SURAH AL-FALAQ
“FAJAR”
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang.
Susunan surah-surah dalam al-Qur’an adalah suatu susunan sempurna yang ditetapkan oleh Manusia Sempurna, Nabi Muḥammad. Fakta bahwa beliau yang menyusunnya menjadi bukti akan kesatuan dan kelengkapan al-Qur’an. Wahyu membawakan kepada umat manusia berbagai aspek dari Kitab Realitas, pada hari-hari yang berbeda, di bulan-bulan yang berbeda, dan dalam kondisi-kondisi yang berbeda. Namun aspek-aspek yang bermacam-macam ini semuanya merefleksikan Cahaya tunggal, dan hanya Nabi yang mengetahui bagaimana surah-surah itu harus disusun. Maka dua langkah terakhir dari wahyu Allah mendorong manusia untuk mencari perlindungan kepada Allah, Tuhan dan Pemelihara semua ciptaan-Nya.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
1. Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan Penguasa fajar,
Falaqa berarti ‘memisahkan, menyobek sampai luluh, menghalau bayang-bayang malam’. A’ūdzu berarti ‘Aku berlindung’. Kita berlindung dari kesombongan kita, dari gelapnya nafs kita, dan dari segala keraguan kita. Kita berlindung dari berbagai ketidakpastian dan ketidakamanan kepada Tuhan Yang senantiasa menjamin pengetahuan, cahaya dan penerangan. Kita berlindung kepada Dia Yang mendatangkan fajar setelah gelapnya malam.
مِن شَرِّ مَا خَلَقَ
2. Dari kejahatan apa yang telah Dia ciptakan,
Di sini kita bermohon kepada Allah, ar-Raḥīm (Yang Maha Pengasih), karena kita harus membuat penilaian yang subyektif. Kita mengakui bahwa di alam dualitas ini ada aspek yang menyenangkan dan menenangkan kita, dan aspek lain yang tidak menyenangkan kita dan mendatangkan penderitaan. Ada aspek-aspek yang menurut kita kondusif bagi kesejahteraan kita dan aspek-aspek yang menurut kita merusak kita, karena itu kita berlindung kepada Tuhan semua ciptaan dari sebagian ciptaan-Nya yang menurut kita membahayakan.
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
3. Dan dari kejahatan gelap gulita tatkala ia datang,
Kita berlindung dari malam, dari kesuraman dan kegelapan, dari hal yang tidak kita ketahui. Kita juga berlindung dari keraguan diri. Maksudnya di sini adalah terhadap hal yang dikenal maupun tidak dikenal, terhadap hal yang ada hubungannya dengan kita maupun yang tidak.
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
4. Dan dari kejahatan orang-orang yang meniup pada buhul-buhul,
Kita berlindung dari segala kekuatan yang tidak kita mengerti fungsinya. Kita berlindung dari tukang-tukang sihir, dari perempuan-perempuan yang meniup pada buhul-buhul, biasanya semacam guna-guna, dan yang memanggil kekuatan-kekuatan dalam eksistensi ini yang sama sekali tidak kita mengerti dan yang tidak terlihat oleh kita, seperti jin.
Kita berlindung kepada Allah, Dia Yang membukakan pada kita cahaya fajar pembebasan dan pengetahuan, dari hal-hal yang menimpa kita dalam kehidupan ini. Kita tahu bahwa kekuatan gaib benar-benar ada dan bahwa ilmu hitam dan bentuk ilmu sihir lainnya dipraktekkan di banyak tempat. Ada banyak kekuatan yang dapat dipanggil dan digunakan, tapi orang yang ingin menuju Sumber segala Kekuatan berlindung pada Tuhan Waktu Fajar.
Dua surah, Ikhlāsh dan Falaq mengingatkan kita agar berusaha keras untuk mencapai keadaan batin yang beriman, untuk berjalan lurus ke depan menuju tujuan kita, menuju wāḥid-ul-aḥad (Yang Maha Tunggal dan Unik), untuk hanya melantunkan nyanyian Yang Maha Esa.
Andaikan kita mengamalkan itu, kita tidak akan tertarik untuk iseng ikut-ikutan dalam fenomena lain ini, karena fenomena yang kasar tidak akan dipandang oleh kita sebagai hal yang memiliki realitas hakiki. Harus diingat bahwa, betapa pun hebatnya seorang tukang sihir, selalu akan ada tukang sihir lain yang dapat mengalahkannya. Dalam kasus Musa, semua orang tahu bahwa dia, sebagai orang yang bertauhid, mengalahkan semua tukang sihir Fir’aun dengan kekuatan lain yang tidak ada hubungannya dengan permainan sihir.
وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
5. Dan dari kejahatan orang yang dengki tatkala ia mendengki.
Ḥasad berarti ‘dengki’, yang dianggap sebagai salah satu penyakit nafs yang paling buruk dan salah satu kesulitan paling buruk bagi manusia akibat perbuatannya sendiri, karena sifat ini bisa merajalela. Api dengki akan terus mengisi bahan bakarnya sendiri dan takkan pernah bisa dipadamkan, karena akan selalu ada seseorang lain yang memiliki sesuatu yang tidak bisa kita miliki.
‘Alī ibn Abī Thālib, ditanya tentang ḥasūd, orang yang sifat dengkinya menyebabkan kerusakan. ‘Apa yang harus kita lakukan padanya?’ tanya mereka. ‘Ia harus dihukum?’ ‘Alī menjawab: Mā fīhi yakfīhi (apa yang ada padanya adalah cukup [menjadi hukuman] baginya).
Ḥāsid (pendengki) tidak akan pernah menang juga tidak akan pernah beruntung. Selamatkanlah kami, Ya Tuhan, dari kejahatan perilaku ini yang benihnya ada di setiap hati! Seandainya sekarang tidak ada dalam hati kita, kita tidak akan dapat memahaminya. Kita semua sudah merasakan percikannya dalam kehidupan kita, tapi seandainya kita beruntung, ia tetap menjadi percikan yang dapat ditahan dan ditutupi dengan kedermawanan dan sifat-sifat positif lainnya. Kalau kita tidak senantiasa memerangi sifat dengki, maka ia akan terus meradang dan menguasai kita sepenuhnya.