Surah al-Ghasyiyah 88 ~ Tafsir Ibni Katsir (1/3)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Ghasyiyah 88 ~ Tafsir Ibni Katsir

SŪRAT-UL-GHĀSYIYAH
(Hari Pembalasan)

Makkiyyah, 26 Ayat
Turun sesudah Sūrat-udz-Dzāriyāt

 

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan sebuah hadis dari an-Nu‘mān ibnu Basyīr yang menyebutkan bahwa Rasūlullāh s.a.w. acapkali membaca sūrat-ul-A‘lā dan sūrat-ul-Ghāsyiyah dalam shalat hari raya dan shalat Jum‘at.

Imām Mālik telah meriwayatkan dari Dhamrah ibnu Sa‘īd, dari ‘Ubaidullāh ibnu ‘Abdullāh, bahwa adh-Dhaḥḥāk ibnu Qais bertanya kepada an-Nu‘mān ibnu Bisyīr tentang surat apa yang dibaca oleh Rasūlullāh s.a.w. dalam shalat Jum‘at di samping surat-ul-Jumu‘ah? Maka an-Nu‘mān ibnu Basyīr menjawab, bahwa ia adalah sūrat-ul-Ghāsyiyah. Imām Abū Dāūd meriwayatkannya dari al-Qa‘nabī, sedangkan Imām Nasā’ī meriwayatkannya dari Qutaibah, keduanya dari Mālik dengan sanad yang sama. Imām Muslim dan Ibnu Mājah meriwayatkannya melalui hadis Sufyān ibnu ‘Uyaynah, dari Dhamrah ibnu Sa‘īd dengan sanad yang sama.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ. وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ. عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً. تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ. لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ. لَا يُسْمِنُ وَ لَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍ.

088:1. Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan.
088:2. Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
088:3. bekerja keras lagi kepayahan,
088:4. memasuki api yang sangat panas (neraka),
088:5. diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
088:6. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,
088:7. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.

(Al-Ghāsyiyah, ayat 1-7)

 

Al-Ghāsyiyah adalah salah satu nama lain dari hari kiamat – menurut Ibnu ‘Abbās, Qatadah, dan Ibnu Zaid – karena hari kiamat menutupi semua manusia dan meliputi mereka semuannya. Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ath-Thanāfisī, telah menceritakan kepada kami Abū Bakar ibnu ‘Iyāsy, dari Abū Isḥāq, dari ‘Amr ibnu Maimūn, bahwa Nabi s.a.w. melewati seorang wanita yang sedang membaca firman-Nya:

هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ.

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan. (Al-Ghāsyiyah, ayat 1)

Maka beliau bangkit dan mendengarkannya serta menjawab:

نَعَمْ، قَدْ جَاءَنِيْ

Benar, telah datang kepadaku (beritanya).

Adapun firman Allah s.w.t.:

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ.

Banyak muka pada hari itu tunduk terhina (Al-Ghāsyiyah, ayat 2)

Yang dimaksud dengan khusyū‘ di sini adalah terhina, menurut Qatādah. Juga dikatakan oleh Ibnu ‘Abbās, bahwa wajah-wajah tersebut tunduk terhina karena amal perbuatannya tidak bermanfaat bagi dirinya.

Firman Allah s.w.t.:

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ.

bekerja keras lagi kepayahan (Al-Ghāsyiyah, ayat 3)

Yakni, mereka telah banyak melakukan kerja keras yang memayahkan diri mereka, tetapi pada akhirnya di hari kiamat mereka dimasukkan ke dalam neraka yang amat panas. Al-Ḥāfizh Abū Bakar al-Barqanī mengatakan telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm ibnu Muḥammad al-Muzakkī, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Isḥāq as-Sirāj, telah menceritakan kepada kami Hārūn ibnu ‘Abdullāh, telah menceritakan kepada kami Sayyār, telah menceritakan kepada kami Ja‘far, ia pernah mendengar Abū ‘Imrān al-Jūnī mengatakan bahwa ‘Umar ibn-ul-Khaththāb r.a. melewati sebuah gereja yang dihuni oleh seorang rahib, maka ‘Umar memanggilnya: “Hai rahib!” Lalu si rahib muncul; maka ‘Umar memandangnya dan menangis. Kemudian ditanyakan kepada ‘Umar: “Mengapa engkau menangis, hai Amīr-ul-Mu’minīn?” ‘Umar menjawab, bahwa ia teringat akan firman Allah s.w.t. yang mengatakan:

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً.

bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka) (Al-Ghāsyiyah, ayat 3-4)

Itulah yang menyebabkan aku menangis. Imām Bukhārī mengatakan bahwa Ibnu ‘Abbās telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ.

bekerja keras lagi kepayahan (Al-Ghāsyiyah, ayat 3)

Bahwa mereka adalah orang-orang Nasrani. Telah diriwayatkan dari ‘Ikrimah dan as-Suddī, bahwa makna yang dimaksud ialah bekerja keras di dunia melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, dan kepayahan di dalam neraka karena adzab dan siksaan yang membinasakan. Ibnu ‘Abbās al-Ḥasan, dan Qatādah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً.

memasuki api yang sangat panas (neraka) (Al-Ghāsyiyah, ayat 3-4)

Artinya, yang panasnya tak terperikan.

تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ.

diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. (Al-Ghāsyiyah, ayat 5)

yang panasnya tak terkira dan titik didihnya melebihi puncaknya sampai tingkatan yang tak terbatas; demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, al-Ḥasan, dan as-Suddī.

Firman Allah s.w.t.:

لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ.

Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri (Al-Ghāsyiyah, ayat 6)

‘Alī ibnu Abī Thalḥah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa dharī‘ artinya sebuah pohon dari api. Sa‘īd ibnu Jubair mengatakan bahwa dharī‘ adalah nama lain dari Zaqqūm (sebuah pohon yang ada di dalam neraka); tetapi menurut riwayat lain yang juga bersumber darinya, dharī‘ adalah batu yang ada di dalam neraka. Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, ‘Ikrimah, Abul-Jauzā’, dan Qatādah mengatakan bahwa dharī‘ adalah sejenis pohon yang disebut syabraq. Qatādah mengatakan bahwa orang-orang Quraisy menamakannya syabraq bila musim semi, dan bila musim panas menamainya dharī‘, pohonnya banyak durinya. ‘Ikrimah mengatakan bahwa dharī‘ adalah pohon yang banyak durinya, yang tidak tinggi, melainkan menempel di tanah. Imām Bukhārī mengatakan, Mujāhid telah mengatakan bahwa dharī‘ adalah nama tumbuhan yang dikenal dengan nama lain syabraq, orang-orang Ḥijāz menamainya dharī‘ bila kering, pohon ini mengandung racun.

Ma‘mar telah meriwayatkan dari Qatādah sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:

لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ.

Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri (Al-Ghāsyiyah, ayat 6)

Yakni tumbuhan syabraq yang bila kering dinamakan dharī‘. Sa‘īd telah meriwayatkan dari Qatādah sehubungan dengan makna firman-Nya:

لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ.

Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri (Al-Ghāsyiyah, ayat 6)

Ini merupakan makanan yang paling buruk, paling kotor, dan paling menjijikkan.

Firman Allah s.w.t.:

لَا يُسْمِنُ وَ لَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍ.

yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar (Al-Ghāsyiyah, ayat 7)

Yaitu tidak dapat memenuhi tujuan dan tidak dapat pula menolak hal yang tidak diinginkan.

 

Al-Ghāsyiyah, ayat 8-16.

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ. لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ. فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ. لَا تَسْمَعُ فِيْهَا لَاغِيَةً. فِيْهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ. فِيْهَا سُرُرٌ مَّرْفُوْعَةٌ. وَ أَكْوَابٌ مَّوْضُوْعَةٌ. وَ نَمَارِقُ مَصْفُوْفَةٌ. وَ زَرَابِيُّ مَبْثُوْثَةٌ.

088:8. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
088:9. merasa senang karena usahanya,
088:10. dalam surga yang tinggi,
088:11. tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.
088:12. Di dalamnya ada mata air yang mengalir.
088:13. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,
088:14. dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),
088:15. dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,
088:16. dan permadani-permadani yang terhampar

 

Setelah menyebutkan keadaan orang-orang yang celaka, lalu diiringi dengan penyebutan keadaan orang-orang yang berbahagia; untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ

Banyak muka pada hari itu (Al-Ghāsyiyah, ayat 8)

Yakni di hari kiamat.

نَّاعِمَةٌ.

berseri-seri (Al-Ghāsyiyah, ayat 8)

Maksudnya, diketahui kehidupannya yang senang melalui wajah mereka, dan sesungguhnya hal itu diperoleh mereka tiada lain berkat usaha mereka di masa lalu. Sufyān mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ.

merasa senang karena usahanya (Al-Ghāsyiyah, ayat 9)

Yaitu merasa puas dengan amal perbuatannya di masa lalu. Firman Allah s.w.t.:

فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ.

dalam surga yang tinggi (Al-Ghāsyiyah, ayat 10)

Yakni yang tinggi lagi mewah berada di gedung-gedung yang megah dalam keadaan aman sentosa dan sejahtera.

لَا تَسْمَعُ فِيْهَا لَاغِيَةً.

tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna (Al-Ghāsyiyah, ayat 11)

Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَ لَا تَأْثِيْمًا، إِلَّا قِيْلًا سَلَامًا سَلَامًا.

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam. (al-Wāqi‘ah: 25-26).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *