654). Ya‘ni milik-Nya, ciptaan-Nya dan hamba-Nya. Dia bertindak pada mereka dengan apa yang Dia kehendaki berupa perkara qadarī maupun syar‘ī yang berjalan di atas ḥikmah (kebijaksanaan) Rabbānī.[/efn_note]). Dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan (1655[efn_note]1655). Baik ‘amal maupun orang-orang yang mengerjakannya, lalu Dia akan menunjukkan ‘amalan itu kepada mereka. Dia akan memisahkan yang baik dan yang buruk dan akan memberi balasan kepada orang yang berbuat iḥsān karena iḥsānnya dan orang yang berbuat buruk karena keburukannya.[/efn_note]).
يُوْلِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَ يُوْلِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَ هُوَ عَلِيْمٌ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ.
- Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam (1656[efn_note]1656). Yang dimaksud dengan memasukkan malam ke dalam siang adalah menjadikan malam lebih panjang dari siang, dan memasukkan siang ke dalam malam ialah menjadikan siang lebih panjang dari malam sebagaimana yang terjadi pada musim panas dan dingin. Namun menurut Syaikh as-Sa‘dī, Dia (Allah) akan memasukkan malam ke dalam siang sehingga malam meliputi mereka (manusia) dengan kegelapannya, dan mereka pun bisa tenang dan beristirahat, kemudian Dia masukkan siang ke dalam malam, lalu menyingkirlah kegelapan yang menimpa bumi dan alam sekitarnya pun menjadi terang sehingga para hamba dapat beraktifitas serta bangun untuk maslahat dan penghidupan mereka. Allah subḥānahu wa ta‘ālā senantiasa memasukkan malam ke dalam siang dan siang ke dalam malam serta mempergilir di antara keduanya dalam hal bertambah lama dan berkurangnya, lama dan singkat sehingga tegaklah musim-musim itu dan zaman pun berlalu dengan lurus, serta terwujudlah berbagai maslahat dari itu, maka Mahasuci Allah Rabb-ul-‘ālamīn, dan Mahatinggi Dia Yang Maha Mulia lagi Pemurah, di mana Dia telah melimpahkan kepada hamba-hambaNya ni‘mat-ni‘mat yang tampak maupun tersembunyi.[/efn_note]). Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati (1657[efn_note]1657). Sehingga Dia memberi taufīq orang yang Dia ketahui layak mendapatkannya dan menelantarkan orang yang Dia ketahui tidak cocok mendapatkan hidāyah.[/efn_note]).
Ayat 7-12: Ajakan kepada kaum muslimīn untuk bersikap dermawan dan berinfāq di jalan Allah untuk meninggikan Islam dan agar kaum muslimīn memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan bahwa segala sesuatu pada hakikatnya milik Allah subḥānahu wa ta‘ālā, maka jangan merasa berat menginfāqkan hartanya di jalan Allah.
آمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِهِ وَ أَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِ فَالَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَ أَنْفَقُوْا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيْرٌ.
- (1658[efn_note]1658). Allah subḥānahu wa ta‘ālā memerintahkan hamba-hambaNya beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya dan apa yang dibawanya. Demikian pula memrintahkan mereka berinfāq di jalan-Nya dari harta yang Dia jadikan pada tangan mereka dan menjadikan mereka menguasainya agar Dia melihat apa yang mereka lakukan dengannya. Setelah Dia memerintahkan demikian, Dia mendorong mereka untuk melakukannya dengan menyebutkan pahala bagi orang yang melakukannya.[/efn_note]) Berimanlah (1659[efn_note]1659). Menurut sebagian mufassir adalah perintah untuk tetap beriman.[/efn_note]) kamu kepada Allah dan Rasūl-Nya dan infāqkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amānah) (1660[efn_note]1660). Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Oleh karena itu, manusia menginfāqkan hartanya harus mengikuti hukum-hukum yang telah disyarī‘atkan Allah subḥānahu wa ta‘ālā, karena itu tidak boleh kikir dan boros. Menurut sebagian mufassir bahwa ayat ini turun berkenaan dengan perang Tabūk yang ketika itu membutuhkan banyak biaya.[/efn_note]). Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan meinfāqkannya (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang besar (1661[efn_note]1661). Orang yang menggabung antara beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya dengan berinfak di jalan-Nya, bagi mereka pahala yang besar, di mana yang paling besarnya adalah memperoleh keridhāan Tuhan mereka, mendapatkan tempat kemuliaan-Nya (surga) dengan keni‘matan yang kekal yang ada di dalamnya.[/efn_note]).
وَ مَا لَكُمْ لَا تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَ الرَّسُوْلُ يَدْعُوْكُمْ لِتُؤْمِنُوْا بِرَبِّكُمْ وَ قَدْ أَخَذَ مِيْثَاقَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ.
- (1662[efn_note]1662). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā menyebutkan sebab yang mendorong mereka beriman.[/efn_note]) Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah, padahal Rasūl mengajak kamu beriman kepada Tuhanmu? Dan Dia telah mengambil janji(setia)mu (1663[efn_note]1663). Yaitu dengan berbai’at kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Atau maksudnya, perjanjian rūḥ Bani Ādam sebelum dilahirkan ke dunia bahwa Dia mengakui, bahwa Tuhannya ialah Allah dan tidak menyembah selain kepada-Nya (lihat surah al-A‘rāf: 172).[/efn_note]), jika kamu orang-orang mu’min (1664[efn_note]1664). Ya‘ni, apa yang menghalangimu untuk beriman, padahal Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah rasūl yang paling utama dan da’i paling mulia yang mengajak kamu kepada Allah. Yang demikian mengharuskan seseorang untuk segera memenuhi seruannya dan menyambutnya, dan lagi Dia (Allah) telah mengambil perjanjian dari kamu untuk beriman jika kamu memang orang-orang mu’min. Di samping itu, karena kelembutan dan perhatian-Nya kepada kamu, Dia tidak membatasi dengan seruan rasūl yang mulia saja, bahkan Dia menguatkan rasūl tersebut dengan mu‘jizat-mu‘jizat yang menunjukkan kebenaran yang dibawanya, terutama sekali adalah dengan al-Qur’ān.[/efn_note]).
هُوَ الَّذِيْ يُنَزِّلُ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَكُمْ مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَ إِنَّ اللهَ بِكُمْ لَرَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
- Dialah yang menurunkan ayat-ayat yang terang (1665[efn_note]1665). Yang menunjukkan kepada akal bahwa apa yang dibawanya adalah benar.[/efn_note]) (al-Qur’ān) kepada hamba-Nya (Muḥammad) untuk mengeluarkan kamu (1666[efn_note]1666). Dengan rasūl yang diutus-Nya dan apa yang diturunkan-Nya kepadanya berupa kitab (al-Qur’ān) dan ḥikmah (as-Sunnah).[/efn_note]) dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (1667[efn_note]1667). Ya‘ni dari gelapnya kebodohan dan kekafiran kepada cahaya ilmu dan keimanan. Ini termasuk rahmat dan kasih-Nya kepada kamu, di mana Dia lebih sayang kepadamu daripada sayangnya ibu kepada anaknya.[/efn_note]). Dan sungguh, terhadap kamu Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
وَ مَا لَكُمْ أَلَّا تُنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَ للهِ مِيْرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ لَا يَسْتَوِيْ مِنْكُمْ مَّنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَ قَاتَلَ أُوْلئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِيْنَ أَنْفَقُوْا مِنْ بَعْدُ وَ قَاتَلُوْا وَ كُلًّا وَعَدَ اللهُ الْحُسْنَى وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ.
- Dan mengapa kamu tidak menginfāqkan hartamu di jalan Allah, padahal milik Allah semua pusaka langit dan bumi? (1668[efn_note]1668). Maksudnya, apa yang menghalangimu untuk berinfāq di jalan Allah, yakni di semua jalan kebaikan, padahal kamu tidak memiliki apa-apa, bahkan milik Allah-lah pusaka langit dan bumi, di mana semua harta akan berpindah dari tanganmu atau kamu yang memindahkannya kemudian kepemilikan akan kembali kepada Pemiliknya yang sebenarnya, yaitu Allah subḥānahu wa ta‘ālā. Oleh karena itu, berinfāqlah selama harta itu masih ada pada kamu dan Dia berjanji akan menggantinya untukmu dengan yang lebih baik.[/efn_note]) (1669[efn_note]1669). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā menyebutkan tingkatan ‘amal sesuai keadaan dan ḥikmah Allah subḥānahu wa ta‘ālā.[/efn_note]) Tidak sama orang yang menginfāqkan (hartanya di jalan Allah) di antara kamu dan berperang sebelum penaklukan (Mekkah) (1670[efn_note]1670). Sebagian mufassir menafsirkan penaklukan di sini dengan perjanjian Ḥudaibiyah. Hal itu, karena dengan adanya perjanjian damai itu agama Islam menjadi tersebar, kaum muslimīn dapat bercampur baur dengan orang-orang kafir dan bisa mendakwahi mereka sehingga ketika itu banyak manusia yang masuk ke dalam agama Allah, padahal sebelumnya kaum muslimīn tidak bisa berdakwah pada selain tempat yang sudah masuk Islam seperti Madīnah dan sekitarnya, namun setelah ada perjanjian itu, kaum muslimīn dapat memperluas dakwah mereka. Demikian juga sebelum ada perjanjian itu, orang yang masuk ke dalam agama Islam disakiti dan diancam, berbeda dengan setelahnya. Oleh karena itulah, orang yang masuk Islam sebelum penaklukkan Fatḥ (penaklukkan), berinfāq dan berperang lebih besar derajat, pahala dan balasannya daripada orang yang masuk Islam setelahnya.[/efn_note]). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menginfāqkan (hartanya) dan berperang setelah itu. (1671[efn_note]1671). Oleh karena kelebihan yang Allah berikan kepada orang-orang yang masuk Islam sebelum Fatḥ (penaklukkan) bisa saja menimbulkan kesan terdapat kekurangan dan cela pada orang-orang yang yang masuk Islam setelah Fatḥ, maka Allah subḥānahu wa ta‘ālā menghilangkan kesan ini dengan firman-Nya pada lanjutan ayat di atas.[/efn_note]) Allah menjanjikan kepada masing-masing (1672[efn_note]1672). Yang masuk Islam sebelum dan setelah Fatḥ. Ayat ini menunjukkan keutamaan para sahabat semuanya radhiyallāhu ‘anhum, karena Allah bersaksi terhadap keimanan mereka dan menjanjikan mereka surga.[/efn_note]) mereka (balasan) yang lebih baik (surga). Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan (1673[efn_note]1673). Dia akan memberikan balasan kepada masing-masing di antara kamu sesuai yang Dia ketahui dari ‘amalmu.[/efn_note]).
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَ لَهُ أَجْرٌ كَرِيْمٌ.
- (1674[efn_note]1674). Selanjutnya Allah subḥānahu wa ta‘ālā mendorong untuk berinfāq di jalan-Nya, karena jihad membutuhkan infāq dan pengorbanan harta.[/efn_note]) Barang siapa meminjamkan kepada Allah (1675[efn_note]1675). Yaitu dengan menginfāqkan hartanya di jalan Allah.[/efn_note]) pinjaman yang baik (1676[efn_note]1676). Yaitu mengeluarkannya karena Allah dari harta yang baik dan dengan kerelaan hatinya.[/efn_note]), maka Allah akan mengembalikannya berlipat-ganda untuknya (1677[efn_note]1677). Dari sepuluh menjadi lebih dari tujuh ratus sebagaimana yang diterangkan di surah al-Baqarah: 261. Ini termasuk kemurahan Allah subḥānahu wa ta‘ālā, karena Dia menamainya pinjaman, padahal semua harta adalah milik-Nya dan semua hamba adalah hamba-Nya, namun Dia menyebutnya pinjaman dan menjanjikan ganti yang berlipat-ganda, sedangkan Dia Maha Pemurah lagi Maha Pemberi. Pelipatgandaan tersebut adalah pada hari Kiamat, hari di mana manusia tampak sekali kefakirannya dan butuh kepada balasan yang baik.[/efn_note]), dan baginya pahala yang mulia.
يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُوْرُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَ بِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا ذلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ.
- (1678[efn_note]1678). Allah subḥānahu wa ta‘ālā menerangkan keutamaan iman dan betapa orang-orang yang memiliknya sangat senang sekali memilikinya pada hari Kiamat.[/efn_note]) Pada hari engkau akan melihat orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, betapa cahaya mereka bersinar di depan dan di samping kanan mereka (1679[efn_note]1679). Pada hari Kiamat, ketika matahari digulung dan bulan diredupkan cahayanya sedangkan manusia berada dalam kegelapan, dan jembatan telah dibentangkan di atas neraka Jahannam, maka ketika itu engkau akan melihat orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan bersinar cahayanya di depan dan di sebelah kanan mereka, lalu mereka berjalan dengan cahaya mereka pada tempat yang sungguh menegangkan itu. Masing-masing mendapatkan cahaya sesuai kadar keimanannya, dan ketika itu mereka diberi kabar gembira dengan kabar gembira yang paling besar.[/efn_note]), (dikatakan kepada meraka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikian itulah kemenangan yang agung (1680[efn_note]1680). Demi Allah, sungguh manis kabar gembira ini di hati mereka dan sungguh ni‘mat dalam diri mereka, karena mereka mendapatkan semua yang diinginkan dan selamat dari keburukan dan apa yang ditakuti.[/efn_note]).”