Hati Senang

Surah al-Ghasyiyah 88 ~ Tafsir Sayyid Quthb (1/3)

Tafsir Sayyid Quthb - Tafsir Fi Zhilalil Qur'an
Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb   Penerbit: Gema Insani

SURAH AL-GHĀSYIYAH

Diturunkan di Makkah
Jumlah Ayat: 26.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ. وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ. عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً. تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ. لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ. لَا يُسْمِنُ وَ لَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍ. وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ. لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ. فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. لَا تَسْمَعُ فِيْهَا لَاغِيَةً. فِيْهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ. فِيْهَا سُرُرٌ مَّرْفُوْعَةٌ. وَ أَكْوَابٌ مَّوْضُوْعَةٌ. وَ نَمَارِقُ مَصْفُوْفَةٌ. وَ زَرَابِيُّ مَبْثُوْثَةٌ. أَفَلَا يَنْظُرُوْنَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ. وَ إِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ. وَ إِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ. وَ إِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ. فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ. لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ. إِلَّا مَنْ تَوَلَّى وَ كَفَرَ. فَيُعَذِّبُهُ اللهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ. إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ. ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ

088:1. Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?
088:2. Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
088:3. bekerja keras lagi kepayahan,
088:4. memasuki api yang sangat panas (neraka),
088:5. diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
088:6. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,
088:7. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
088:8. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
088:9. merasa senang karena usahanya,
088:10. dalam surga yang tinggi.
088:11. Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.
088:12. Di dalamnya ada mata air yang mengalir.
088:13. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,
088:14. gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),
088:15. bantal-bantal sandaran yang tersusun,
088:16. dan permadani-permadani yang terhampar.
088:17. Maka, apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?
088:18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
088:19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
088:20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
088:21. Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.
088:22. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.
088:23. Tetapi, orang yang berpaling dan kafir,
088:24. maka Allah akan meng‘adzābnya dengan ‘adzāb yang besar.
088:25. Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka.
088:26. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.

Pengantar.

Surah ini adalah salah satu dari kesan-kesan yang dalam dan tenang, yang membangkitkan hati untuk memikirkan dan merenungkan, menimbulkan harapan dan keinginan. Juga menimbulkan ketakutan dan kesedihan, serta mendorong orang agar selalu mengadakan perhitungan untuk menghadapi hari perhitungan.

Surah ini membawa hati manusia untuk berkeliling-keliling pada dua lapangan yang sangat luas. Yaitu, lapangan akhirat dengan alamnya yang luas dan pemandangan-pemandangannya yang mengesankan, dan lapangan alam semesta yang membentang dan terpampang untuk dilihat dan dipandang. Juga ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaaan) Allah pada makhlūq-makhlūqNya yang terhampar bagi semuanya.

Kemudian, sesudah kedua perjalanan besar ini, diperingatkan-Nya manusia terhadap perhitungan akhirat, kekuasaan Allah, dan kepastian akan kembalinya kepada-Nya nanti pada akhir perjalanan hidup.

Semua itu dikemas dengan metode yang sangat dalam kesannya dan tenang serta lembut, tetapi tajam dan menakutkan!

Berita Hari Pembalasan

هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ.

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” (al-Ghāsyiyah: 1).

Dengan kalimat ini, dimulailah surah yang hendak mengembalikan hati manusia kepada Allah. Juga untuk mengingatkan mereka terhadap tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam semesta, terhadap perhitungan-Nya di akhirat, dan terhadap pembalasan-Nya yang pasti. Surah ini dimulai dengan kalimat tanya yang mengisyāratkan keagungan yang menunjukkan kepada ketetapan. Namun, pada waktu yang sama mengisyāratkan bahwa persoalan akhirat itu sudah ditetapkan di muka dan diperingatkan sebelumnya.

Dinamainya hari kiamat dengan nama baru “al-Ghāsyiyah” ya‘ni bencana besar yang memingsankan manusia karena besarnya peristiwa-peristiwanya. Nama ini merupakan nama baru yang mengesankan yang terdapat di dalam juz ini sebagaimana nama-nama lain seperti ath-Thāmmah, al-Ghāsyiyah, dan al-Qāri‘ah, yang sesuai dengan tabiat juznya.

Dengan perkataan: “….(هَلْ أَتَاكَ) “Sudah datangkah kepadamu…..”, ini maka Rasūlullāh s.a.w. merasakan bahwa sasaran kalimat ini kepada pribadi beliau ketika beliau mendengar surah ini. Seolah-olah beliau menerimanya pertama kali secara langsung dari Tuhannya. Hal itu untuk menguatkan perasaan hati beliau terhadap firman Allah s.w.t., untuk menghadirkannya di dalam hati, dan untuk menghadirkan hakikatnya, serta untuk menyandarkan perasaan beliau bahwa firman ini datang kepada beliau tanpa perantaraan siapa pun ketika kedua telinga beliau mendengarnya.

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan bahwa telah diinformasikan kepada kami oleh ‘Alī bin Muḥammad ath-Thanafasī, dari Abū Bakar bin ‘Abbās, dari Abū Isḥāq, dari ‘Umar bin Maimūn, ia berkata: “Rasūlullāh s.a.w. melewati seorang wanita yang sedang membaca ayat: “Hal atāka ḥadīts-ul-ghāsyiyah”, lalu beliau berhenti mendengarkan seraya berkata: “Ya, telah datang kepadaku…..”

Di samping itu, firman ini bersifat umum, meliputi semua orang yang mendengarkan al-Qur’ān. Karena, berita tentang hari kiamat itu merupakan berita al-Qur’ān yang berulang-ulang disebutkan, untuk mengingatkan manusia, menakut-nakutinya, dan memberikan informasi kepadanya. Juga untuk menggugah hati dan perasaannya supaya merasa takut dan bertaqwā kepada Allah, sebagaimana ia juga menimbulkan harapan dan penantian yang baik. Dengan demikian, hiduplah hati nurani ini, sehingga ia tidak mati dan lalai.

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?

Kemudian dipaparkan sedikit tentang berita hari pembalasan itu:

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ. عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً. تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ. لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ. لَا يُسْمِنُ وَ لَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍ.

Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (al-Ghāsyiyah: 2-7).

Sesungguhnya didahulukannya menampilkan pemandangan ‘adzāb sebelum menampilkan pemandangan keni‘matan itu lebih dekat kepada nuansa dan bayang-bayang “al-Ghāsyiyah” hari yang menjadikan manusia pingsan, hari kiamat, hari pembalasan”. Karena pada hari itu banyak wajah yang tunduk terhina, payah dan letih. Mereka telah berbuat dan bekerja keras, namun perbuatan dan pekerjaan mereka tidak terpuji dan tidak menimbulkan akibat yang menyenangkan. Tidak ada yang mereka peroleh selain bencana dan kerugian. Karena itu, terasa semakin berat, payah, dan melelahkan.

Mereka telah “bekerja keras lagi kepayahan.” Telah bekerja karena selain Allah, dan payah karena tidak di jalan-Nya, Mereka telah bekerja keras untuk dirinya dan anak-anaknya. Mereka berpayah-payah untuk mencari kebutuhan dunia dan untuk memenuhi ambisi-ambisinya. Kemudian mereka dapati hasil kerja dan kepayahannya itu. Mereka dapati di dunia ini kesengsaraan tanpa bekal. Mereka dapati hasilnya di akhirat sebagai onggokan-onggokan hitam yang mengantarkannya kepada ‘adzāb. Mereka menghadapi akibat buruk ini sebagai orang yang hina-dina dan putus harapan.

Di samping kehinaan seperti ini, mereka juga mendapatkan ‘adzāb yang pedih:

Memasuki api yang sangat panas (neraka).” (al-Ghāsyiyah: 4).

Merasakannya dan menanggung deritanya.

Mereka diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (al-Ghāsyiyah: 5-7).

Adh-Dharī‘ “pohon berduri” itu ada yang mengatakan bahwa ia adalah pohon api yang ada di dalam neraka. Hal ini didasarkan pada ayat yang membicarakan pohon zaqqūm yang tumbuh di dasar neraka. Tetapi, ada yang mengatakannya sejenis duri yang melekat di tanah, berwarna hijau, dan biasanya untuk tempat menggembala unta, yang bernama pohon “syabriq” yang apabila sudah kering disebut “dharī‘”. Pada waktu itu unta sudah tidak mau memakannya lagi karena beracun. Nah, ini atau itulah salah satu jenis makanan mereka pada hari itu di samping darah campur nanah. Juga makanan-makanan jenis lain yang tidak dapat menggemukkan dan tidak dapat menghilangkan lapar.

Jelaslah sudah bahwa kita di dunia ini tidak dapat mengetahui tabiat ‘adzāb di akhirat. Disebutkannya sifat-sifatnya ini hanyalah agar kita dapat merasakan di dalam perasaan dan bayangan kita secara maksimal bagaimana kepedihan ‘adzāb itu yang bercampur-aduk antara kehinaan, kenistaan, dan kekecewaan dengan sengatan api yang sangat panas. Kemudian diguyur dan diberi minum dengan air yang sangat panas pula. Lalu, diberi makanan dengan jenis makanan yang unta saja tidak memberi manfaat sama sekali dan tidak mengenyangkan.

Dari bayangan-bayangan ini, terkumpullah di dalam perasaan kita pengetahuan maksimal tentang tingkat penderitaannya. Padahal, ‘adzāb akhirat yang sebenarnya lebih pedih daripada yang kita bayangkan. Tabiat ‘adzāb itu tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang yang merasakannya. Mudah-mudahan Allah melindungi kita!

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.